CHAPTER NINETEEN
Yonghwa menyilangkan kedua tangannya ke belakang kepala dan menatap langit-langit
kamar tidurnya. Belakangan ini dia merasa dirinya terkena imsomnia. Kepala
setiap malam terus di penuhi oleh rasa herannya akan sikap Seohyun yang seakan
menghindarinya bagaikan virus sakit yang sangat mematikan.
Seminggu sudah dan Yonghwa merasa hampa. Semua teleponnya tak diangkat,
pesannya tak di baca apalagi di balas. Setiap Yonghwa datang kerumahnya,
Seohyun tak ada. Sesekali pernah Yonghwa menunggu hingga jam dua subuh tapi
Seohyun tak juga pulang ke rumah. Kemana gerangan Seohyun ?
Yonghwa bingung apa yang salah ?
Yonghwa mengerang dan melirik jam digital kecil di samping ranjangnya.
Pukul 03 : 54 AM. Bersyukur bahwa
sekarang adalah hari minggu sehingga Yonghwa tidak perlu harus bangun untuk
bekerja dalam beberapa jam. Meskipun tidak ada apappun yang membuatnya berpikir
ia bisa tidur nyenyak malam ini.
Tak sabar dengan dirinya sendiri, Yonghwa bangkit berjalan ke ruang tamu
dan membuka pintu balkom kecil apartemennya dan memandang sebagian kota Seoul
yang sedang terlelap. Udara malam yang terasa menusuk menerpa kulitnya yang
hanya memakai kaos oblong dan celana piyama tipis membuat Yonghwa bergidik.
Yonghwa berharap dia bisa melihat rumah Seohyun dari balkom, tapi
sepertinya dia sedang mengharapkan sesuatu yang tak mungkin. Yonghwa menarik
napas dan menghembuskannya kuat-kuat.
Seminggu ini dia banyak menyortir nama-nama rekan-rekan sejawatnya yang
ingin di perkenalkannya dengan Seohyun. Semakin panjang daftarnya semakin
panjang pula alasan mengapa tak satupun nama yang di rulisnya dalam daftar
sesuai untuk Seohyun. Aneh, Yonghwa seakan mengetahui segala kejelekan semua
rekannya, karena ada saja alasan pembenaran yang dia dapatkan mengapa si A
tidak pantas untuk Seohyun dan mengapa si B terlalu beresiko untuk Seohyun.
Ada apa dengan dirinya ?
Yonghwa menghela napas, berjalan masuk dan menutup pintu dan kembali ke
kamarnya dan mendapati kehampaan.
Sialan Seohyun, ada apa sih denganmu ?
Yonghwa mengganti celana piyamanya dengan jeans demikian juga dengan kaos
oblongnya, meraih jaket, memasukkan ponsel dan dompetnya ke dalam kantong
celananya. Meraih kunci mobilnya dan berjalan keluar.
Dia butuh berkendara untuk menjernihkan segala keresahannya.
Setengah jam kemudian Yonghwa hanya berputar-putar tanpa arah sambil
menikmati sepinya jalan yang di laluinya, sesekali melihat beberapa petugas
kebersihan kota sudah mulai melakukan pekerjaan mereka membersihkan daun-daun
yang berguguran.
Bukankah seharusnya salju sudah turun ?
Atau musim dingin memutuskan untuk datang terlambat ?
Dan Yonghwa menghentikan mobilnya di depan apartemen Jonghyun. Menatap
sebentar ke bangunan apartemen tersebut lalu keluar dari mobilnya. Yonghwa
tidak peduli Jonghyun masih tidur atau tidak, Yonghwa butuh mencurahkan semua
kekesalannya kepada seseorang. Dan Jonghyun selalu menjadi orang yang tepat.
Dua kali setelah Yonghwa membunyikan bel terdengar bunyi kunci yang di
putar dari dalam dan wajah kusut Jonghyun yang baru bangun menyembul dari balik
pintu. Tanpa banyak bicara Jonghyun membuka pintunya lebih lebar mempersilahkan
Yonghwa untuk masuk.
Yonghwa masuk dan menghempaskan tubuhnya ke sofa empuk milik Jonghyun.
Menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sementara kedua kakinya di
goyangnyakannya dengan gelisah.
“ Ada apa hyung ? sepagi ini ? “, tanya Jonghyun sambil menepuk pundak
Yonghwa dan berjalan ke arah dapur mungil apartemennya menyalakan coffee maker
lalu membuka kulkas dan meraih sebotol air putih dan meneguknya.
