CHAPTER SIX
Seohyun memoleskan riasan wajahnya dengan seksama,
berusaha mengingat semua intruksi yang di pelajarinya. Seohyun berharap suatu
hari nanti dia bisa melakukan semua hal tersebut secara otomatis – kalau saja
dia bisa hidup pada saat tersebut.
Seohyun menatap sederetan lipstik yang tergeletak di
atas meja rias. Seohyun mengenakan kacamata untuk membaca tulisan kecil pada
lispstik tersebut mendapati kemudian bahwa tulisan di lipstik tersebut tepat
sesuai apa yang dia rasakan – Hint of Pink. Lupakan warna merah membara yang
berkesan menggoda, warna merah tua yang berkilauan membuat bibirnya tampak
seksi harus di singkirkannya jauh-jauh bersama dengan warna-warna mencolok
lainnya. Dia hanya butuh Pink, sesuai dengan warna bibirnya – warna polos tanpa
gairah di baliknya.
Warna pink pucat memang cocok untuk dirinya, Seohyun
kemudian mengolekan lipstik tersebut ke bibirnya dengan hati-hati, lalu dia
berdiri dan menatap penampilan akhirnya. Tersenyum sedih Seohyun lalu memasukkan
kedua kakinya ke dalam sepasang sepatu high heels tebal berwarrna hitam hasil
perburuannya siang tadi yang berusaha keras mencari sepatu yang cocok untuk
dirinya kenakan malam ini.
Gaun suede berwarna hitam semata kaki dengan lekukan
di pinggang dan leher sedikit lebar hingga ke bahunya yang mulus dengan
potongan sebatas paha hingga ke kaki jujur membuat Seohyun merasa bersalah
karena akhirnya dia memberanikan dirinya mamakai gaun rancangan tersebut.
Seohyun tahu Yonghwa tidak akan merasa nyaman dengan penampilannya tersebut,
tapi sisi feminimnya ingin menunjukkan sesuatu yang setidaknya pernah membuat
mata Yonghwa berbinar bagai ingin menerkam tubuhnya.
Sekali ini saja, Seohyun, sekali ini saja, bisiknya
dalam hati sambil menatap dirinya sekali lagi. Setidaknya sekali ini izinkan
dirimu untuk jadi istimewa.
Walaupun perkataan Yonghwa pagi tadi sedikit
membuatnya merasa baikan, tapi Seohyun tidak ingin melakukan apa yang membuat
Yonghwa merasa tidak nyaman. Bukankah Yonghwa melamarnya karena dia merasa nyaman
di dekatnya ? jadi jika itu peluangnya maka dia harus mempertahankan hal
tersebut bukan ?
Kalau saja demikian……….
Tapi mengenakan gaun yang akan membuat suaminya
tersebut memikirkan hal-hal yang berhubungan dengan hasrat yang walaupun dengan
tegas di katakan Yonghwa tidak akan menindaklanjuti godaan tersebut sama
sekali - sungguh suatu godaan yang tak
dapat Seohyun acuhkan. Dan jika ingin hubungan mereka berkembang, maka
dibutuhkan lebih dari sekedar animal insting sebagai dasarnya.
Seohyun mengeleng-gelengkan kepalanya mengusir semua
pikiran negatif yang tiba-tiba merasuki otaknya. Menatap tampilan dirinya di
cermin Seohyun bertanya dalam hati, apakah kau sedang bercanda ? jangan pernah
berharap Yonghwa akan jatuh cinta padamu………
Walaupun Yonghwa mengatakan dirinya cantik dan sangat
menggoda tapi itu bukan berarti Yonghwa akan melihat dirinya seperti dia
melihat ratusan wanita cantik yang bersiap mengikat dirinya dan Yonghwa bahkan
tidak pernah jatuh cinta pada salah satu dari mereka.
