CHAPTER ONE
“ Ayolah Seohyun, kita kan sudah merencanakan liburan ini beberapa bulan
yang lalu “, protes Hyoyeon sambil menatap Seohyun dengan tatapan tak percaya.
Seohyun menghentikan gerakan tangannya yang sibuk mengadoni tepung yang
berantakan di seputar dapur. Ada ekspresi putus asa di wajahnya yang cantik
namun belepotan tepung di sana sini.
“ Dan berhentilah menyiksa dirimu dengan semua ini “, kata Hyo lagi sambil
menunjuk semua kekacauan yang di akibatkan Seohyun. “ Sebenarnya apa sih yang
sedang kau lakukan ? “.
Seohyun menghela napas sambil mengelap keningnya yang hanya kembali
menyisakan tepung di sana. “ Aku sedang berusaha membuat biskuit coklat “,
jawab Seohyun sambil menunjukkan buku resep yang sudah kusut dan penuh dengan
tepung.
“ Biskuit coklat ? “, Hyoyeon seakan tak percaya dengan yang di dengarnya. “
Katakan siapa yang akan kau bunuh dengan biskuit itu ? “, tanyanya dengan alis
berkerut tapi ada kerlingan menggoda di sudut matanya.
Seohyun mendelik. “ Aku tahu aku tidak bisa memasak ataupun memanggang kue,
tapi setidaknya aku sedang berusaha “, gerutu Seohyun sambil mencengkeram
segenggam tepung dan melemparkannya ke arah Hyoyeon yang segera dengan gesit
menghindar.
“ Yah !! tidak cukupkah dapur ini kau kotori dan kau pun ingin mengotoriku
? “, jerit Hyo sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding yang berada di radius tiga
meter dari Seohyun, berusaha menyelamatkan dirinya. Seohyun tersenyum kecut
melihat tingkah sahabatnya tersebut. “ Lagipula percuma kau berusaha, lupakan
saja. Kembalilah ke Seohyun yang praktis, yang aku kenal, yang akan langsung
mengambil inisiatif untuk ke supermarket untuk membeli biskuit coklat yang
sudah melewati uji coba dan aman untuk di konsumsi oleh manusia “.
Seohyun mengerang menyadari betapa benarnya apa yang di katakan Hyo. Akan
lebih mudah baginya jika saat ini dia pergi berbelanja beratus-ratus bungkus
biskuit coklat di supermarket daripada menyibukkan dirinya dengan segala
keruwetan resep dan bagaimana mengadoni serta mengoveni adonan yang di buatnya.
Kemana perginya dirinya yang praktis ?
“ Jangan bilang kau melakukan ini semua karena bajingan tengik itu ! “,
tuduh Hyo.
“ Ayolah, mengapa kau selalu memanggilnya bajingan tengik, dia bahkan tidak
melakukan hal buruk padamu “, tepis Seohyun sambil membanting-banting adonan
yang nampak aneh di tangannya.
“ Tentu saja dia bajingan tengik ! “, Hyo bersikeras. “ kau pikir apa
namanya laki-laki yang memilih wanita lain untuk menjadi istrinya sementara seseorang
di sini sudah mendambakan dirinya selama bertahun-tahun, dan saat wanita
tersebut memutuskan pertunangan di depan awak media dengan kata-kata yang
sangat memalukan, kini dia datang melarikan diri kemari. Apa lagi kalo bukan
bajingan tengik ! “.
Seohyun kembali mendesah. Apakah salah masih mendambakannya ? Apakah salah
kalau selama ini dia hanya menganggap dirinya sebagai sahabat dan ayahnya
sebagai mitra bisnisnya ? lagipula bukan salahnya bila dia tidak bisa melihat
bagaimana dirinya mencintainya.
“ Jung Yong Hwa itu seharusnya tidak menghancurkan hidupmu seperti ini !
Dan tidak menghancurkan semua rencana yang telah kita susun untuk berkeliling
Eropa. Aku mulai membencinya “, Hyoyeon mulai berjalan bolak balik sambil
menggerutu, hal yang biasa di lakukannya saat dia merasa ingin memukul
seseorang.