Yonghwa tak menjawab hanya menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa hingga
kepalanya mendongak menatap langit-langit ruangan, pandangannya kosong.
Jonghyun meninggalkan Yonghwa sejenak dan masuk ke kamar mandi dan kembali
sekitar sepuluh menit kemudian dengan penampilan yang jauh lebih baik daripada
saat dia membuka pintu untuk Yonghwa. Berjalan ke dapur menuangkan kopi di dua
buah gelas dan membawanya mendekati Yonghwa, lalu meletakkan gelas kopi untuk
Yonghwa di meja sementara dia sendiri menyisip kopinya.
Yonghwa menegakkan tubuhnya meraih kopi diatas meja dan meneguknya beberapa
teguk.
“ Jonghyun, ada apa dengan diriku ? “.
Jonghyun menaikkan alisnya sebelah mendengar pertanyaan Yonghwa. “ Well
hyung, hanya kau yang tahu ada apa dengan dirimu “.
Yonghwa diam dan kembali meneguk kopinya.
“ Sebenarnya ada sih hyung ? Kau terlihat seperti orang yang tak tidur
selama tiga hari “, ucap Seohyun sambil menatap Yonghwa.
“ Seminggu tepatnya “, koreksi Yonghwa.
“ Wah, kau pasti sedang berada dalam masalah besar “, ucap Jonghyun
prihatin.
Yonghwa mengerang meletakkan gelas kopi yang masih di pegangnya dan
mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.
Jonghyun menatap Yonghwa. Terakhir kali dia melihat hyungnya seperti ini
adalah saat dia di khianati oleh Yoo Ra beberapa tahun yang lalu. Dia datang ke
apartemen Jonghyun sama seperti kali ini. Muka yang kusut, dan di bawah matanya
ada bayangan hitam yang menandakan dia tak bisa tidur.
Apakah masalahnya kali ini berhubungan dengan Seohyun ?
“ Apakah masalahmu berhubungan dengan Seohyun ? “, tanya Jonghyun
hati-hati.
“ Nenek sihir itu benar-benar brengsek ! “, ucap Yonghwa dengan nada
jengkel.
“ Memangnya apa yang di lakukannya sehingga kau begitu kesal dan marah ? “.
“ Nenek sihir itu sudah seminggu ini menghindariku “, guman Yonghwa kesal.
“ Dia tidak menjawab teleponku, tidak membalas pesan-pesan yang aku kirimkan “.
Jonghyun diam-diam tersenyum dalam hati. Hyungnya mendapat seseorang yang
bisa menandinginya kali ini, pikir Jonghyun.
“ Mengapa tak ke rumahnya ? “.
“ Sudah. Setiap hari malah, tapi sepertinya Seohyun tak pernah pulang ke
rumah itu “.
“ Sebenarnya apa yang terjadi antara kalian berdua ? “.
“ Aku tidak tahu ! “, kata Yonghwa marah sambil berdiri dan mulai berjalan
mondar mandir. “ Aku tidak tahu apa yang salah. Terakhir kami bertemu, kami
menghabiskan malam dengan menonton film di rumahnya, tak ada apa-apa hanya
bercakap-cakap, lalu aku pamit pulang dan sejak itu dia mulai menghindari aku
“.
“ Mungkin kau menyinggung perasaannya ? “, tanya Jonghyun. “ Kadang kita
tidak tahu kan kalau ada kata-kata kita yang menyinggung ? “.
Yonghwa mengerang dan kata-kata kasar meluncur dari mulutnya membuat
Jonghyun kaget. Baru kali ini dia mendengar Yonghwa berkata kasar seperti itu.
Seohyun betul-betul telah membuatnya seperti orang gila.
“ Tak ada yang salah. Aku hanya memeluknya dan mengecup keningnya, hal yang
biasa di lakukan dan aku tidak melihat Seohyun menolaknya. Jadi apa yang salah
!! “, kata Yonghwa setelah bisa mengatasi dirinya yang sedang jengkel.
“ Hyung, boleh aku bertanya satu hal ? “, tanya Jonghyun pelan terkesan
hati-hati sambil menatap Yonghwa lekat-lekat.
“ Bukankah sedari tadi kau hanya bertanya terus ? “, jawab Yonghwa.
Jonghyun meringis sambil mengusap belakang kepalanya.
“ Apakah kau mencintai Seohyun, hyung ? “.