Kecuali tentu saja Jessie. Yonghwa pernah melamarnya
menjadi istrinya dan bertunangan walaupun pada akhirnya Jessie memilih untuk
mempermalukan dirinya dengan membeberkan perihal putusnya hubungan pertunangan
mereka, mungkin secara tidak langsung Yonghwa menyangkalnya dengan mengatakan
dia melamar Jessie semata-mata karena dia hanya membutuhkan ‘istri’ dan bukan
wanita yang akan di cintainya dan akan menjadi ibu dari anak-anaknya dan akan
menghabiskan hidup hingga kakek nenek. Jessie memenuhi semua persyaratan yang
di tetapkan Yonghwa untuk menjadi istrinya. Cantik, berasal dari keluarga
terhormat. Tapi sayangnya Seohyun tidak percaya kalau Yonghwa tidak pernah
mencintai Jessie. Dia pasti sangat mencintai Jessie hingga perasaan sakit hati
yang di rasakannya dengan perbuatan Jessie sangat melukai harga dirinya.
Jadi bagaimana mungkin Yonghwa melupakan perasaan
cintanya pada Jessie dan beralih mencintai Seohyun ?
Itu adalah hal yang tidak masuk akal dan sangat
mustahil, jadi sebaiknya Seohyun harus meyakinkan dirinya sendiri untuk
berhenti memikirkan segala kemungkinan itu. Paling tidak Yonghwa tidak akan
melihatnya terlihat seksi dengan gaun ini. Gaun ini sangat cocok dengan dirinya
walaupun tidak akan menghadirkan decapan kagum dari siapapun ataupun sebuah
pujian. Semua yang di beli Seohyun hari ini adalah warna-warna gelap dan
kelabu, warna berkabung. Tidak ada yang menarik. Kata menarik sudah dia hapus
dari kamusnya sendiri.
Tetapi mengapa pemikiran tersebut tetap menghadirkan
perasaan bersalah karena mengenakan gaun yang membalut tubuhnya saat ini ?
Seohyun lalu menyisir rambutnya, merapikannya menjadi
sebuah gelungan yang justru mempertegas jenjang lehernya. Memakai kacamatanya,
karena itu membuatnya menjadi terlihat pintar, seperti yang di harapkan Yonghwa
, pintar, lugu dan tidak mempesona.
♥ ♥ ♥
“ Apakah kau benar-benar merasa perlu memakai
kacamatamu itu ? “, tanya Yonghwa lembut sambil mengulurkan tangannya
menyelamatkan istrinya tersebut sebelum tertabrak wanita bertubuh besar yang
memakai selendang bulu dan gaun yang terlihat sangat mutakhir untuk ukuran
wanita dengan berat badan berlebih.
“ Tentu saja, aku kan harus membaca susunan acara dan
sinopsis drama musicalnya, dan tanpa kacamata ini aku tidak akan bisa melakukan
hal tersebut “, jawab Seohyun sambil berusaha menahan getaran tubuhnya akibat
tangan Yonghwa yang kuat dan hangat membuat napasnya sedikit tersengal.
“ Kalau kau memakai kacamata itu kau tidak akan
melihat panggung dengan jelas, semuanya akan terlihat kabur dan kau tidak akan
bisa menikmatinya “, kata Yonghwa dengan nada menggoda sementara jari tangannya
semakin erat mengcengkeram lengan Seohyun.
“ Kau boleh melepaskan tanganmu, aku akan baik-baik
saja “, nada suara Seohyun terdengar sedikit keras dan Seohyun merasa dia
memang harus melakukan hal tersebut. Sekali lagi kontak phisik antara dirinya
dan Yonghwa, Seohyun mungkin tidak akan bisa menahan dirinya untuk bersandar ke
tubuh Yonghwa dan bergayut manja. Seohyun yakin itu pasti akan terjadi karena
dirinya tidak terbuat dari batu. “ Aku tidak akan jatuh tersandung kok “.
“ Dengan sepatu yang kau kenakan itu, aku tidak yakin
“, nada geli terdengar jelas dari ucapan Yonghwa.
Seohyun berusaha mengabaikan nada geli tersebut.