“ Kita kan hanya membatalkannya untuk seminggu, kita tetap akan berlibur
seperti apa yang kita rencanakan “, kata Seohyun.
“ Ya Tuhan ! Apa kau pikir kita bisa mengelilingi Eropa hanya dengan dua
minggu ? “.
“ Kita kan tinggal merombak rute perjalanan kita “.
“ No way ! “, ucap Hyo keras. “ Tidak semudah itu, lagi pula dengan dua
minggu kita akan seperti di buru-buru, kita tidak akan bisa menikmati keindahan
Eropa. Seohyun ah !! “.
“ Bagaimana kalau kau berangkat lebih dulu ? “, saran Seohyun dan langsung
melanjutkan kata-katanya saat dia melihat Hyoyeon akan membuka mulutnya. “
Lagipula Yonghwa hanya akan menghabiskan akhir pekannya di sini, kau tahu kan bagaimana
sibuknya dia dengan semua urusan bisnis yang di tanganinya. Dia hanya butuh
tempat untuk menenangkan pikirannya. Dan dia selalu tahu bahwa di rumah inilah
dia selalu bisa menemukan ketenangan yang dibutuhkannya “, kata Seohyun sambil
berjalan menuju wastafel dan mencuci tangannya dari adonan yang memenuhi
tangannya. Dia sudah memutuskan untuk berhenti berusaha membuat biskuit coklat
yang selalu di sukai YongHwa setiap kali dia datang ke rumah mereka. Sayangnya
biskuit itu buatan Ibunya dan sejak kepergian ibunya lima tahun yang lalu,
Seohyun tahu Yonghwa tidak akan pernah lagi merasakan enaknya biskuit coklat
buatan ibunya.
Kadang Seohyun merasa menyesal mengapa dia tidak pernah sedikitpun meminta
Ibunya mengajarkannya minimal satu saja masakan yang sering di buat Ibunya.
“ Mengapa selalu demi dia kita harus membatalkan apa yang sudah kita
rencana ? “, guman Hyo kesal. “ Aku masih ingat bagaimana kau membatalkan
liburan natal kita dua tahun lalu hanya karena dia memutuskan ingin merayakan
natal bersama kalian dan sekarang ? Terkutuklah bajingan tengik itu. Aku akan
menonjok hidungnya tidak peduli apakah hidungnya akan patah “.
Seohyun tersenyum tapi juga merasa bersalah. Dia dan Hyoyeon memang sudah
merencanakan perjalanan musim panas mereka ke Eropa, menikmati keindahan musim
panas di belahan bumi yang berbeda akan terasa menyenangkan. Seohyun bahkan
sudah mengosongkan kegiatannya selama tiga minggu ke depan.
“ Maafkan aku “, ucap Seohyun tak enak hati sambil mulai membersihkan
dapurnya dari kekacauan yang di buatnya. “ Tapi aku benar-benar tak bisa
menolak saat Yonghwa menelpon dan mengatakan ingin mengunjungi kami akhir pekan
ini, lagi pula dia yang mengundang dirinya sendiri “.
Seohyun mencoba membayangkan bagaimana wajah YongHwa saat Jessie - tunangannya – tiba-tiba muncul di depan
sebuah konferensi pers yang sudah di rencanakannya dan memutuskan pertunangan
mereka dengan ekspresi penuh kelukaan menangis menyesali perpisahan dengan
embel-embel cerita yang mengenaskan sementara
semua media meliputnya. Seohyun bahkan terhenyak kaget saat menyaksikan berita
tersebut di televisi saat sedang menemani Ayahnya minum kopi. Seohyun masih
ingat bagaimana perihnya dadanya tersedak kopi yang terasa panas.
“ Aku tahu kau akan protes dengan perubahan jadwal kita, tapi rasanya
sangat tidak pantas bila menolak kedatangan Yonghwa yang sedang mengalami kekacauan
dengan pemberitaan pertunangannya yang kandas di mana-mana “.
