CHAPTER TWENTY SEVEN
Seohyun bergegas keluar dari gedung perkantoran tempat Yonghwa berkantor
dan setengah berlari menuju mobilnya yang terparkir. Pandangan matanya kabur
karena airmata yang mengenang di pelupuk matanya.
Dengan perasaan yang hancur lebur Seohyun menjalankan mobilnya keluar dari
halaman perkantoran tersebut. Air mata kini mengalir ke pipinya bagaikan
derasnya air sungai. Seohyun berusaha untuk tidak mengingat apa yang baru saja
di lihatnya di kantor Yonghwa. Demi Tuhan, terlambat sedikit saja Seohyun pasti
menemukan mereka sudah berciuman.
Seohyun memukul stir mobilnya berkali-kali sambil mengumpati dirinya
sendiri. Dia memang bodoh, sangat bodoh. Tidak seharusnya dia bisa masuk dalam
jeratan Yonghwa. Sekarang apa yang tersisa untuknya. Tidak ada.
Di remasnya amplop putih hasil tes dari rumah sakit yang tadinya ingin di
perlihatkannya kepada Yonghwa karena tak berani membicarakannya di telepon.
Seohyun memutuskan mendatangi Yonghwa di kantornya berharap Yonghwa masih ada
di kantornya dan tidak sedang menghadiri sidang.
Sejak pemeriksaan darah yang di lakukannya pagi ini, Seohyun menghabiskan
waktu dengan berkunjung ke rumah orang tuanya. Berbincang-bincang dengan ibunya
yang merasa heran dengan kedatangannya sepagi ini tapi tidak mengutarakan
keheranannya tersebut. Memasakkan sarapan yang enak untuknya dan sedikit banyak
membuat moodnya sedikit membaik dan siap menghadapi apapun hasil tes yang akan
di ambilnya jam satu siang nanti.
Jam dua belas Seohyun meninggalkan rumah orang tuanya. Berhenti sebentar di
sebuah mal kecil yang di laluinya sekedar membuang waktu yang masih sejam lagi.
Dan Seohyun mendapati dirinya sedang berdiri di depan toko peralatan bayi dan
anak. Memandangnya dari luar tapi tak berani untuk masuk ke dalam dan menyentuh
baju-baju mungil lucu yang bergantungan di rak.
Dan ketika akhirnya hasil tes mengatakan bahwa dia positif hamil, Seohyun
tidak tahu harus beraksi seperti apa. Dia hanya mengucapkan terima kasih saat
dokter tersebut mengucapkan selamat padanya dan meyalaminya saat berpamitan.
Lalu Seohyun memutuskan memberitahu Yonghwa perihal kehamilannya sehingga
dengan kecepatan diatas rata-rata Seohyun mengemudikan mobilnya ke arah gedung
perkantoran yang dulu pernah di datanginya saat mengantar Yonghwa. Dengan
perasaan berdebar-debar antara bahagia dan cemas, Seohyun melangkah keluar lift
dan berjalan memasuki kantor Yonghwa. Dan karena tidak melihat Sunny di meja
depan, Seohyun memutuskan langsung saja ke ruangan kantor Yonghwa dan
mengetuknya sekali sebelum membuka pintunya dan apa yang di lihatnya
betul-betul membuatnya terluka.
Seohyun mendengar klakson mobil yang berhenti di belakang, ternyata dia
terlalu lama merenung sehingga tidak menyadari bahwa lampu sudah berubah
menjadi hijau dan beberapa mobil di belakangnya sudah tak sabaran dan
membunyikan klaksonnya.
Seohyun menginjak gas dan kembali menjalankan mobilnya. Di hapusnya air
mata yang masih mengalir di pipinya. Sambil menarik napas panjang
berulang-ulang Seohyun menenangkan dirinya. Dia tidak boleh seperti ini. Dia
tahu dia akan bisa mengatasi semuanya sendiri. Dia tidak butuh pria brengsek
untuk mengaaukan hidupnya lebih jauh.
