CHAPTER TWELVE
11 : 45 PM
Seohyun membaringkan tubuhnya yang letih ke kasur empuk tempat tidurnya.
Tubuhnya mungkin sangat kelelahan tapi hatinya sangat senang. Seohyun
mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan dengan tatapan puas. Kamarnya tidak
begitu besar tapi terasa begitu cozy dengan jendela yang menghadap ke jalan,
dia bisa menatap langit sambil tiduran. Sayangnya malam ini langit terlihat
mendung jadi Seohyun menutup tirai kamarnya.
Suara rintik hujan mulai terdengar dari luar jendela. Seohyun mengingat
lagi apakah dia telah mengunci pintu dan mengecek hal-hal lainnya. Dia tidak
mau sesuatu terjadi di saat dia terlelap. Kilasan cahaya petir di serta
gemuruh guntur membuat Seohyun menarik selimutnya lebih tinggi.
Hari ini semuanya berlalu dengan cepat. Yonghwa yang datang membantunya
beserta ketiga sahabatnya benar-benar meringankan pekerjaan Seohyun. Mereka
bolak-balik menggeser barang, mengangkat beberapa perabotan, turun naik tangga
dan tidak membiarkan Seohyun melakukan hal-hal yang berat. Walaupun sempat
kesal karena mereka selalu menyombongkan gender mereka dengan berkata ini pekerjaan buat laki-laki tapi Seohyun
enggan berkomentar dan lebih menyibukkan dirinya mengerjakan hal lain.
Sesekali dia sempat menangkap tatapan Yonghwa yang sedang menatapnya
diam-diam yang terkadang membuatnya merasa tidak nyaman. Segala sesuatu yang
berhubungan dengan Yonghwa selalu membuatnya tidak nyaman, sebagai istrinya
adalah hal yang paling tidak nyaman bagi Seohyun. Sesuatu dalam diri Yonghwa
membuatnya salah tingkah dan berbeda.
Seohyun membalikkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan, sudah tengah malam tapi
dia masih belum bisa terlelap. Mungkin karena ini pertama kalinya dia tidur di
rumah ini. Seharusnya tadi dia menerima tawaran ibunya untuk menemaninya malam
ini, desah Seohyun tapi bila dia membiarkan hal itu terjadi maka semalaman dia
akan terus di cecoki dengan perihal pernikahan, apa yang seharusnya seorang
istri lakukan dan sebagainya dan sebagainya.
Kebahagiaannya menempati rumah baru akan hilang
bila itu terjadi
Cahaya petir menerangi kamarnya yang temaram. Seohyun bergerak menyalakan
lampu kecil di samping tempat tidurnya dan bersandar ke sandaran ranjangnya.
Seohyun berusaha untuk tidak memikirkan Yonghwa tapi kepalanya tak bisa di ajak
kompromi. Kepalanya seakan di penuhi dengan Yonghwa.
Ada apa sih dengan laki-laki menyebalkan itu ?
Sebenarnya kalau mau jujur Yonghwa tidaklah terlalu semenyebalkan itu.
Sehari ini dia bisa melihat bagaimana kharisma seorang Yonghwa di mata
sahabat-sahabatnya. Ketiganya seakan begitu mengaguminya. Ketiganya melakukan
apapun yang Yonghwa katakan, bahkan saat Jungshin mengajaknya bercanda, Yonghwa
hanya cukup berkata ‘Jungshin chaeriyo”
dan Jungshin akan dengan senang hati menghentikan candaannya terhadap Seohyun dan
melakukan pekerjaan yang lain.
Pasti ada sesuatu di Yonghwa yang membuat mereka
bertiga begitu menghormatinya.
Yonghwa memiliki wajah yang tampan, Seohyun mengakuinya. Mungkin memang
benar dia adalah dambaan para wanita. Mungkin Seohyun harus cukup mengenalnya
untuk bisa melihat sisi mana dari Yonghwa yang membuatnya menjadi idaman para
wanita dewasa.
Tampannya ?
Pekerjaannya ?
Kemapanannya ?