Yonghwa terdiam. Apakah dia mencintai Seohyun ? pertanyaan Jonghyun bergema
di setiap rongga kepalanya. Mengetuk kesadarannya akan hal yang selama ini yang
coba di ingkarinya. Seohyun membangkitkan hal lama yang dulu dia pikir sudah
tak bisa lagi dia rasakan. Rasa sakit yang di tinggalkan Yoo Ra dengan
pengkhianatannya perlahan-lahan hilang. Yonghwa merasa terlahir menjadi pribadi
baru setiap kali bersama Seohyun. Tersenyum sendiri saat mengingatnya dan
sekarang dia uring-uringan karena Seohyun menghindarinya sementara dirinya tak
kuasa menahan keinginannya untuk menatap wajah Seohyun dan mendengar tawanya
atau sekedar melihat pipinya yang memerah karena marah padanya.
Jadi apakah dia jatuh cinta pada Seohyun ?
Melihat Yonghwa hanya terdiam, Jonghyun berucap, “ Kau sudah jatuh cinta
pada Seohyun dan berhentilah mengingkarinya hyung “.
Yonghwa menjatuhkan tubuhnya kembali ke sofa.
“ Aku akan mengutuk Yoo Ra seumur hidupku untuk apa yang telah di
lakukannya padamu. Kau berhak bahagia seperti dia ! Sialan hyung ! “, sahut
Jonghyun. “ Yoo Ra mungkin sudah membuatmu merasa tak guna lagi untuk jatuh
cinta, tapi kau tak bisa menolak cinta lain yang sedang mengetuk di pintu
hatimu “.
“ Ada yang bilang, ketika cinta mengetuk, izinkan dia masuk, kau tidak tahu
kebahagian apa yang akan di bawakannya untukmu “.
“ Kau mulai berfilsafat lagi, huh “, gusar Yonghwa.
“ Mungkin “, jawab Jonghyun singkat. “ Sekali ini jujurlah hyung, kau
mencintai Seohyun kan ? “.
“ Ya, aku memang jatuh cinta padanya “, akhirnya Yonghwa mengakui apa yang
selama ini di ingkarinya. “ Dan alangkah bodohnya aku menghabiskan seminggu
waktuku untuk mencarikan seseorang yang cocok dengan Seohyun “, umpatnya pada
dirinya sendiri.
“ Apa ? “, sahut Jonghyun kaget. “ Kau mencarikan apa untuk Seohyun ? “,
tanyanya seakan dia sedang mengalami gangguan pedengaran.
“ Seohyun bilang dia belum pernah jatuh cinta dan bodohnya aku malah
berpikir mengenalkannya dengan seseorang yang akan bisa mengajarkan bagaimana
rasanya jatuh cinta “.
“ Apakah kau menemukan orang yang tepat ? “, tanya Jonghyun penasaran.
Gila, kalau seandainya Yonghwa berhasil mendapat seseorang untuk di kenalkannya
dengan Seohyun dan berharap dia boisa mengajarkan arti cinta pada Seohyun.
“ Sialannya Tidak ! “, jawab Yonghwa sambil mengusak tengkuknya. “ Setiap
kali satu nama yang aku catat, maka aku akan menemukan seribu alasan mengapa
dia tidak cocok untuk Seohyun. Aku frustasi dan lebih frustasi lagi karena
sudah seminggu ini aku uring-uringan gara-gara Seohyun yang seakan menghilang
begitu saja “, Yonghwa kembali mengerang.
Jonghyun tersenyum dengan kehagiaan yang membuncah di hatinya. Ini adalah
kabar yang membahagiakan. Setelah sekian lama Yonghwa sibuk menjaga hatinya
untuk tidak jatuh cinta dan kembali merasakan sakit hati karenanya, sekarang
Yonghwa sudah kembali bisa jatuh cinta. Adakah kabar yang lebih baik ?
Jonghyun kembali meneguk kopinya, membiarkan Yonghwa menikmati apa yang
baru saja di sadarinya. Di bangunkan sepagi ini untuk mendengar bahwa hyungnya
jatuh cinta pada Seohyun benar-benar sangat setimpal.
Yonghwa merasa dunianya menjadi terang benderang. Mengakui bahwa dia
mencintai Seohyun membuatnya merasa mendapat pencerahan. Seohyun adalah takdir
yang tak bisa di hindarinya. Mengenal
Seohyun bukanlah sesuatu yang dia inginkan, mereka bertemu karena rasa
persahabatan yang mereka miliki sangat besar. Orang asing yang tiba-tiba masuk
ke dunianya dan membuatnya berantakan. Pernikahan yang salah, waktu yang salah.