“ Apakah akan ada acara tangis-tangisan ? “, Hyoyeon menarik salah satu
kursi makan lalu duduk dengan menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi sementara
tatapannya tertuju ke arah Seohyun.
“ Aku pikir seorang Jung Yong Hwa tidak tahu bagaimana cara menangis “,
kata Seohyun serius. Yonghwa adalah putra rekan bisnis ayahnya. Dalam usia yang
sangat muda, dia menggantikan kedudukan ayahnya yang meninggal dalam sebuah
tragedi kecelakaan beberapa tahun yang lalu. Yonghwa yang di kenalnya adalah
seorang yang penuh percaya diri, tenang dan tidak memihak. Selalu nampak
menyeramkan dan penyendiri dan hidup dalam dunianya sendiri. Selama mengenalnya
Seohyun bahkan tidak pernah melihatnya menunjukkan emosi yang kuat bahkan saat
kedua orang tuanya meninggal di kecelakaan tersebut.
Tapi entahlah. Kadang Seohyun merasa tidak mengenalnya dengan baik. Tapi
mungkin saja saat ini Yonghwa sedang sangat terluka. Mengalami pemutusan
pertunangan dan kemudian semua media berita menjadikan berita tersebut sebagai
headline mereka bukanlah pengalaman yang menyenangkan. Tapi Yonghwa pasti tidak
akan memperlihatkan bagaimana kesedihan ataupun rasa sakit hatinya tersebut
kepada siapapun.
“ Iya sih, dia mungkin tidak akan memamerkan perasaannya ke semua orang “,
aku Hyoyeon sejauh bagaimana dia juga mengenal sosok Yonghwa dari beberapa
pertemuan singkat dengannya. “ Tapi dengan kematian orang tuanya, kau dan ayahmulah
yang menjadi keluarganya kini. Jadi mungkin saja dia akan menangis di pundakmu.
Dan ku kira bila dia tidak melakukannya aku akan mulai meragukan apakah dia
manusia atau robot “.
“ Lagipula apakah kau masih ingat bebrapa bulan yang lalu bagaimana berita
pertunangannya yang begitu heboh di semua media. Aku bahkan masih ingat judul
headlinenya – Pernikahan terbesar tahun ini – Jessie park model jetset dan Jung
Yong Hwa si raja bisnis – dan kau ingat bagaimana perempuan jalang itu mengucapkan
bahwa pernikahan ini akan menjadi pernikahan dari surga dan betapa mereka
berdua saling mencintai dan sangat berbahagia. Wanita itu bahkan tanpa malu
menciumnya dengan penuh hasrat di hadapan semua media yang meliput membuatku
ingin muntah. Dan minggu lalu si model jetset mengumumkan bahwa dia telah
membatalkan pertunangan dan seluruh rencana pernikahan mereka, dan kau ingat
apa katanya – Yonghwa tersayang tidak dapat memenuhi seluruh harapanlu yang
tinggi – Demi Tuhan, Yonghwa pasti merasa sangat di rendahkan “, ucap Hyoyeon
panjang lebar.
“ Mungkin “, Seohyun menanggapi dengan bibir yang terkatup rapat sambil
berharap sahabatnya yang bertubuh mungil itu menghentikan pembicaraannya. Jujur
dia tidak suka membayangkan Yonghwa terluka dan dia ingin mencekik leher
jenjang si anggun jahat Jessie dengan kedua tangannya sendiri bahkan membuat
wanita jalang itu cedera serius.
Wanita itu pasti telah gila memutuskan Yonghwa – pria yang menjadi impian
setiap wanita, pria kaya dan hebat, jantan dan tampan.
“ Bagaimana kalau kita minum kopi ? “, usul Seohyun. “ maukah kau
membuatnya sementara aku membersihkan seluruh kekacauan ini ? Tadi aku sedang
berusaha membuat biskuit coklat yang biasa di buat Ibuku dan merupakan kesukaan
Yonghwa, tapi sepertinya lebih baik aku berhenti dan segera memesan biskuit
coklat dari toko kue yang biasa menerima pesana dari kami “.