Tapi yang Seohyun lihat Yonghwa adalah pria yang menyebalkan yang selalu hanya
ingin membuatnya kesal. Yonghwa selalu tahu bagaimana membuat kesabaran Seohyun
hilang berganti kemurkaan. Seohyun menikmati pertengkaran mereka. Setidaknya
saat mereka bertengkar dia tidak merasakan ketidaknyamanan di dekat Yonghwa
kecuali membunuh pria itu.
Faktanya mereka sudah menikah. Sudah hampir seminggu atau bahkan sudah lewat
seminggu, Seohyun tak ingin mengingatnya. Taeyeon, rekan dosennya mengatakan
dia sangat beruntung bisa menjadi istri seorang Jung Yong Hwa. Bahkan
sekarangpun dia sudah di panggil dengan sapaan Nyonya Seohyun oleh beberapa
rekan dan staf kampus. Tapi Seohyun belum bisa melihat apa sih dalam diri
Yonghwa yang membuatnya menjadi orang paling beruntung karena berhasil
menikahinya.
Seandainya mereka tahu Seohyun tak pernah berniat
atau memimpikan menjadi istri seorang Jung Yong Hwa.
Tapi Yonghwalah yang menyakinkan Seohyun untuk menerima pemberian rumah
dari kedua ibu mereka. Katanya dengan begitu Seohyun tidak perlu memikirkan
sewa apartemen dan bisa mengalihkan uang sewanya untuk sesuatu yang lebih baik.
Dan yang pasti karena Yonghwa berhasil membuatnya percaya bahwa dia tidak
pernah berniat untuk tinggal serumah dengan Seohyun.
Dia pikir aku juga ingin serumah dengannya ?
Tiba-tiba Seohyun merasa haus. Aigo, bahkan dengan memikirkannya saja sudah
membuatnya kehausan. Seohyun menggeleng-gelengkan kepalanya lalu turun dari
ranjang dan bergerak membuka pintu kamarnya, turun ke lantai bawah langsung
menuju dapur.
Jam sudah menunjukkan 12 : 25 AM. Seohyun membuka kulkas dan menarik sekotak
susu dari dalam kulkas lalu meraih gelas dan menuangkan susu dan meneguknya
hingga setengah. Di luar hujan mulai deras. Suara titik hujan merembes masuk
melalui celah ventilasi pintu. Seohyun memasukkan kotak susu kembali ke dalam
kulkas dan mengambil sebotol air putih. Di angkatnya gelas susunya yang masih
tersisa lalu berjalan menaiki tangga.
Seohyun meletakkan botol air mineral dan gelas yang di pegangnya ke meja
lalu meraih remote TV dan menjatuhkan dirinya ke sofa. Beberapa menit kemudian
di habiskannya dengan memindahkan chanel TV namun tak ada yang menarik hati,
tapi Seohyun memutuskan untuk menonton News Channel. Menikmati berita lebih
menyenangkan daripada menikmati drama yang kadang membuatnya mengernyit tak
mengerti saat berusaha menontonnya.
Kembali suara gelegar petir terdengar dan Seohyun berdiri lalu menyibak gorden
dan menatap keluar jendela. Diluar begitu sepi sementara hujan kian deras
dengan sesekali petir dan kilat yang menyambar. Bukan malam yang indah. Di
tutupnya gorden dan kembali duduk di sofa mencoba menyimak berita yang sedang
di tayangkan di televisi.
Seohyun tiba-tiba merasa mendengar sesuatu. Bukan suara hujan ataupun
petir. Suara itu berasal dari dalam rumahnya. Di tegakkannya badannya dan
mencoba berkonsentrasi penuh pada pendengarannya. Suara tersebut tidak berasal
dari lantai bawah, Seohyun menyimpulkan.
Perlahan Seohyun bangkit dari sofa dan mulai memeriksa sekelilingnya dengan
pandangan yang mencari-cari, masuk ke dalam kamarnya, Seohyun mengambil
ponselnya lalu kembali berjalan keluar masih dengan mata yang mencari-cari dan
telinga yang mencoba menangkap dengan lebih jelas suara tersebut.
Langkah Seohyun terhenti tepat di depan kamar mandi dan saat dia membuka
pintunya sekelebat bayangan terbang tepat di atas kepalanya, Seohyun berbalik
dan seketika dia menjerit...................
♥ ♥ ♥
Yonghwa baru saja selesai mandi. Badannya terasa lengket dan gerah.