Seohyun akan menjaga anak ini sendiri dan Yonghwa boleh pergi dengan wanita
dengan dandanan yang sangat berlebihan itu dan menjauh dari hidupnya. Seohyun akan
meminta Ibunya untuk menelpon Ibu Yonghwa agar memberikan surat pernikahan
mereka yang di simpan olehnya. Seohyun akan bilang bahwa usaha mereka sia-sia
karena dia sama sekali tidak ingin pernikahan antara dirinya dan Yonghwa di
lanjut. Dia akan mengajukan perceraian secepat dia berhasil mendapatkan surat
nikah tersebut.
Kapan Seohyun akan belajar ? kaum lelaki mahluk yang paling mudah berubah,
mahluk yang tidak boleh di percaya. Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada
mengetahi kepercayaan yang kau berikan di khianati.
Beberapa jam kemudian Seohyun habiskan dengan hanya berkendara mengelilingi
kota tanpa tujuan. Dia tak ingin pulang ke rumah. Tidak saat dia merasa rumah
itu akan membuatnya kembali rapuh karena semua kenangan akan Yonghwa berawal
dari rumah tersebut. Mungkin sebaiknya dia menjual rumah itu kemudian membagi
hasil penjualannya dengan Yonghwa dan pindah ke apartemen.
♥ ♥ ♥
Tidak peduli seberapa cepatnya Yonghwa mengejar, Seohyun sudah tak di
temuinya bahkan mobilnya pun tak ada di tempat parkir. Dengan mengumpat Yonghwa
berjalan ke arah mobilnya. Melempar tas kerjanya lalu masuk ke dalam dan segera
menjalankan mobilnya.
Tidak dia tidak akan mengejar Seohyun. Seohyun pasti sedang marah saat ini
sedang labil dengan kejadian di ruangan kantornya tadi. Jadi Yonghwa memutuskan
kembali ke apartemennya. Menarik beberapa kopor besar dari ruang penyimpanan
lalu memasukkan semua bajunya ke dalam kopor-kopor tersebut. Sudah saatnya dia
memutuskan untuk tinggal dengan Seohyun. Seohyun adalah istrinya dan bukankah
seorang suami harus selalu bersama istrinya. Aneh rasanya mereka hidup terpisah
seperti sekarang ini.
Sekita dua jam kemudian, Yonghwa menarik kopor-kopor tersebut keluar dari
apartemennya dan setelah tiba di parkiran. Yonghwa segera membuka bagasi
mobilnya dan memasukkan kopor-kopor tersebut ke dalamnya. Lalu setelah itu dia
menjalankan kendaraannya menuju rumah Seohyun.
Dia tidak akan peduli bila Seohyun tidak mau membukakannya pintu. Dia akan
terus berdiri di teras sampai Seohyun membuka pintu untuknya tidak peduli
berapapun lamanya.
Seohyun belum pulang kerumah saat Yonghwa tiba di depan rumahnya. Yonghwa
merasa lega walaupun tetap terbersit rasa khawatir di mana gerangan istri
cantiknya itu sekarang. Yonghwa memarkirkan mbilnya ke tempat biasanya dia
memarkirkan mobilnya bila sedang di rumah Seohyun. Menarik tas kerjanya lalu
berjalan mengitari mobilnya membuka bagasi dan mengeluarkan dua koper besar
berisi pakaiannya. Yonghwa kemudian menarik kedua koper tersebut dan membuka
pintu pagar Seohyun. Meletakkan koper-koper tersebut di teras lalu dia
menduduki salah satu koper tersebut. Menunggu.
Seohyun datang beberapa jam kemudian saat hari telah berganti malam. Jam
tangan Yonghwa menunjukkan pukul tujuh malam. Di lihatnya Seohyun turun dari
mobil. Wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun melihat Yonghwa yang
menunggunya di teras rumahnya. Tapi dalam keremangan cahaya lampu jalan Yonghwa
masih bisa melihat sisa-sisa kesedihan di matanya. Hati Yonghwa terasa di tusuk
belati tajam.