Terdengar tawa keluar dari mulut Hyoyeon. “ Aku sudah menduga kau melakukan
ini semua demi si bajingan itu. Berhentilah, kau dan dapur tidak pernah
berjodoh. Kembalilah menjadi Seohyun si praktis. Kau hanya akan membuatnya
harus di larikan ke UGD bila bersikeras membuat biskuit coklat untuknya “, kata Hyoyeon sambil berjalan mengambil cerek kecil
dan mengisinya dengan air dan mulai memanaskannya di atas kompor, lalu sambil
menunggu di ambilnya dia mug berukuran sedang dari lemari konter dan wadah
penyimpanan kopi dan gula. Membuka laci dan mengambil kertas saringan kopi. Lalu
setelah itu dia meraih buku resep yang tadi di praktekkan oleh Seohyun. “ kau
mau aku membuatkan ini untukmu ? “.
Seohyun selalu tahu Hyoyeon pasti akan bisa membuat biskuit coklat itu.
Satu hal yang membuatnya cemburu pada sahabatnya tersebut. Hyoyeon bisa tampil
sangat feminin dengan dandanan yang selalu up to date dan selalu terlihat seksi
walaupun sedang berurusan dengan dapur.
“ Sayangnya aku sudah menyerah dan aku tak ingin Yonghwa menikmati biskuit
coklat buatanmu, itu hanya akan membuatku merasa sedih “, canda Seohyun tapi
dalam hati membenarkan bahwa dia akan sangat sedih saat Yonghwa memuji biskuit
buatan sahabatnya itu sambil menghabiskankannya dengan lahap.
Hyoyeon meringis masam. Tepat saat air dalam ceret mendidih dia lalu mulai
memasukkan beberapa sendok teh kopi ke dalamnya dan memasang penyaring kertas
saat menuangkan ke dalam dua mug yang sudah di siapkannya, dan setelahnya dia
menyerahkan satu mug tersebut kepada Seohyun yang sedang menyandarkan tubuhnya
ke meja konter dengan wajah letihnya. Seohyun menerimanya sambil mengucapkan
terima kasih lalu Hyo mengulurkan topless gula tapi Seohyun menggelengkan
kepalanya. Saat ini dia butuh kopi pekat untuk menjernihkan pikirannya sendiri.
Hyoyeon kemudian menyisip kopinya sambil matanya menyapu keseluruhan tubuh
sahabatnya tersebut. Seorang Jung Yong Hwa tidak akan pernah memperhatikan
Seohyun yang sederhana dan tidak menarik. Pria itu lebih menyukai wanita-wanita
cantik, penuh gaya dan anggun. Kalangan jetset atau model terkenal, seperti
mantan tunangannya, wanita yang bisa menonjolkan dirinya di anatar keramaian
bukan wanita yang seolah menghilang dalam dinding. Seharusnya Hyoyeon menyadari
hal itu, tapi mengapa dia tidak menyadarinya ?
“ Baiklah untuk kali ini aku akan kembali mengalah demi Yonghwa sialan itu.
Liburan singkat ke Eropa bersama sahabatku tersayang lebih berarti dari pada
tidak sama sekali. . Mainkanlah kartumu dengan benar kali ini Seohyun, siapa
tahu kau akan menangkapnya dan juga mengikatnya “.
Seohyun menatap Hyoyeon tajam. Ada rasa sakit yang merasuk ke dalam
hatinya, terasa sangat kejam dan tajam menusuk dirinya. Kemarahan dalam hatinya
berkobar membuat suaranya terdengar setajam belati, “ Hyoyeon, kadang-kadang
kau bicara seperti anak kecil yang bodoh dan tidak memikirkan akibat dari
perkataanmu “.