Walaupun di luar hujan turun cukup deras tapi setelah seharian membantu Seohyun
pindah rumah, Yonghwa butuh berendam di air hangat untuk meredakan ototnya yang
letih sambil mendengarkan musik yang menenangkan.
Yonghwa meraih kaos oblong putih dan celana piyama memakainya setelah
melemparkan handuk basah yang di gunakannya ke kursi yang ada di kamarnya.
Yonghwa mematikan lampu dan merebahkan tubuhnya ke ranjang dan menarik
selimutnya setinggi dagu bersiap untuk tidur. Dia sudah sangat mengantuk.
Belum lima menit Yonghwa memejamkan matanya ponsel yang selalu di simpannya
di meja nakas samping tempat tidurnya berdering kencang memecah kesunyian dalam
kamarnya. Yonghwa mengerang dan mencoba mengacuhkan panggilan tersebut dengan
menarik bantal dan menutupi kepalanya. Kalau itu dari Ibunya, Yonghwa akan
lebih memilih melanjutkan tidurnya.
Tapi deringan ponselnya tidak berhenti, sambil masih menutup kepalanya
dengan bantal, tangannya meraba-raba untuk mengambil ponselnya bersiap
mematikan ketika di lihatnya ada tulisan ‘Nenek Shir’ di layar ponselnya.
Ada apa Seohyun menelponnya semalam ini ? Bila
hanya hendak mengucapkan terima kasih bukankah besok juga masih bisa ?
“ Tidak bisakah kau berterima kasih besok saja ? “, tanya Yonghwa sambil
menguap tapi bukan jawaban yang di dengarnya dari seberang tapi jeritan panjang
Seohyun membuat Yonghwa menjauhkan ponselnya dari telinganya dan sontak terduduk.
Bila nenek sihir itu ingin mengerjainya selarut ini, dia betul-betul tidak
mempunyai rasa terima kasih maki Yonghwa dalam hati.
“ Apakah kau sedang memantraiku dengan jeritan itu ? lakukan saja lain kali
! “. Dan Yonghwa langsung menutup panggilan ponselnya sambil menggerutu. Dasar
nenek sihir !!
Yonghwa mematikan ponselnya dan menyimpannya dalam laci meja nakasnya.
Kembali membaringkan dirinya dan memejamkan mata. Tapi kemudian Yonghwa membuka
matanya dengan kening yang berkerut. Bagaimana kalau Seohyun menjerit karena
ketakutan ? Apakah dia sedang dalam bahaya ?
Pemikiran tersebut membuat Yonghwa terduduk dan buru-buru membuka laci dan
mengeluarkan ponsel yang tadi di simpannya, menunggu beberapa saat sampai
ponselnya benar-benar aktif lalu mencoba menghubungi Seohyun, sekali dua kali dia mencoba menghubunginya tapi
teleponnya tak diangkat. Perasaan khawatir tiba-tiba merasuki pikiran Yonghwa.
Apakah telah terjadi sesuatu di rumah itu ??
Bukankah diluar sedang hujan deras dan Yonghwa tahu dengan pasti kalau saat
ini Seohyun sedang sendiri di sana. Apakah rumah Seohyun kemasukan pencuri ?
Atau ternyata tetangganya ada yang maniak dan psycho dan mencoba menerobos
masuk ke dalam rumahnya ? Yonghwa tergidik memikirkannya.
Yonghwa turun dari ranjangnya dengan tergesa-gesa, meraih jaket dan kunci
mobilnya lalu melesat keluar dari kamar. Setelah memastikan mengunci
apartemennya Yonghwa berlari ke arah lift dan menunggu dengan tidak sabar
hingga pintu lift terbuka.
♥ ♥ ♥
Butuh waktu sekitar 20 menit saat Yonghwa tiba di depan rumah Seohyun.
Pintu di lantai bawa tertutup rapat tapi lantai atas terlihat terang benderang
begitupun lampu kamar Seohyun. Setelah meraih payung di bawah jok mobilnya,
Yonghwa membuka pintu mobilnya membuka payung untuk melindunginya dari hujan
dan menutup pintu mobilnya dan berlari kecil menuju rumah Seohyun, membuka
pagar dengan kecepatan diatas rata-rata Yonghwa lalu menutupnya kembali dan
berlari ke arah teras. Di ketuknya pintu rumah Seohyun beberapa kali dengan
sekeras-kerasnya sambil memanggil nama Seohyun sekeras-kerasnya untuk
mengimbangi suara derasnya hujan. Tapi pintu tak jua di buka oleh Seohyun.