Tapi apakah sebuah kesalahan tak bisa di perbaiki ? Tuhan menyatukan mereka
dalam sebuah pernikahan. Suka atau tidak suka. Kesalahan yang untuk pertama
kalinya Yonghwa syukuri sebagai berkah yang tak terhingga dari yang diatas.
Mengapa dia menolaknya ?
“ Masalahnya aku merasa, ada sesuatu yang di tutupi Seohyun “, kata Yonghwa
seakan berkata pada dirinya sendiri.
“ Setiap orang punya rahasia sendiri-sendiri “, ucap Jonghyun.
“ Mungkin karena selama ini kami tak pernah betul-betul terbuka satu sama
lain “ desah Yonghwa. “ Seohyun seakan menyembunyikan sesuatu, malam itu aku
bertanya padanya mengapa dia tidak mau berkomitmen, dia hanya terdiam dan aku
bisa melihat ada kabut di matanya. Aku tak tahu apakah dia pernah di sakiti,
tapi saat dia bilang dia tidak pernah jatuh cinta, aku tahu Seohyun jujur “.
“ Sebaiknya cari tahu “, saran Jonghyun dan Yonghwa melemparkan pandangan
penuh tanda tanya kepadanya. “ Mungkin kau bisa bertanya pada orang tuanya “,
kata Jonghyun sambil mengangkat bahunya.
“ Lagipula Seohyun tak akan menghindarimu jika dia merasa semuanya
baik-baik saja. Aku yakin, Seohyun juga mencintaimu dan itulah sebab mengapa
dia menghindarimu ‘.
Yonghwa menganggukkan kepalanya, merasa apa yang di katakan Jonghyun masuk
akal. Dan benar-benar berharap Seohyun juga mencintainya. Kalaupun tidak maka
Yonghwa akan membuatnya belajar untuk mencintainya.
Seohyun istrinya dan seorang istri harus mencintai suaminya dalam suka dan
duka, sakit dan sehat hingga maut memisahkan. Bukankah dia sudah berjanji hal
tersebut di hadapannya, hakim, saksi dan Tuhan ?
Seohyun harus menepati janjinya, tapi dengan rela. Dan untuk itu Yonghwa
akan berusaha meyakinkannya. Pasti !
♥ ♥ ♥
Sudah hampir tengah malam saat Seohyun berjalan masuk ke halaman rumahnya.
Beberapa hari dia sengaja selalu pulang menjelang tengah malam berharap dia
tidak harus berhadapan muka dengan Yonghwa bila tahu-tahu pria itu sudah
tiba-tiba muncul di hadapannya.
Bukankah Yonghwa selalu begitu ?
Seohyun menghela napas. Tubuhnya sangat letih demikian juga pikirannya.
Seminggu dia berusaha keras untuk menghindari Yonghwa. Mengacuhkan telepon dan
pesan-pesan yang di kirimkannya. Pulang tengah malam dan berharap langsung
tertidur tapi yang ada matanya hanya menerawang menatap langit-langit kamar
dengan pikiran yang entah melayang kemana.
Di bukanya tasnya untuk mengambil kunci rumah ketika sebuah suara tiba-tiba
membuatnya terkaget dan membalikkan badannya ke arah datangnya suara. Yonghwa.
“ Baru pulang ? “, tanya Yonghwa yang berdiri di depan pagarnya sambil
memasukkan kedua tangannya di saku jaketnya.
Seohyun tak menjawab dan berbalik membuka pintu. “ Maaf aku sangat letih
dan ingin istirahat. Selamat malam “, sahut Seohyun tanpa membalikkan badannya. Seminggu
ini sudah sangat berat baginya dan kehadiran Yonghwa yang tiba-tiba tidaklah
membantunya.
“ Selamat malam Seohyun, tidur yang nyenyak “, sahut Yonghwa sambil
berjalan ke arah mobilnya yang sengaja di parkirkannya agak jauh dari rumah
Seohyun.
Seohyun menutup pintu dan menyandarkan tubuhnya ke pintu. Seohyun tahu
cepat atau lambat dia akan bertemu Yonghwa. Sekeras apapun keinginannya untuk
menghindar, seohyun tahu tidak akan ada gunanya.
Seohyun menyalakan lampu dan sekejap ruangan menjadi terang benderang.
Seminggu ini Seohyun merasa sudah mentelantarkan rumahnya. Pergi ketika hari
masih sangat pagi dan kembali saat hari sudah akan berganti.