“ Jika itu yang kau katakan “, Hyoyeon tidak merasa terganggu dengan
kemarahan Seohyun. “ Tapi mari kita pikirkan. Kita sudah bersahabat cukup lama,
aku bahkan sudah bertemu dengan Yonghwa beberapa kali. Di dekatmu, Yonghwa
selalu bersikap terlalu – protektif – lembut. Memang sulit di katakan, tapi
jelas terlihat ada ikatan kasih sayang yang besar. Dan setelah di tinggalkan
wanita jalang berkepala kosong itu, Yonghwa pasti akan menghargai seseorang
yang cerdas, setia, menyenangkan dan tenang. Kau telah jatuh cinta padanya
sejak kita berusia lima belas tahun. Dan itu artinya kau sudah mencintainya
selama kurang lebih dua belas tahun, jadi hey, Seojuhyun, berjaunglah !!! “.
Seohyun menatap Hyoyeon tak percaya. Kemarahannya seakan memuncak. Keterus
terangan Hyo sangat menusuk harga dirinya, laksana menusuk belati dan
memutar-mutarnya. Sangat tidak sensitif !.
Seohyun menyipitkan matanya di balik kacamatanya. “ Aku jatuh cinta pada
Yonghwa kira-kira pada waktu yang bersamaan kau jatuh cinta pada salah satu
guru kita, ingat ? “, Seohyun sedikit menghardik. “ Dan aku telah meninggalkan
semua perasaanku terhadap Yonghwa bahkan saat kau masih berusaha menarik perhatian
seorang kakak kelas yang nyata-nyata tidak menyukaimu. Jadi sudahi salaj semua
ini, oke ? “.
Tapi bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah bahwa Seohyun tahu bahwa dia
sedang berbohong. Seohyun sama sekali belum bisa melupakan bagaimana perasaan
cintanya pada Yonghwa. Dia sudah berusaha, dan hanya Tuhan yang tahu bagaimana
kerasnya usahanya. Tapi perasaannya terhadap Yonghwa tak pernah bisa di
hilangkan mungkin karena perasaan itu sudah berakar sangat dalam dalam hatinya
juga pikirannya. Bagaimana pun keras kepalanya dirinya menolaknya tapi yang ada
perasaan itu semakin berkembang dan merimbun.
♥ ♥ ♥
Yonghwa menghentikan mobilnya di depan sebuah bangunan bergaya klasik.
Keluar dari balik kemudi mobilnya, Yonghwa mengunci dan mengantongi kuncinya. Malam
ini langit bertaburan bintang, malam musim panas dan udara yang terasa hangat
membuat Yonghwa menarik napas mencoba mengisi paru-parunya dengan segarnya
udara malam. Sedikit perasaan santai merasuki pikirannya. Hidupnya mungkin
mengalami kekacauan tapi setidaknya dia masih bisa merasakan betapa indahnya
suasana malam hari di musim panas ini. Aneh.
Yonghwa menatap ke arah jendela yang di terangi cahaya remang-remang dari
balik gordennya. Cahaya lampu teras yang menerangi hampir sebagian halaman yang
tertata rapi dengan beberapa tanaman bunga yang sedang mekar-mekarnya dengan
keharuman yang menyemerbak di antara udara malam. Yonghwa tersenyum, taman yang
selalu di banggakan Seohyun sebagai hasil karyanya itu memang benar-benar
terlihat sangat cantik.
Dalam perjalanannya dari Seoul Yonghwa memikirkan keputusannya untuk menghabiskan akhir pekannya bersama
keluarga Seohyun. Dan berdiri di depan rumah tersebut dalam keremangan dan
kesunyian, Yonghwa tahu dia sudah membuat satu keputusan yang benar. Akan
sangat menenangkan tinggal di rumah ini untuk dua hari ke depan.