Seohyun tahu Yonghwa sedang menyindir sepatu yang di kenakannya. Seohyun tahu,
Yonghwa pasti diam-diam menertaakan dirinya saat dia bergegas turun dan menemui
Yonghwa yang sedang menunggunya sambil membaca koran bisnis sore. Seohyun dapat
melihat binar geli di mata Yonghwa.
Well, tertawa lebih baik daripada berhasrat bukan ?.
“ Bagaimana jika kita segera mencari tempat duduk “,
ucap Seohyun sambil menatap kesekeliling serambi teater yang nampak padat dan
penuh sesak dengan orang-orang yang berpakaian kelas atas, pria-pria berpakaian
rapi dengan jas hasil buatan penjahit terkenal sementara para wanita nampak
sibuk memparadekan pakaian designer terkenal yang mereka kenakan. Seohyun tidak
terlalu nyaman dengan situasi tersebut tapi dalam hati bersyukur bahwa dia
bersikeras mengenakan gaun brandednya yang membuatnya tidak menjadi pusat
perhatian karena pakaian murahan yang di kenakannya.
Sudah lama Seohyun penonton pertunjukan musical drama
sejak terakhir dia menyaksikan drama musical anak-anak Sekolah Dasar di Daegu
karena undangan salah seorang guru yang kebetulan menjadi klien Seohyun. Tapi
tentu saja pertunjukan tersebut tidak di penuhi dengan orang-orang terkenal dan
dari kalangan high class. Tapi setidaknya suasananya lebih menyenangkan.
Anehnya satu sisi Seohyun justru menantikan hal ini.
Kesempatan untuk memperluas lingkup sosialnya, lingkungan di mana Yonghwa
sering berada di dalamnya. Ataukah karena mereka akan duduk berdekatan, cukup
dekat sehingga Seohyun bisa menikmati wangi menggoda tubuh jantan Yonghwa,
untuk merasakan kehangatan pria tersebut, merasakan sentuhan lengan mereka.
Sayangnya, yang ada Seohyun merasa begitu putus asa
akan dirinya sendiri !
♥ ♥ ♥
Seohyun terlanjur menolak melepaskan kacamatanya, tapi
dia memasangnya jauh di ujung hidungnya sehingga dia tetap bisa menikmati
pertunjukan dari atas kacamatanya. Yonghwa sama sekali tidak tertarik dengan
pertunjukan yang sedang berlangsung di atas panggung, Yonghwa lebih tertarik
menatap raiu wajah Seohyun. Buku mata Seohyun yang panjang, tebal dan lentik
tampak berbayang dalam penerangan reman-remang dalam teater tersebut.
Garis hidungnya yang mungil tanpak jelas, bentuk
bibirnya yang menggoda, garis rahangnya yang di hiasi oleh seuntai rambut
nampak sangat jenjang dan indah. Usaha yang di lakukan Seohyun untuk
menyembunyikan daya tarik feminimnya yang sangat besar yang baru di sadarinya
memang di milikinya dibawah gaun sederhana hitam, sepatu tebalnya serta
kacamata bacanya benar-benar membuat Yonghwa merasa geli.
Semua itu justru membuat hati Yonghwa bergejolak
dahsyat, hatinya tiba-tiba di penuhi kelebutan yang teramat sangat yang belum
pernah di rasakannya sebelum ini. Seohyun sepertinya benar-benar memasukkan
peringatannya tentang hal-hal itu di dalam hati walaupun Yonghwa telah berusaha
mengoreksinya tadi pagi. Apakah Seohyun benar-benar takut kepadanya ? Apakah
Seohyun tahu bahwa Yonghwa tidak akan berbuat apapun yang akan melukai perasaannya
?
Dalam diam Yonghwa mengutuk dirinya sendiri karena
kehilangan kendali dirinya malam itu. Yonghwa merasa malu bukan hanya pada satu
hal tapi banyak hal yang lainnya. Yonghwa yang merasa berhak bangga atas
kemampuannya mengendalikandirinya ternyata telah kehilangan kendali itu.
Penampilan Seohyun membuatnya kacau balau, membuatnya mengeluarkan semua
peringatan gila tersebut.