Seohyun melangkah pelan menuju ke teras, membuka tasnya dan mengeluarkan
kunci pintu. Tidak menegur Yonghwa bahkan menghindari untuk bertemu mata dengan
Yonghwa. Seohyun membuka pintu lalu melangkah masuk dan walaupun dia tidak
mempersilahkan Yonghwa masuk tapi dia membiarkan pintu tetap terbuka.
Kalau Yonghwa sempat belajar dalam masa pernikahan mereka yang singkat.
Yonghwa menyadari bahwa wanita tidak pernah bisa di tebak. Yonghwa tidak percaya
bahwa dia tidak perlu membujuk Seohyun untuk mengizinkannnya masuk terutama
setelah apa yang terjadi.
Yonghwa mengangkat kedua kopernya masuk ke dalam rumah lalu menutup
pintunya. Seohyun sedang berada di dapur bersandar pada meja konter dengan gelas
berisi air putih ditangannya memandang Yonghwa dengan pandangan yang tak bisa
di jabarkan oleh Yonghwa.
“ Apa yang kau lakuan di sini ? “, tanya Seohyun dengan nada dingin.
“ Aku ada di sini karena kebetulan rumah ini adalah juga rumahku dan
istriku tinggal di sini “, jawab Yonghwa sambil berdiri mengangkang dan
menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya. Seperti menancapkan dirinya ke
lantai sehingga sekuat apapun Seohyun menariknya dan mengusirnya, Yonghwa tak
akan bergerak.
“ Kau boleh memiliki rumah ini, besok aku akan pindah ke apartemen “, ucap
Seohyun sambil meletakkan gelasnya dan berjalan melewati Yonghwa hendak naik ke
lantai atas. Tapi Yonghwa menahannya.
“ Apa maksudnya kau akan pindah ke apartemen ? “, Yonghwa menuntut
penjelasan.
“ Karena aku tak mau lagi tinggal di rumah ini “, jawab Seohyun kembali
dengan nada dingin yang bisa membuat siapapun gemetar tapi bukan Yonghwa.
“ Memangnya kenapa ? “.
“ Karena aku tak mau tinggal di rumah yang akan hanya membuatku teringat
semua kenangan yang saat ini ingin aku lupakan selama-lamanya “, nada suara
Seohyun terdengar bergetar menandakan kemarahannya yang ada di dalam hatinya. “
Dan tolong lepaskan tanganku ! “.
“ Tidak sebelum kau mendengarkan penjelasanku “, Yonghwa bersikeras.
Yonghwa harus menjelaskan semuanya kepada Seohyun atau dia terpaksa harus
kehilangan Seohyun untuk sesuatu yang bahkan bukan kesalahannya.
“ Tidak ada lagi yang harus di jelaskan. Aku sudah melihat semuanya dan itu
sudah cukup menjelaskan semuanya jadi kau tak perlu bersusah payah membuatku
mengerti “.
“ Tidak selamanya apa yang kau lihat dengan matamu adalah sesuatu yang
benar-benar terjadi. Kau terlalu cepat menyimpulkan “.
“ Jadi kau berharap aku akan berpikir apa ? bahwa apa yang aku lihat adalah
sebuah drama ? sayangnya aku tidak melihat ada kamera di dalam ruangan kerjamu
tadi “.
Yonghwa tahu tidak akan mudah.
Seohyun tidak akan membuatnya mudah. Seohyun yang keras kepala tidak akan
dengan mudah menerima apapun alasan yang akan di utarakannya. Yonghwa menarik
napas dan menenangkan dirinya.
“ kau ingat waktu aku bilang bahwa aku pernah di khianati ? “, tanya
Yonghwa. “ Wanita yang kau lihat tadi adalah orang yang telah mengkhianatiku
beberapa tahun yang lalu. Dia datang dan memintaku menjadi pengacaranya karena
dia berencana menceraikan suaminya yang kini telah miskin. Aku menolaknya dan
merekomendasikan beberapa pengacar yang bisa dia mintai tolong. Tapi dia
bersikeras memintaku untuk menjadi pengacaranya untuk alasan yang tidak masuk
akal “.