Setelah semua drama yang kacau di minggu lalu, inilah yang Yonghwa
butuhkan. Mengingat bagaimana kenangan terakhirnya dengan mantan calon istrinya
itu menghadirkan senyuman masam di bibirnya. Dan seperti yang telah terjadi,
Yonghwa hanya mengedipkan bahunya sambil mencibirkan bibirnya, dia bisa
mengerti mengapa Jessie mencari publisitas, walaupun dia menyesali cara wanita
itu mempublikasikan putusnya hubungan mereka. Yonghwa memutuskan meninggalkan
episode memalukan itu jauh-jauh di belakanagnya dan Yonghwa yakin dia bisa
melakukan semua itu di sini, di rumah yang ada di hadapannya.
Keluarga Seo dan rumah ini sudah bertahun-tahun menjadi bagian dalam
hidupnya, keluarga keduanya. Dulu orang tuanya suka mengajaknya mendatangi
rumah ini saat mereka akan membicarakan urusan bisnis dengan ayah Seohyun
sembari emnikmati kehangatan keluarga mereka dan juga suguhan makanan yang
selalu membuatnya merindukannya terutama biskuit coklat buatan Ibu Seohyun.
Sayangnya setelah kematiannya, Yonghwa tidak akan pernah lagi merasakan
nikmatnya biskuit tersebut.
Tapi bukan itu yang menariknya kemari. Seohyunlah yang menariknya, dan
anehnya Yonghwa baru menyadarinya sekarang. Seohyun yang tidak terlalu menuntut
dan kehadirannya selalu bisa membuat Yonghwa merasa tenang. Dan itulah yang
benar-benar di butuhkannya saat ini.
Yonghwa mengerutkan kedua keningnya menyadari pengakuannya barusan yang
anehnya justru membuatnya senang. Sejak kecil dia selalu mengandalkan segala
sesuatunya sendiri, tak ingin terlalu terikat dengan keinginan akan apapun yang
bisa di berikan orang-orang kepadanya. Tapi kecerdasan Seohyun yang mengesankan
telah membangkitkan semangatnya, ketenangan yang menyejukkan hatinya, khususnya
dalam ketidak mampuan menguasai hal-hal yang tidak praktis – dengan lembutnya
justru membuat Yonghwa terhibur.
Seohyun butuh waktu berbulan-bulan hanya untuk mempelajari bagaimana
membuat kimchi yang normal yang nampaknya sampai sekarangpun masih di ragukan.
Seohyun dan segala urusan dapur, masak memasak sangat tidak selaras. Seohyun
akan lebih memilih mengangkat gagang telepon dan menekan nomor delivery jika
sudah menyangkut makanan.
Seohyun juga tidak memiliki kesombongan seperti wanita-wanita pada umumnya,
dia mungkin satu-satunya wanita yang di lahirkan kedunia tanpa kesadaran
berpakaian ataupun berdandan, wanita dewasa yang bahkan tidak mengetahui daya
tarik seksual. Seohyun tidak pernah memusingkan bulu mata lentik, lipstik merah
menggoda ataupun tatapan – bawa – aku – ketempat – tidur. Sama sekali tidak
cocok dengan Seohyun.
Dan anehnya Yonghwa merasa itulah yang dibutuhkannya saat ini. Kehadiran wanita
yang tidak membuatnya tertantang secara seksual, tidak berusaha membuat Yonghwa
tertarik dan bertekuk lutut baik fisik maupun pikirannya.
Seohyunku tersayang, sederhana seperti biasa.
Sambil mengencangkan cengkramannya pada pegangan tas yang di bawanya yang
berisi pakaiannya, Yonghwa berjalan menuju teras dan berusaha membayangkan apa
yang sedang di lakukan Seohyun saat ini. Wanitanya tersebut mungkin sedang
sibuk menerjemahkan buku-buku tebal berbahasa asing yang berisi ilmu
pengetahuan diatas ranjangnya yang penuh dengan tumpukan kamus-kamus dari
berbagai negara.