Yonghwa tidak tahu apa yang sedang terjadi pada
dirinya. Bukankah seharusnya setelah pertunangannya yang berantakan, Yonghwa
seharusnya membenci para wanita dan semua komplikasi seputar seks yang kacau
untuk selamanya !
Malam itu setelah makan malam mereka sebagai suami
istri. Yonghwa terjaga sampai larut malam. Yongha memikirkan hal itu hingga
mencapai kesimpulan yang sangat sempurna bahwa meruapakan suatu kesalahan –
sebenarnya lebih tepat di katakan sebuah kejahatan – memaksa Seohyun untuk
tidak menampilkan potensi dirinya sebagai wanita yang cantik dan tentu saja
mempesona dan seksi, walaupun jujur Yonghwa masih trauma dengan segala
konsekuensi yang akan di hadapinya.
Dan melihat Seohyun yang sama sekali menolak untuk
mendengarkan semua pembatalan instruksi yang dia berikan adalah satu bukti yang
jelas bahwa Yonghwa harus belajar lebih keras untuk menenangkan hati orang
lain. Meyakinkan Seohyun bahwa tidak ada yang perlu dia takutkan pada dirinya.
Tapi satu pemikiran tba-tiba terlintas dalam pemikiran
Yonghwa. Bagaimana jika Seohyun terbujuk dan membuang tambahan baju-baju
berkabung yang di belinya hari ini dan kembali mengenakan pakaian-pakaian yang
provokatif, maka tidak akan mungkin dapat di hindari akan ada pria lain yang
akan menyukai Seohyun, datang dan membawa Seohyun pergi darinnya.
Dan Yonghwa tahu, Seohyun akan pergi. Bagaikan
matahari yang terbit di sisi timur, Seohyun pasti akan pergi. Seohyun akan
menyadari potensi dirinya lebih dalam dari polesan rias wajahnya, gaun-gaunnya
yang emnggoda, tatanan rambutnya yang baru. Hal – hal yang akan membuat Seohyun
menginginkan hal yang tak pernah di minatinya sebelum ini : seorang pria di
tempat tidurnya !
Yonghwa tiba-tiba merasa marah. Dan ekspresi
kemarahannya tersebut di tunjukkan dengan menggandeng tangan Seohyun dan
menuntunnya keluar tepat saat pertunjukan telah berakhir, terus menuntunnya
hingga mereka berdiri di halaman depan
tetaer dan menghirup dalam-dalam udara malam yang terasa dingin.
Yonghwa ingin memiliki Seohyun untuk dirinya sendiri.
Dia harus bicara dengan Seohyun, memutuskan apakah ide yang telah mencengkeram
otaknya dengan ganas itu nyata atau tidak. Walaupun pada awalnya Yonghwa yakin
bahwa dia akan sanggup menguasai rasa ketertarikan seksualnya kepada Seohyun,
dia bahkan menarik perintahnya agar Seohyun kembali menjadi Seohyun yang dia
kenal dan kembali mengenakan semua pakaian yang di bawanya saat pindah ke rumahnya,
baju-baju yang begitu menggoda hasratnya sebagai seorang pria normal.
Sialnya, dia tidak mampu mengatasinya.
Apakah sekarang Yonghwa harus merayu Seohyun ?
memastikan bahwa ‘istrinya’ tersebut tidak akan di bawa pergi oleh pria lain ?
Hal itu tentu saja bukan hal yang sulit untuk Yonghwa
lakukan. Walaupun dia pernah merasa jemu dan benci dengan para wanita, toh
Seohyun bukan salah satu dari “para wanita” tersebut. Seohyun berbeda. Mereka
adalah ‘para wanita’ tapi Seohyun adalah istrinya. Istrinya !.
“ Restoran hanya berjarak kira-kira lima menit dari
sini, jadi bagaimana kalau kita jalan kaki dan menikmati malam ini sekaligus
melancarkan peredaran darah kita “. Yonghwa meraih siku Seohyun, jemarinya
menusuk kulit lembut di bawah kain tebal yang menutupi lengan Seohyun, dan itu
membuat seluruh ototnya menegang.