Apakah dia pingsan ??
Yonghwa berjalan keluar jendela dan menengok ke teras atas. Kalau dia harus
memanjat itu terlalu beresiko, pikir Yonghwa. Bagaimanapun dia harus tetap
memikirkan keselamatannya, dan memanjat naik ke balkom itu bukanlah sesuatu
yang tidak beresiko apalagi air hujan tentu membuat pagar balkom licin dan dia
bisa saja jatuh.
Mendobrak pintu ?
Menelpon Polisi ?
Tapi akhirnya setelah memikirkan banyak opsi Yonghwa meraih sebuah batu
kecil dan melempar jendela yang ada di balkom tersebut hingga beberapa kali
sambil terus memanggil nama Seohyun setidaknya itu lebih baik dari mendobrak
pintu ataupun menelpon Polisi. Toh dia sendiri tidak tahu bagaimana keadaan
Seohyun dan memanggil Polisi pasti akan membangunkan tetangga Seohyun.
Well, sekali lagi kali ini dengan sekuat tenaga Yonghwa kembali melempar
jendela tersebut dengan batu yang lebih besar tidak peduli bila akhirnya batu
tersebut akan membuat jendela tersebut menjadi retak atau bahkan pecah
♥ ♥ ♥
Seohyun samar-samar mendengar suara memanggil namanya di sertai gedoran di
pintu rumahnya. Tapi kemudian dia tidak mendengar suara apa-apa lagi selain
bunyi hujan. Tiba-tiba telinganya menangkap suara dari jendela balkom beberapa
kali dan kembali dia mendengar suara seseorang memanggilnya. Tapi Seohyun tak
bisa bergerak.
Kakinya terasa kaku, Seohyun hanya terduduk sambil melipat kakinya di sudut
sofa sambil memegang sapu lantai di tangannya. Seohyun benar-benar merasa takut
bahkan untuk bergerak hingga sebuah suara yang cukup besar menghantam kaca
jendelanya serta suara seseorang yang masih juga berteriak memanggil namanya.
Yonghwa ?
Yonghwa ada di sini ?
Seohyun tak memikirkan apa-apa lagi dan lari sekuat tenaga sambil memegang
sapu turun ke lantai bawah dengan perasaan yang tak bisa dia jabarkan, senang,
lega seperti keluar dari sumur yang dalam.
Dengan tergesa-gesa Seohyun membuka pintu dan mendapati Yonghwa yang
sudah siap untuk kembali melempar sebuah batu.
“ Yonghwa ! “, teriak Seohyun membuat Yonghwa membuang batu yang di
tangannya lalu buru-buru berjalan kembali ke teras, membuang payungnya ke
lantai lalu memegang kedua pundak Seohyun.
“ Gwenchanayo ? “, tanyanya sambil memandang Seohyun dari atas ke bawah.
Seohyun yang tidak siap dengan reaksi yang di tunjukkan Yonghwa hanya
menganggukkan kepalanya sambil tersenyum kecut dengan dada yang tiba-tiba
berdebar lalu menarik Yonghwa masuk dan menutup pintu.
“ Apa yang kau lakukan di sini ? “, tanya Seohyun setelah menguasai
dirinya.
“ Kau menelponku sambil menjerit memangnya ada apa ? “, Yonghwa balik
bertanya dengan sedikit heran sambil memandang ke sekeliling rumah, tak ada
barang yang berantakan semuanya masih tertata rapi sama seperti ketika dia dan
yang lainnya meninggalkan rumah tersebut beberapa jam yang lalu.
“ Menelponmu ? “.
“ Dan buat apa sapu itu ? “, tanya Yonghwa lagi sambil menunjuk sapu yang
masih di pegang Seohyun. “ Apakah ada pencuri yang masuk ? “.