Tapi Seohyun anehnya mencintai hal tersebut. walaupun secara finasial dia
tidak perlu merasa harus bekerja untuk mendapatkan uang, tapi Seohyun selalu
senang dengan proyek penerjemahannya yang kadang di dapatkannya dari beberapa
instansi pendidikan, ataupun sebagai bahan kajian untuk beberapa pakar ilmu
pengetahuan. Dan saat dia mendapatkan pekerjaan tersebut maka Seohyun akan
langsung tenggelam dengan pekerjaannya tersebut dan menyelesaikannya dengan
sempurna.
Sambil menekan bel pintu, Yonghwa berharap diam-diam dalam hati bahwa
Seohyunlah yang membukakan pintu untuknya. Sayangnya ayah Seohyunlah yang
muncul di balik pintu yang terbuka di depannya yang setelah basa basi seadanya
dan pelukan ringan mengajaknya masuk ke dalam rumah.
“ Terima kasih mau menerimaku menginap selama akhir pekan ini “, kata
Yonghwa sambil berjalan memasuki rumah tersebut. “ Aku membutuhkan tempat yang
tenang saat ini, tapi aku tidak akan membuat Paman dan Seohyun bosan dengan
menceritakan semua detail cerita yang menyedihkan atau menjadikan semua ini
sebagai ajang untuk bertangis-tangisan jadi mungkin sebaiknya kita tidak
membahas cerita sedih tersebut dan melupakannya “.
“ Memang itulah yang harus kau lakukan “, ucap Ayah Seohyun sedikit
terdengar lega. “ Tapi sebelum kita melupakana hal tersebut, aku dan Seohyun
baru sekali bertemu dengan mantan tunanganmu itu dan menurut kami dia bukan
wanita yang tepat untukmu. Dia mungkin dari keturunan terpandang, calon nyonya
rumah yang baik tapi wanita itu berpikiran dangkal, egois dan sepertinya sulit
untuk dihadapi, jadi semua itu takkan berhasil. Lupakan saja, apakah kau mau
langsung ke kamar yang biasa kau pakai ? Atau sedikit minuman selamat datang
bersamaku ? “.
Yonghwa meletakkan tas kecilnya ke lantai di samping sofa. “ Aku akan
memilih minuman selamat datang “.
Jadi menurut Seohyun, Jessie tidak cukup baik untuknya ! Dan apa yang di
ketahui Seohyun tentang hal-hal seperti itu ? cemooh Yonghwa dalam hati. Menurut
Yonghwa, Seohyun tidak hidup dalam dunia nyata tapi mengasingkan diri dalam
alam khayalannya di suatu tempat terpencil mengabdikan diri pada pekerjaaannya.
Wanita bodoh dan polosmengenai hal-hal antara orang dewasa.
Seohyun tidak berhak memberi penilaian atas wanita yang menjadi pilihannya.
Sejauh yang Yonghwa tahu, Seohyun tidak pernah terlibat dengan pria,
apalagi secara seksual, jadi bagaimana mungkin dia dapat memahami keinginan
seorang pria untuk memiliki seorang wanita cantik yang seksi dan menggoda dan
berbagi tempat tidur, menyemarakkan mejanya dalam acaraa makan malam bisnis. Yang
akan selalu membuat pria merasa bangga berhasil memilikinya.
Menyadari kalau dirinya sedang cemberut, Yonghwa memaksakan keceriaan di
wajahnya saat menerima segelas minuman yang di sodorkan ayah Seohyun lalu
menjatuhkan tubuhnya ke sofa yang empuk dan membenamkan dirinya dalam-dalam.
“ Dimana Seohyun ? “, tanyanya. Aneh bahwa setelah menyisip minuman
tersebut Yonghwa merasa segala kemarahannya terhadap penilaian Seohyun yang
terlalu berani terasa melayang.
“ Dia sedang kebingungan di dapur “, jawab Ayah Seohyun. “ Sudah ku katakan
kita memesan makanan saja dari luar tapi dia bersikeras ingin memasak makan
malam kita malam ini, dan kau tahu kan Seohyun dan segala tetek bengek dapur
dan masakan tidak pernah seirama. Seohyun bagaikan anak berumur dua belas tahun
yang tersesat di labirin bila menyangkit hal tersebut “.