Yonghwa berhenti sejenak menanti reaksi Seohyun tapi Seohyun hanya terdiam
dan tak terlihat begitu tertarik untuk mengomentari perkataanya.
“ Katanya dia menginginkan perceraian karena dia merasa masih mencintaiku
dan menyesal telah meninggalkanku beberapa tahun yang lalu. Dia beranggapan aku
masih menunggunya dan akan kembali menerima dirinya. Tapi aku mengatakan bahwa
tak ada lagi perasaan yang tersisa untuknya. Dia tak menerimanya lalu aku
berdiri dan bermaksud membuka pintu dan mengusirnya keluar tapi dia memelukku
dari belakang. Mengatakan hal-hal yang menjijikkan. Demi Tuhan aku tidak tahu
mengapa dulu aku pernah mencintainya. Aku tetap menolak dan saat itu di menarik
jas ku dan hendak menciumku saat itulah kau membuka pintu dan melihat semuanya
“.
“ Sudah selesai ? “, tanya Seohyun tanpa menatap Yonghwa.
“ Aku mengatakan padanya bahwa aku sudah menikah dan memintanya untuk tidak
datang lagi menggangguku dan kehidupanku “.
“ Aku sudah mendengarkan semuanya, sekarang lepaskan tanganku “, pinta
Seohyun datar.
“ Aku tahu kau tidak akan percaya dengan kata-kataku, aku bisa mengerti itu
“.
“ Percaya ?! “, jerit Seohyun sambil menghentakkan tangannya hingga
terlepas dari pegangan tangan Yonghwa. Wajahnya memerah dan tatapannya
berapi-api. Kesabarannya sudah sampai di tingkat batas kemampuannya menahannya.
“ Kau memintaku percaya untuksemua yang kau ucapkan ? Apakah dengan aku
mempercayai semua kata-kata dan penjelasanmu maka aku akan dengan tangan
terbuka menerimanya ? Jung YongHwa betapa naifnya dirimu “.
“ Aku seharusnya tahu bahwa tak ada satu pria pun di dunia ini yang patut
untuk di percayai dan itu termasuk dirimu ! “.
Air mata mengalir membasahi wajah Seohyun. Yonghwa tak tahan melihatnya,
dia lalu maju dan memegang pundak Seohyun tapi Seohyun menyentakkan bahunya.
“ Jangan pernah lagi menyentuhku ! “, jerit Seohyun sambil melangkah undur
beberapa langkah. “ jangan pernah mencoba menyentuhku lagi ! “.
“ Seohyun sayang tolong dengarkan aku “, pinta Yonghwa.
“ Jangan panggil aku sayang ! “.
“ Tapi aku memang menyayangimu “.
“ Berhentilah berbohong Jung YongHwa ! Cukup, aku tidak akan percaya apapun
yang kau katakan “.
Yonghwa mengepalkan kedua tangannya. Bila dia tidak terlalu mencintai
Seohyun dan tak ingin kehilangan dirinya. Rasanya Yonghwa akan menyerah saja.
Tapi dia tidak bisa menyerah begitu saja.
“ Sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan kita, Seohyun ? “. Suara
Yonghwa teras tersendat di tenggorokannya. “ Aku menyayangimu, tapi kau tak
percaya. Bila itu saja tidak membuatmu percaya bagaimana jika aku mengatakan
aku mencintaimu “.
“ Berhentilah berbohong Yonghwa “.
“ Kau pikir aku berbohong ? “, ucap Yonghwa tak percaya. “ aku sudah jatuh
cinta padamu saat aku merasa cemburu melihatmu pulang bersama laki-laki lain.
Kau sudah membuatku gila dengan menghindariku selama berhari-hari. Tapi
kemudian kau membuka dirimu dan aku merasa bagaikan mendapat anugerah terbesar
dalam hidupku “.
“ Kau tak tahu betapa inginkan aku mengatakan betapa aku mencintaimu.