Jadi tanpa sadar tadi Seohyun
menekan nomor telepon Yonghwa dan hanya dengan mendengarnya menjerit pria
menyebalkan itu langsung datang ke rumahnya seperti ksatria berbaju baja yang
siap menyelamatkan dirinya ? Tapi Yonghwa hanya mengenakan jaket yang terlihat
basah di beberapa tempat dan kaos oblong di baliknya serta piyama bergaris-garis
putih biru dengan rambut yang acak-acakan.
Apakah tadi dia sedang tidur saat menerima
teleponnya ?
Yonghwa menggoyang-goyangkan tangannya di depan wajah Seohyun setelah lama
terdiam dan tidak menjawab pertanyaannya. Seohyun terhentak dan tersadar dari pikirannya
yang sepertinya melayang entah kemana.
“ Iya ? “, tanya Seohyun sambil menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba
mengembalikan pikirannya.
“ Aku bertanya mengapa kau menelpon sambil menjerit-jerit semalam ini dan
buat apa kau memegang sapu itu ? “,
tanya Yonghwa lagi sambil menatap Seohyun.
“ Diatas ada................. “, tunjuk Seohyun.
Dan sebelum mendengar Seohyun melanjutkan kata-katanya Yonghwa melesat naik
ke lantai atas dengan berlari. Seohyun melongo sesaat tapi langsung mengikuti
Yonghwa naik ke atas. Di ujung tangga atas Seohyun menahan dirinya sambil
memegang sapu di tangannya dengan erat-erat seakan siap memukul siapa saja yang
tiba-tiba muncul di hadapannya.
Lantai atas sedikit berantakan, ada gelas berisi susu yang tumpah di meja hingga ke lantai, botol air mineral yang pasrah
tergeletak di lantai, meja sedikit bergeser sementara TV masih juga menyiarkan
berita malam, beberapa buku berserakan di lantai seperti di lemparkan secara
acak selebihnya semuanya baik-baik saja.
Yonghwa berbalik ke arah Seohyun menggerakkan kedua tangannya meminta
penjelasan kepada Seohyun yang tampak sangat tegang memegang sapu di tangannya
sementara matanya terlihat waspada menatap sekeliling.
Seohyun melangkah perlahan mendekati Yonghwa masih dengan sikap waspada
sambil mengerakkan sapu ke kiri dan ke kanan membuat Yonghwa tersenyum geli
melihat kelakuannya itu.
“ Sebenarnya ada apa sih ? “.
“ Shhhusshhhh “, sahut Seohyun pelan sambil menempelkan telunjukkan ke
bibirnya lalu dengan sekali lompatan sudah berada diatas sofa.
“ Tikus ? “, Yonghwa mencoba menebak Seohyun menggeleng.
“ Hantu ? “. Seohyun mendelik. “ Jadi ada apa ? “.
“ Kamar mandi “, sahut Seohyun sambil menunjuk ke arah kamar mandi yang
pintunya tertutup rapat.
Yonghwa lalu melangkah ke arah kamar mandi sementara Seohyun mengawasinya
dengan pandangan yang tak lepas, waspada dan ketakutan. Yonghwa berhenti di
depan kamar mandi berbalik kearah Seohyun dan menujuk ke arah kamar mandi ,
Seohyun mengangguk. Yonghwa lalu perlahan memegang knop pintu saat Seohyun
berteriak melarangnya membuka pintu kamar mandi. Tapi Yonghwa tidak peduli dan
membuka pintu kamar mandi lebar-lebar saat itulah seekor kecoa terbang keluar
kamar mandi dan hinggap tepat di samping Seohyun.
Seohyun menjerit melompat turun dari sofa dan berlari ke arah Yonghwa
melompat ke dalam pelukan Yonghwa sambil masih terus menjerit-jerit sementara
Yonghwa tertawa terbahak-bahak sambil menggendongnya.
♥ ♥ ♥
Yonghwa tidak pernah menyangka reaksi Seohyun terhadap kecoa sehisteris
itu. Dan sekarang si nenek sihir berada dalam gendongannya sambil
menjerit-jerit seperti anak kecil yang ketakutan membuatnya berusaha sekuat
tenaga menahan diri untuk tidak terjatuh.
“ Seojuhyun ahh “, ucap Yonghwa sambil berusaha menghentikan tawanya. “ Itu
hanya seekor kecoa ! “.
“ Hanya ?! “, jerit Seohyun.