“ Yonghwa “, nada suara Seohyun terdengar sedikit
kecewa. Seohyun menatap wajah Yonghwa. Ada sesuatu yang telah membuat pria di
depannya tersebut sangat marah. Apakah dia telah melakukan sesuatu yang salah ?
Atau mungkin Yonghwa bosan dengan pertunjukan yang tadi mereka tonton. Atau
mungkin Yonghwa hanya merasa jengkel hingga dia terus menggertakkan giginya
menahan kekesalannya. Mungkin Yonghwa kesal harus tampil di depan umum bersama
Seohyun, menyia-nyiakan waktunya yang berharga.
“ Kita bisa pulang ke rumah, tidak perlu makan malam
di luar “, kata Seohyun. “ kau benar, kita tidak perlu berpura-pura, apapun
yang terjadi atau yang bahkan tidak terjadi di dalam pernikahan kita biarlah
menjadi urusan kita berdua “< lanjut Seohyun sambil berusaha meyakinkan
Yonghwa sambil berlari-lari kecil berusaha mengimbangi langkah kaki Yonghwa
sementara sepatunya berdetak-detak menimbulkan suara seperti palu yang sedang
di ketuk-ketukkan ke trotoar jalan.
“ Tapi kita sudah sampai “, kata Yonghwa membuat
Seohyun menghentikan langkahnya dan menatapnya. Dengan penuh kesabaran Yonghwa
berusaha untuk tetap tenang dan merasa ada sesuatu yang melelah saat tersenyum
sambil memandangi wajah Seohyun yang gelisah. Yonghwa tak ingin Seohyun merasa
gelisah, dia hanya ingin gadis malang itu merasa bahagia.
Tapi Seohyun bukan gadis yang malang kan ?
Kenyataannya hanya dengan waktu yang singkat Seohyun
telah dapat merias pipinya dengan warna merah mawar. Udara malam yang dingin
membuat matanya berbinar. Bahkan gaun panjang yang di kenakannya yang
sejujurnya nampak sangat membosankan sama sekali tidak mengurangi
kecantikannya.
Yonghwa sadar, dia kini menginginkan Seohyun,
seutuhnya. Tapi apakah hanya rasa ingin itu cukup untuk Seohyun ? Entahlah.
Tapi malam ini Yonghwa akan mencari jawabannya. Berusaha meletakkan dasar bagi masa
depan mereka berdua yang akan mereka jalani bersama, yang Yonghwa bisa pastikan
akan berbeda dengan dasar yang mereka tetapkan di awal hubungan mereka.
Tangan Yonghwa meluncur turun dan meraih jemari
Seohyun. “ Ayo kita makan. Aku sangat lapar “, kata Yonghwa terdengar parau.
Aku sangat lapar tepatnya lapar akan Seohyun. Tapi apakah Seohyun juga
merasakan rasa lapar yang sama terhadap dirinya ?
Jika Seohyun juga merasakakannya, maka hal itu akan
menjadi pemanis dalam pernikahan mereka. Dan tidak ada hal yang lebih pasti
dari hal tersebut. Yonghwa merasa jemari Seohyun yang ramping balas melingkar
di jemarinya sendiri dan sesuatu yang bersifat protektif terasa meremas isi
tubuhnya. Apapun yang terjadi Yonghwa tak akan memaksakan Seohyun melakukan hal
yang tidak ingin di lakukannya.
Memasuki restoran tersebut mereka lalu di antar menuju
ke sebuah ruangan kecil terpisah dari beberapa tamu yang terlihat memenuhi
hampir sebagian meja di restoran tersebut. Harum semerbak pepohonan melati
menyambut mereka.