Setiap malam yang kita lalui bersama, saat kau tertidur aku akan membisikkan
bahwa aku mencintaimu. Kau pikir aku tidak tersiksa ? aku sangat tersiksa
mengetahui setiap hari rasa cinta yang kurasakan semakin besar “.
“ Tapi aku selalu mengingatkan diriku untuk bersabar hingga kau benar-benar
bisa mempercayai bahwa tidak semua pria itu brengsek, jahat, dan bejat. Aku
menahan diriku, mengingatkan diriku untuk tidak tergesa-gesa dan membuatmu
takut dan kembali menjauhiku. Aku tak sanggup lagi jauh darimu “.
Seohyun mundur beberapa langkah hingga punggungnya menyentuh lantai,
memeluk tubuhnya dengan kedua tangannya. Suara isakan keluar dari mulutnya.
Terlihat begitu rapuh.
“ Bersabarlah Yonghwa, Seohyun sedikit demi sedikit juga akan mencintaimu
dengan rela sama seperti dirimu. Aku terus mengatakan hal tersebut
berulang-ulang hingga menjadi mantra yang membuatku bertahan. Aku memuaskan
diriku dengan memandangmu, memelukmu, mencintaimu dalam diamku. Melihatmu
tertawa membuatku bahagia. Bahkan hal sekecil itupun membuatku merasa seperti
berada di atas awan. Bagaimana mungkin kau bisa mengatakan bahwa aku berbohong
“, kata Yonghwa suaranya menyiratkan perasaan hatinya yang terluka.
“ Setiap orang memiliki masa lalu
Seohyun. Aku belajar dari masa laluku dan aku berani untuk maju. Aku memang
selama ini tidak ingin terikat dengan perkawinan dan berkomitmen seumur hidup.
Tapi kau membuatku kembali percaya bahwa masih banyak hal baik yang akan
terjadi pada diriku termasuk bertemu dirimu. Semakin mengenalmu semakin aku
mengharapkan pernikahan kita bisa benar-benar menjadi sebuah pernikahan yang
normal seperti orang lain yang menikah karena saling mencintai dan berjanji
setia hingga akhir hayat di depan Tuhan. Itu yang aku mohonkan malam itu, kalau
kau ingin tahu kebenarannya. Aku meminta dirimu, aku meminta agar kau bisa
mencintaiku. Apakah permintaanku terlalu berlebihan ? “.
Seohyun tak berkata-kata. Mengatupkan kedua tangannya ke wajahnya, isak
tertahan keluar dari bibirnya yang bergetar.
“ Apakah kau ingin aku membuktikan
kata-kataku ? “, tanya Yonghwa membuat Seohyun menatapnya dengan tatapan tak
mengerti.
“ Memangnya pembuktian apa lagi yang kau miliki ? “, tanya Seohyun dengan
suara yang tercekat.
Yonghwa berjalan meraih tas kerjanya yang tadi di simpannya diatas sofa,
lalu di keluarkannya selembar kertas dari dalam tas tersebut.
“ Ini adalah surat pernikahan kita “, kata Yonghwa sambil menunjukkan
kertas tersebut ke arah Seohyun. “ Ibuku mengirimkan surat ini beberapa hari
yang lalu tapi aku tidak mengatakananya kepadamu karena aku takut kau akan
memintaku mengurus pembatalan pernikahan kita. Dan kalau kau tak juga
mempercayai betapa aku ingin pernikahan kita berhasil ... “.
Yonghwa berjalan ke arah dapur sambil masih terus memegang kertas tersebut
lalu dia menyalakan kompor dan membakar kertas tersebut hingga menjadi potongan
kertas berwarna hitam yang beterbangan jatuh ke lantai.
Seohyun tak bisa lagi menahan tangisnya, emosi sudah mengalahkannya.
Beranikah dirinya berharap ? Beranikah dia percaya akan semua kata-kata yang
telah di katakan Yonghwa. Apakah Yonghwa benar-benar mencintainya ? Harapan
adalah benda yang tampak rapuh di matanya, begitu lembut begitu mudah rusak.