“ Hanya kecoa “.
“ Aku benci kecoa !!! Selain mahluk berjenis kelamin pria, kecoa adalah
salah satu mahluk yang paling menyebalkan sekaligus menakutkan “, kata Seohyun
sambil tetap mendekap Yonghwa yang menggendongnya menjaga dirinya agar tidak
jatuh.
Yonghwa kembali tertawa terbahak – bahak tepat saat itu seekor kecoa
kembali terbang dari arah kamar mandi dan kembali membuat Seohyun menjerit dan
mengeratkan pelukannya tangannya di leher Yonghwa.
Yonghwa berjalan ke arah sofa dan
menurunkan Seohyun ke sofa tersebut. Masih dengan perasaan yang takut Seohyun
turun dari gendongan Yonghwa dan meraih sapu yang tadi di lemparkannya ketika
dia melompat.
“ Apakah kau punya penyemprot hama ? “, tanya Yonghwa. Seohyun
menganggukkan kepalanya.
“ Ada di lantai bawah di lemari dapur “, jawab Seohyun.
“ Aku akan mengambilnya, kau tunggu di sini “, kata Yonghwa. Seohyun
menggelengkan kepalanya.
“ Aku ikut. Aku benci kecoa apalagi yang sedang terbang. Mereka itu mahluk
yang bodoh dalam hal navigasi dan suka mendarat sesuka hati “.
Yonghwa tertawa lalu meraih tangan Seohyun dan menariknya turun lalu
berjalan ke arah tangga sambil masih tetap memegang tangan Seohyun. Sampai di
tangga Seohyun melepaskan tangannya dan melesat turun ke bawah mendahului
Yonghwa yang menggeleng melihat tingkah lakunya.
Setelah mengambil botol penyemprot serangga, Yonghwa kembali ke lantai atas
sementara Seohyun lebih memilih menunggu di bawah. Yonghwa kemudian mulai
menyemprotkan anti serangga tersebut ke beberapa sudut ruangan, kamar Seohyun,
di bawah sofa serta kamar mandi dan mendapati salah satu lubang angin di kamar
mandi terbuka. Setelah menutup lubang tersebut sekali lagi Yonghwa
menyemprotkan semprotan tersebut dan setelah memastikan semua kecoanya sudah
merenggang nyawa tergelepar tak berdaya di lantai, dia lalu turun ke bawah.
“ Apakah semuanya sudah mati ? “, tanya Seohyun saat melihat Yonghwa turun.
Yonghwa mengangguk lalu mengembalikan semprotan tersebut kembali ke lemari
penyimpanan dan mencuci tangannya di wastafel.
“ Apakah kau yakin semuanya sudah mati ? “, tanya Seohyun lagi.
“ Well setidaknya begitulah yang aku lihat, kira-kira ada 5 ekor kecoa yang
sedang meregang nyawa diatas, kau bisa naik dan memastikan apakah kelimanya
adalah tersangka yang membuatmu ketakutan “, jawab Yonghwa sambil tersenyum
dengan sedikit bercanda.
“ Dari mana sih mahluk-mahluk menjijikkan itu datang ? “ ucap Seohyun
dengan nada kesal. Sepertinya si nenek sihir sudah kembali merasuki Seohyun.
“ Lubang angin di kamar mandi terbuka, mungkin kau lupa menutupnya. Hujan
deras seperti ini membuat gorong-gorong tempat tinggal mereka penuh air,
mungkin itulah mengapa mereka masuk ke dalam rumah. Sebaiknya besok kau panggil
petugas pembasmi serangga dan pastikan tak ada lubang angin yang terbuka atau
kau bisa memasang rang halus di setiap lubang yang ada “.
Seonhyun menganggukkan kepalanya kedua tangannya di dekapnya di depan
dadanya. Setelah masa-masa histeris lewat kini Yonghwa dapat dengan leluasa
memandangi Seohyun. Istri dadakannya itu memakai baju tidur yang jauh dari
seksi, sepasang piyama lebih tepatnya, rambutnya di ikat menggelung agak
keatas, wajahnya tanpa make up tapi tetap menarik dan tak ada kacamata yang
membingkai mata indahnya.