Tempat ini terlalu sempurna untuk makan malam, desah
Seohyun dalam hati, perasaan tak karuan melanda pikirannya. Dipandanginya
tempat tersebut sekali lagi. Ada beberapa mawar merah yang di letakkan dalam
vas kristal tepat di tengah-tengah meja, cahaya lilin yang berkelap kelip,
serta sebotol sampanye di dalam mangkok perak berisi es batu. Yonghwa pasti
telah memesan semua ini saat mereka memesan meja. Sampanye. Seohyun tidak yakin
apakah dia akan tetap bersikap sebagai seorang Seohyun yang seharusnya bila dia
meminumnya. Mungkin saja dia akan menjadi Seohyun yang bodoh dan Seohyun tidak
sanggup menghadapi resiko apa yang akan terjadi saat dia berubah menjadi orang
tolol.
Seohyun merasa Yonghwa tidak perlu melakukan ini semua
untuknya. Buat apa ? Semua ini sama sekali tidak perlu dan Seohyun harus
mengatakannya kepada Yonghwa. Apakah semua perkataan Yonghwa kemarin malam
hanyalah bohong semata ? Berpura-pura menjadi suami istri yang saling
mencintai, menikmati makan malam romantis dengan cahaya lilin, ini semua
merupakan sebuah penderitaan yang sangat dalam bagi Seohyun. Karena jauh, jauh
di lubuk hatinya yang terdalam, Seohyun benar-benar sangat mengharapkan hal
tersebut menjadi kenyataan.
Saat pelayan membuka sumbat botol sampanye, Seohyun
menarik dirinya dan meraih daftar menu yang di letakkan di depannya. Menatap menu
tersebut dengan kacamata bacanya, memilih menu pertama yang di bacanya,
kemudian menatap Yonghwa dengan tatapan tegas dari balik kacamatanya.
“ Santailah Seohyun “, ucap Yonghwa sambil menyodorkan
gelas berisi minuman berbuih ke arah Seohyun, nada suaranya terdengar seperti
sebuah perintah tapi bernada lembut.
“ Akan aku usahakan “, janji Seohyun sama sekali tidak
merasa yakin apakah dia akan bisa memenuhi janji tersebut.
Pelayan tersebut kemudian meninggalkan mereka berdua. Meninggalkan
mereka berdua dalam cahaya remang-remang, berdua dalam ruangan yang di penuhi
dengan wangi melati yang menggoda. Seohyun berusaha menahan desakan untuk
mengulurkan tangannya dan menyentuh Yonghwa. Seohyun menarik kedua tangannya ke
bawah meja dan mengepalkannya erat-erat sehingga sedikit sengatan perih akibat
kuku yang menancap di kulit tangannya membuatnya menggertakkan giginya pelan.
Seohyun lalu berdehem dan meletakkan kembali kacamata
bacanya yang melorot ke atas batang hidungnya. “ kau tak perlu melakukan ini
semua. Kau tak perlu memaksakan diri bersandiwara. Aku yakin kau pasti sangat
tidak menyukainya. Kau benar, akulah yang salah. Kita tidak perlu berpura-pura “.
“ Sama sekali tidak ada kepura-puraan, aku benar-benar
menikmatinya “. Jemari Yonghwa melingkar pada tangkai gelas sampanye, kedua
matanya tampak kelabu, bentuk bibirnya memancarkan sensualitas yang membara.
Pasti karenan pengaruh cahaya lilin, Seohyun menduga-duga. Dan apaka kata
menikmatinya benar-benar untuk dirinya ?
Sedikit melamun Seohyun meneguk sampanyenya, teringat
perkataannya semalam yang mengatakan bahwa dia tidak intgin dirinya di jadikan
bahan ejekan karena menikahi pria yang sama sekali tidak memujanya.
Apakah itu sebabnya Yonghwa sekarang berpura-pura
menikmati saat ini ? Hanya demi dirinya. Hati Seohyun tersentak dan terpilin
sedih. Usaha yang di lakukan Yonghwa hanya membuatnya semakin mencintai pria
tersebut dan seberapa dalam kau sanggup mencintai seorang pria yang takkan
membalas cintamu, sementara kau harus tetap mempertahankan kewarsanmu ?