Tapi beranikah Seohyun berharap ?
Seohyun tak pernah merasakan jatuh cinta, tapi Yonghwa dengan kesabarannya
membuatnya merasakan apa itu cinta dan melupakan kenangan hitam atas apa yang
menimpa sahabatnya. Benar kata Yonghwa setiap manusia mempunya masa lalu, hanya
bagaimana kita menaklukkan masa lalu tersebut dan melangkah maju.
Tapi apakah Seohyun benar-benar berani berharap ?
“ Aku tidak tertarik lagi dengan pernikahan kita yang seperti ini Seohyun.
Aku ingin selalu bisa memelukmu. Aku ingin saat kelelahan menerpaku, aku
mempunyai tempat untuk pulang dan bercerita apa saja. Caci makilah aku, tapi itulah kejujuran yang
aku miliki “, kata Yonghwa dengan suara datar.
Seohyun tahu dia sudah kalah. Dia sangat mencintai Yonghwa dan mengetahu
bahwa Yonghwa juga mencintainya bahkan lebih besar dari cintanya membuat air
mata Seohyun semakin deras mengalir. Di tutupnya bibirnya karena menyadari
mustahil dirinya bisa berkata-kata. Sebagai gantinya Seohyun mengulurkan
tangannya kepada Yonghwa sementara bahunya bergetar menahan emosinya.
Yonghwa bergerak dengan kecepatan cahaya, menarik tangan Seohyun yang
terulur dan menarik istrinya tersebut ke dalam pelukannya. Bibirnya dengan
cepat menemukan bibir Seohyun dan menciumnya dengan segenap perasaan yang
hangat dan melegakan. Ciuman yang lembut, ciuman yang hangat.
“ Aku berharap, semua pancaran emosimu adalah sama dengan yang kupikirkan
“, guman Yonghwa diantara ciumannya
“ Aku mencintaimu, Yonghwa “.
Kata-kata itu akhirnya keluar juga dari mulut Seohyun sesaat setelah
Yonghwa melepaskan ciumannya. Dan senyum cerah bagai matahari di musim panas
merekah di wajah Yonghwa. Lalu Yonghwa mengangkat Seohyun dan melangkah menaiki
tangga, membawa Seohyun ke kamar dan meletakkannya di atas ranjang.
Mereka kemudian bercinta dengan lembut tanpa terburu-buru dan setelah
selesai mereka saling berpelukan dan untu waktu yang lama keduanya tidak
mengucapkan kata-kata. Mereka tak butuh berkata-kata saat hati mereka yang
berbicara.
“ Aku mencintaimu Seojuhyun, selamanya “.
“ Aku tahu, maaf membuatmu harus menderita karena sikapku “. Seohyun
merebahkan dirinya di dada Yonghwa, menekankan telinganya mendengarkan detakan
jantung Yonghwa yang bagaikan nada termerdu yang pernah di dengarnya.
“ Ngomong-ngomong, dari pagi aku mencoba menghubungimu tapi ponselmu tidak
aktif. Kau lupa menchargernya ? “, tanya Yonghwa.
“ Aku sengaja mematikannya “, jawab Seohyun. Mungkin inilah saatnya
memberitahu Yonghwa bahwa dia hamil. “ Tadi aku ke rumah sakit “.
Yonghwa bergerak dan membalikkan tubuh Seohyun hingga menghadap dirinya.
Tangannya perlahan meraba kening Seohyun. Matanya terlihat khawatir. “ Apakah
kau sakit ? kau mungkin terlalu lelah “, katanya.
Seohyun menggeleng. “ Aku ke sana untuk memeriksakan sesuatu “.
“ Apa itu ? “.
Seohyun menghela napas. “ Belakangan ini aku sering merasa cepat letih
bahkan malas melakukan apapun, lalu aku sadar bahwa aku sudah terlambat
menstuasi hampir seminggu ini. Jadi aku kerumah sakit dan memeriksakan darahku
“.