Kalau di pikir-pikir si nenek sihir ini cukup lumayan juga. Yonghwa tersenyum
sambil memukul kepalanya membuat Seohyun yang sedang menatapnya menautkan kedua
keningnya.
“ Ada yang lucu ? “, tanya Seohyun.
“ Huh “, jawab Yonghwa sambil menggeleng, tengsin juga ketahuan sedang
memikirkan sesuatu.
“ Kopi ? “, tawar Seohyun tapi Yonghwa menolak.
“ Aku butuh tidur, kopi jam segini akan membuatku melek hingga pagi “.
“ Well, setidaknya aku sudah
menawarkan minum, jangan sampai kau berpikiran aku tuan rumah yang payah “.
Yonghwa tersenyum dan menengok ke arah jam dinding, 01 : 42 AM. Sudah
sangat larut dan sebaiknya dia segera pulang. Di luar hujan sepertinya sudah
mulai reda. Bersyukur bahwa besok dia jadwalnya setelah makan siang, jadi dia
masih bisa menikmati tidur dan bangun kesiangan tanpa merasa bersalah.
“ Sebaiknya aku pulang, apakah kau bisa membereskan semuanya sendiri ? “,
tanya Yonghwa sambil memasukkan kedua tangannya ke saku jaketnya. Seohyun
mengangguk.
“ Aku akan membersihkannya besok, aku butuh tidur setelah apa yang terjadi “,
kata Seohyun sambil melangkah mengikuti Yonghwa yang sudah lebih dulu berjalan
ke arah pintu.
“ Baguslah kalau begitu. Aku pulang
dulu “, pamit Yonghwa sambil melangkah keluar dan meraih payung yang tadi
diletakkannya sembarangan di teras.
“ Ehhh, terima kasih “, ucap Seohyun pelan. “ Aku sebenarnya tidak
bermaksud menelponmu tapi aku sangat berterima kasih kau mau repot-repot datang
kemari. Aku sangat menghargainya “.
“ Sudahlah, aku hanya tak ingin di marahi oleh ibuku bila terjadi sesuatu
pada istriku “, kata Yonghwa sambil mengisyaratkan tanda kutip dengan jarinya
sangat menyebut kata istriku. “ Ibuku akan menceramahiku sepanjang waktu dan
dia tidak akan berhenti mengatakan bahwa seharusnya kita tinggal bersama
sehingga kita bisa saling menjaga dan sebagainya dan sebagainya sehingga aku
akhirnya harus mengepak koper dan segera pindah ke mari padahal itu mungkin hal terakhir yang aku inginkan dalam hidupku “.
Seohyun menyimpulkan segaris senyum di bibirnya. Yonghwa benar-benar tahu
bagaimana mengusik dirinya, pikir Seohyun.
“ Masuklah, diluar sini sangat dingin, dan jangan lupa kunci pintu
rapat-rapat dan jangan menelponku lagi. Aku mengantuk “.
Seohyun mengangguk “ Hati-hati di jalan “.
Untuk beberapa saat keduanya hanya terdiam berdiri tak tahu harus berbuat apa hanya saling
berpandangan. Sedikit merasa jengah, Seohyun
beranjak masuk dan memegang tepi pintu untuk mengusir rasa kikuk yang tiba-tiba
datang.
“ By the way Seojuhyun “, sebuah senyum usil mengembang di bibir Yonghwa
membuat Seohyun waspada. “ Untuk seorang wanita yang selalu mengagungkan
kemandirian dan penganut feminisme sejati, seharusnya kau tidak bertingkah seperti
anak umur 3 tahun yang menjerit-jerit ketakutan hanya karena seekor kecoa yang
bahkan lebih kecil dari jempolku. Ingat umurmu sudah 28 tahun “.
Dan pintu seketika itu juga di banting dengan keras...............
♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥
Chapter Eleven Chapter Thirteen
4 komentar
Write komentarAh...eonni pintar bgt sih bkin aku senyum2 sendiri,,, yongseo bkin gemes di episode ini,,,eonni chapter slanjutx jgn lama2 ya,,hehehe
ReplyInsya Allah kalo ga sibuk2 amat hehehe
ReplyEonni.. next chapt dong.. hiks.hiks
Replymasih proggress heheheh
ReplyPlis, masukan dan saran kami harapkan dari anda. Silakan komentar EmoticonEmoticon