“ Dan aku ingin kau juga menikmatinya “, kata Yonghwa
sambil sedikit mencondongkan tubuhnya. “ Nikmatilah pengalamanmu berjalan-jalan
di kota Seoul bersama suamimu “.
Tapi Yonghwa bukanlah suami yang sesungguhnya walaupun
Seohyun sangat menginginkan Yonghwa benar-benar menjadi suaminya,
Tenggorokannya terasa kering. Dan tatapan Yonghwa. Mengapa Yonghwa menatapnya
dengan tatapan seakan-akan bagi Yonghwa , Seohyun adalah satu-satunya wanita di
dunia. Seohyun medesah pelan.
“ Ini bukan suasana yang aku sukai, aku merasa aneh “
kata Seohyun dengan suara tertahan.
“ Sshhh “. Yonghwa meletakkan jari telunjuknya di
bibir Seohyun yang lembut sehingga membungkamnya. Yonghwa menarik napas
dalam-dalam saat merasakan kelembutan bibir Seohyun yang bergetar di bawah
sentuhan jarinya. Dengan geram Yonghwa berusaha menenangkan dirinya sendiri.
Tidak boleh terburu-buru, tidak boleh sama sekali. Itu yang di ucapkan otaknya
tetapi tubuhnya seakan mempunyai bahasa sendiri dan memiliki banyak ide yang
lain.
Tubuhnya harus belajar untuk bersabar dan menunggu.
Apa yang Yonghwa inginkan untuk dirinya dan Seohyun adalah sesuatu yang bisa
berjalan dengan normal dan mengalir seperti seharusnya.
“ kau dapat menyesuaikan diri dengan semua suasana
yang kau inginkan “, kata Yonghwa sambil kembali meraih gelas yang berisi
sampanye lalu menatap mata Seohyun yang indah dalam-dalam. “ Dan tidak
seorangpun di anatra kita berdua perlu tergesa-gesa menetapkan semua peraturan.
Bagaimana jika kita melihat hubungan kita ini sebagai sebuah pelayaran untuk
menemukan sesuatu yang baru, jadi santai sajadan kita akan melihat kemana kita
akan di bawa “.
Inilah usaha terbaik yang bisa Yonghwa lakukan untuk
menaburkan benih-benih keintiman antara dirinya dan Seohyun. Dengan Seohyun,
Yonghwa harus melangkah dengan hati-hati karena Seohyun bukanlah wanitayang
berpengalaman dalam hal-hal duniawi , Seohyun akan menjadi seorang gadis yang
bodoh yang ketakutan jika Yonghwa berkata bahwa dia telah berubah pikiran.
Bahwa Yonghwa menginginkan seks dalam kehidupan pernikahan mereka melebihi
apapun juga.
Yonghwa menangkap pancaran aneh dari mata Seohyun,
keningnya mengerut tipis, melihat pertanyaan yang terpancar dari kedua matanya.
Seohyun pasti bertanya-tanya dan Yonghwa sedang berpikir apakah yang harus dia
katakan saat Seohyun mengeluarkan suara dan mengubah pertanyaan di matanya
menjadi sebuah kalimat tanya yang keluar dari bibirnya. Tapi pikirannya terhenti
ketika seorang pelayan tiba dan menghidangkan makanan yang telah mereka pesan.
“ Sayang, aku samar-samar
menangkap bayang dirimu tadi di teater dan seperti dugaanku kau akan mampir
kemari seperti yang sering kita lakukan setiap kali kita menonton pertunjukan
teater, restoran ini sudah menjadi tempat favorit kita, dasar kau ini ! “.
Sebuah suara tiba-tiba memecah kesunyian diantara
mereka dan seraut wajah yang mereka kenal muncul seiring perkataannya tadi.
Jessie !
Seohyun tiba-tiba merasa perutnya mual !
1 komentar:
Write komentarNEXT kak zee maaf baru komentar sekarang hehe suka salam kenal
ReplyPlis, masukan dan saran kami harapkan dari anda. Silakan komentar EmoticonEmoticon