Seohyun yang malang. Yonghwa merasa bersalah. Yonghwa datang untuk mencari
teman dan sangat tahu bahwa tanpa dirinya saat ini Seohyun dan ayahnya mungkin
sudah menyantap roti dan makanan instan atau makanan yang mereka pesan dari
rumah makan langganan mereka, apalagi tadi ayah Seohyun mengatakan bahwa
pelayan mereka sedang cuti akhir pkan karena urusan keluarga. Sungguh, Yonghwa
tidak ingin membuat Seohyun merasa tertakan karena dirinya. Sebaiknya besok dia
lebih baik membantu Seohyun dalam urusan dapur.
Keputusan tiba-tiba tersebut membuat Yonghwa terkejut, tapi dia akan
mempertahankan keputusan tersebut.
♥ ♥ ♥
Tapi saat ini Seohyun justru jauh dari dapur. Seohyun sedang berada di
dalam kamar tidurnya memandang bayangannya di cermin dengan wajah muram.
Seohyun tahu Yonghwa sudah datang karena tadi dia bis amendengar suara mobilnya
yang berhenti di depan umah mereka. Seohyun menatap betapa kumalnya dirinya
dengan pakaian yang di kenakannya sat ini. Celana jinsnya yang sudah memudar warnanya,
kaos lengan panjang tipisnya yang longgar.
Pagi tadi dilaluinya dengan kembali berusaha membuat biskuit coklat yang
berakhir di tempat sampah. Lalu sore hari saat dia berusaha memasak makan malam
yang kemudian berakhir dengan kepanikan karena asap gosong yang membumbung ke
langit-langit dapur. Seohyun memutuskan berhenti berusaha membuat Yonghwa
terkesan dengan masakannya. Dia kemudian menelpon rumah makan dan meminta paket
makan malam yang telah diantarkan sejam yang lalu dan sekarang sedang menunggu
untuk dihangatkan ke dalam microwave di dapurnya.
Tapi Seohyun juga merasa tidak menarik memakai rok berwarna pink dengan
sweater lengan pendek yang di kenakannya sekarang setelah beberapa kali
mengamati isi lemarinya dan memutuskan kedua pakaian itu yang akan di
kenakannya.
Bahkan wajahnya nampak sangat kusam dengan hanya di sapu bedak tipis dan
bibirnya yang hanya di beri ulasan lipgloss berwarna pink yang merupakan
favoritnya setiap saat. Saat seperti ini
Seohyun akan lebih memili meringkuk di balik selimut dan berusaha untuk
tertidur dan berharaap semua inihanyalah mimpi buruknya. Sayang sekali dia
tidak bisa melakukan hal tersebut.
Tapi Yonghwa toh tidak akan peduli dengan apapun yang dia kenakan ? Yonghwa
bahkan tidak akan peduli seandainya Seohyun menyajikan makan malam hanya dengan
berbungkuskan karung beras sekalipun. Jadi mengapa dia harus merasa sedih
dengan apa yang di pakaianya saat ini ?
Kuasailah dirimu, Seojuhyun, tegur Seohyun pada dirinya sendiri. Seberapa
kerasnya pun usahanya, Yonghwa tidak akan pernah melakukan hal yang akan mendorongnya
untuk membuat perasaan Seohyun berbunga-bunga. Yonghwa tidak akan pernah
memahami emosi Seohyun yang sangat mendalam terhadapnya.
Jadi sebaiknya dia berhenti menyiksa dirinya dan berjalaan keluar kamar
turun ke lantai bawah dan mulai menghangatkan makanan dan menyajikannya untuk
makan malam. Yonghwa mungkin sudah sangat lapar selama dalam perjalanan ke
rumah mereka.
Seohyun lalu mengangkat dagunya tinggi-tinggi, menyembunyikan perasan sakit
yang menghantam hatinya, menegakkana punggungnya dan segera berjalan keluar dan
turun.
Plis, masukan dan saran kami harapkan dari anda. Silakan komentar EmoticonEmoticon