Yonghwa terduduk lalu menatap Seohyun dengan tatapan mata yang menyirapkan
kebahagiannya yang berusaha di tahannya. Bibirnya membentuk garis tipis.
“ Dan apa hasilnya ? “, tanya Yonghwa dengan suara bergetar menahan emosi
yang tiba-tiba menyerang dirinya.
“ Aku hamil “, dan setelah mengatakan hal tersebut wajah Seohyun merona dan
tak berani menatap wajah suaminya.
Yonghwa tak bisa lagi menahan kebahagiannya. Dalam semalam dia merasa
mendapat kebahagiaan berlipat-lipat. Selama ini dalam keputusasaannya, dia
selalu berpikir bila dia tidak bisa membuat Seohyun mencintainya maka membuat
Seohyun hamil mungkin akan bisa menahannya untuk terus menjadi istrinya. Tapi
ternyata dia melakukan semuanya. Membuat Seohyun mencintainya dan juga membuat
Seohyun hamil. Pemikiran tersebut membuat Yonghwa tertawa lalu menarik Seohyun
ke dalam pelukannya. Lalu mencium istrinya dengan perasaan bahagia yang
meluap-luap.
“ Aku mencintaimu Seohyun “.
Tiba – tiba Seohyun mengingat satu hal lalu melepaskan pelukan Yonghwa dan
memegang cincin di jari manisnya.
Love is The Key. Apakah sekarang cincin ini akan
bisa dia keluarkan dari jarinya ?
Yonghwa pun jadi teringat dengan cincin yang selama ini terus menghias jari
manisnya. Di tatapnya Seohyun dengan pandangan yang sama dengan yang di rasakan
Seohyun. Yonghwa kemudian perlahan mengerakkan cincin tersebut.
Sebuah keajaiban yang tak bisa tidak di percayainya. Cincin yang selama ini
sudah berusaha di lepaskannya dengan segala yang bisa di lakukannya, bergerak
keluar dari jarinya dengan gampangnya. Demikian juga cincin di jari manis
Seohyun. Keduanya saling berpandangan dan tertawa bahagia.
“ Love is The Key “, bisik Seohyun. Memang hanya cintalah yang menjadi
kunci yang akan mengikat mereka selamanya.
Yonghwa meraih cincin yang ada di tangan Seohyun lalu dengan mengucapkan
betapa dia mencintai Seohyun dan berjanji akan terus mencintainya, menjaga
cinta mereka, menjaga Seohyun seumur hidupnya, Yonghwa menyelipkan cincin
tersebut ke jari manis Seohyun.
Seohyun tahu dirinya pasti kembali menangis. Tangisan bahagia. Lalu di
melakukan hal yang sama mengucapkan janjinya pada Yonghwa lalu menyelipkan
cincin di tangan Yonghwa ke jari manis suaminya tersebut.
Yonghwa menciumnya, lembut dan penuh rasa syukur atas semua yang telah terjadi
pada mereka berdua..
Semua yang diinginkannya ada di dalam pelukannya. Wanita yang di cintainya
dan juga anak mereka yang sedang bertumbuh di rahim istrinya. Dan Yonghwa tak
meminta lebih dia tahu dia sudah mendapat segalanya.
Keinginannya sudah menjadi nyata. Melebihi apa yang di pintanya di malam
itu.
Bertemu Seohyun, menikah tanpa mereka kehendaki adalah takdir yang sudah
tertulis untuk dirinya dan Seohyun, dan sejauh apapun mereka mencoba
menyangkalnya, semakin mereka tahu bahwa mereka tak bisa melawan takdir.
♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥
Chapter Twenty Six Epilog
1 komentar:
Write komentarHuwaa.. obat rinduku untuk yongseo,, dan obat lelahku dari tugas akhir... thanks kak zee.. muaaaaachhhh..
Replybtw, kangen kak zee juga.. :ng :ng
Plis, masukan dan saran kami harapkan dari anda. Silakan komentar EmoticonEmoticon