Seohyun menyeberangi ruangan menuju ke arah dapur dan membuka kulkas
mengambil air dan meneguknya. Dia belum makan tapi terlalu malas untuk sekedar
memasak ramen. Dengan malas Seohyun melangkahkan kakinya menaiki anak tangga
rumahnya setelah sebelumnya mematikan lampu di lantai bawah.
Menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur empuknya, Seohyun merenggangkan kedua
tangannya sambil menatap langit-langit kamarnya. Seohyun kemudian memejamkan
matanya dan sekejap membukanya kembali karena yang terbayang justru wajah
Yonghwa yang sedang menatapnya dengan pandangan yang tak dapat di artikannya.
Sialan Jung Yong Hwa, tidak bisakah kau membiarkan aku hidup dengan tenang.
Tidakkah kau lihat apa yang telah kau lakukan pada diriku. Seperti orang gila
yang berusaha lari dan bersembunyi seperti orang gila. Sebenarnya aku atau kau
yang tukang sihir ?
Terlalu malas untuk mengganti bajunya dan membersihkan tubuhnya, Seohyun
menarik selimut dan menutupi tubuhnya. Samar-samar di dengarkan suara ponselnya
yang bergetar di dalam tasnya. Malas, Seohyun mengacuhkannya.
Tapi ponselnya terus menerus berbunyi dan getarannya sangat mengganggunya.
Seohyun menyibak selimutnya dan meraih tasnya yang tadi di letakkan begitu saja
di lantai kamarnya dan mengambil ponselnya dari dalam tas.
Yonghwa.
Seohyun mengerang saat melihat siapa yang menelponnya lalu dia melemparkan
ponselnya ke sudut tempat tidurnya dan mengacuhkannya. Sialnya sepertinya
Yonghwa tidak akan berhenti menelponnya hingga dia menerimanya atau dia
mematikan ponselnya.
“ Sudah malam tak bisakah kau menelpon besok saja, aku sudah sangat letih
“, sahut Seohyun dengan nada ketus saat akhirnya memutuskan untuk menerima
telepon tersebut.
“ Kau pasti belum makan. Aku membelikan makanan untukmu dan aku menaruhnya
di depan pintu. Makanlah jangan sampai kau sakit “. Dan telepon terputus.
Seohyun menatap layar ponselnya. Ada rasa hangat yang tiba-tiba menjalar di
pipinya. Seohyun benci perhatian yang di tunjukkan Yonghwa tapi tak dapat
menahan rasa hangat yang tba-tiba memenuhi setiap rongga di dalam dadanya. Dan
Seohyun membencinya.
Apa pedulimu aku makan atau tidak, apa pedulimu aku sakit. Uruslah dirimu
sendiri dan jangan ganggu aku lagi, erang Seohyun sambil menghapus air matanya.
Tidak tahukah kau bagaimana menderitanya aku ? Aku membencimu Jung Yong Hwa !!
Berhentilah mengutuki dirimu sendiri Seohyun !
Untuk sesaat Seohyun terisak di tepi tempat tidurnya lalu membiarkan rasa
hangat di dalam hatinya mengambil alih logikanya.Sesaat Seohyun memutuskan
untuk mengacuhkan apapun itu yang di simpan Yonghwa di depan pintu rumahnya
tapi kemudian menyadari bahwa sejak kecil orang tuanya mengajarkan untuk
menghargai pemberian orang apalagi bila pemberian tersebut adalah berupa
makanan. Seohyun akhirnya melangkah turun dan membuka pintu rumahnya. Sebuah
bungkusan putih di letakkan tepat di depan rumahnya, Seohyun meraihnya dan
membawanya masuk ke dalam.
Yonghwa ternyata membelikannya makanan dari restoran China dan masih hangat
saat Seohyun menyentuhnya dan mengeluarkannya dari dalam kantongan putih
tersebut. Seohyun menatap makanan tersebut dan tahu bahwa dia sudah kalah.
Dia kalah oleh perasaanya yang berkhianat.
Setelah menyantap makanan tersebut dan membersihkan segalanya, Seohyun
kembali naik ke atas dan meraih ponselnya. Setidaknya dia harus mengucapkan
terima kasihnya, setelah menimbang beberapa saat , Seohyun menelpon Yonghwa dan
dalam deringan pertama telepon di seberang diangkat.
“ Terima kasih “, ucap Seohyun pelan dan bersiap memutuskan sambungan
teleponnya.
“ Aku merindukanmu, Seohyun “.
Dan kembali sambungan telepon terputus.
♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥
Chapter Eighteen Chapter Twenty
Plis, masukan dan saran kami harapkan dari anda. Silakan komentar EmoticonEmoticon