CHAPTER TEN
Yonghwa melangkah menuju mobilnya, menekan tombol alarm off dan membuka
pintu mobilnya. Yonghwa merasa tertipu mentah-mentah oleh Ibunya sendiri.
Seandainya saja dia tahu bahwa orang yang akan di temuinya hari ini atas
permintaan Ibunya adalah Seohyun dan Ibunya, Yonghwa akan berusaha keras untuk
menolak dengan alasan sibuk dengan pekerjaan.
Di belakangnya Yonghwa masih mendengar protes Seohyun ke Ibunya, dan
sedetik saja Yonghwa berharap protes Seohyun berguna dan Ibunya membatalkan
janjinya dengan siapapun yang ingin di temuinya. Sayang sekali si nenek sihir
tersebut gagal total. Pasrah berjalan
menyusul dirinya.
Yonghwa menengok kebelakang dengan tidak percaya. Seohyun membuka pintu belakang mobilnya lalu
duduk dengan manisnya di kursi belakang. Memangnya nenek sihir itu pikir dia
ini sopirnya ? rutuk Yonghwa kesal dalam hati.
“ Jadi sekarang setelah memaksaku menjadi suamimu, sekarang kau memaksaku
menjadi sopirmu ? “, sindir Yonghwa bernada jengkel. Di liriknya sekilas
Seohyun yang duduk di belakangnya dari kaca spion di depannya sementara dari
kaca spion luar Yonghwa melihat Ibu Seohyun menatap mereka dengan heran.
Beberapa saat kemudian terdengar ketukan di kaca mobil tepat di sisi Seohyun.
Yonghwa menekan tombol penurun kaca mobilnya dan menoleh ke belakang.
Sekilas di tangkap tatapan Seohyun yang seakan ingin mencincang dirinya.
Yonghwa hanya mendelik membalas tatapan tersebut.
“ Aigo Seohyun, apa-apaan kamu ini, masa sih kamu duduknya di belakang ! “,
tegur Ibu Seohyun dengan nada sedikit marah. “ Maaf ya Yonghwa “, katanya lagi
sambil tersenyum ke arah Yonghwa. Yonghwa hanya tersenyum simpul sambil memberi
tanda tidak apa-apa dengan bahunya.
Seohyun membuka pintu lalu dengan kesal melangkah ke depan dan membuka
pintu mobil dan duduk dengan kesal di kursi samping Yonghwa. Sementara Ibu
Seohyun menutup pintu belakang mobil.
“ Kalian ini bertingkah seperti sepasang suami istri yang sedang bertengkar
saja “, goda Ibu Seohyun sambil mengedipkan matanya sementara tangannya di
satukannya di depan dadanya. “ Oh iya, kalian kan memang sudah menikah ya “.
Kali ini Ibu Seohyun tertawa kecil ke arah Seohyun dan Yonghwa.
“ Baiklah Bibi, kami berangkat dulu “, sahut Yonghwa sambil membungkukkan
sedikit badannya ke arah Ibu Seohyun dan hanya di jawab dengan anggukan dan
lambaian tangan dari Ibu Seohyun. Sementara Seohyun hanya menatap lurus ke
depan.
Yonghwa menyalakan mesin mobil dan meraih kertas kecil yang tadi di berikan
oleh Ibu Seohyun kepadanya. Donjak, Sangdodong. Cukup jauh juga dari posisi
mereka saat ini dan Yonghwa tidak terlalu mengetahui rute ke arah tempat itu.
“ Bisakah kau menolongku ? “, tanya Yonghwa.
“ Siapa ? Aku ? “.
“ Bukan ! , aku bertanya pada bayanganmu ! “, sahut Yonghwa. “ Tolong kau
bacakan alamat ini dan aku akan memasukkan rutenya ke GPS “, kata Yonghwa
sambil menyerahkan kertas yang di pegangnya ke arah Seohyun. Sebentar kemudian mereka sudah berkendarai
melalui rute yang di tunjukkan GPS tersebut.
Lima belas menit perjalanan mereka berdua hanya terdiam. Yonghwa fokus
mengendarai sementara Seohyun lebih memilih memandang keluar jendela. Cuaca di
bulan oktober mulai terasa dingin. Sementara langit terlihat mendung dan
pohon-pohon di sepanjang jalan menerbangkan daun-daunnya yang kering mengikuti
tiupan angin.
“ Sebenarnya kita akan menemui siapa sih ? “, tanya Yonghwa yang terdengar
seperti bertanya pada dirinya sendiri.
“ Tidak tahu “, jawab Seohyun singkat tanpa menoleh sedikitpun ke arah
Yonghwa.
“ Mungkin kau bisa melihat dengan bola kristalmu, bukankah seorang nenek
sihir biasanya memilikinya ? “.
Seohyun mendelik kearah Yonghwa dengan pandangan yang menusuk. Tapi Yonghwa
tidak peduli dan berlagak acuh dan hanya berfokus pada jalan di depannya.
“ Atau kau lupa membawa bola kristalmu ? “.
Sebenarnya Yonghwa tak ingin memulai pertengkaran, tapi dia benci kebisuan
di antara mereka. Daripada memilih bercakap-cakap formil Yonghwa lebih memilih
bertengkar dengan Seohyun. Itu akan lebih bagus buat mereka.
“ Sayangnya iya “, sahut Seohyun bernada kesal. “ Seharusnya saat ini aku
membawa tongkat sihirku bersamaku, sehingga aku bisa menyihirmu menjadi seekor
katak bisulan “.
“ Apakah itu ancaman atau pujian ? “.
“ Terserah ! “.
Yonghwa sesaat memfokuskan dirinya melihat ke arah spion ketika GPS
mengisyaratkan dirinya untuk membelok ke kanan. Dan saat dia melirik ke arah
Seohyun, wanita itu sudah asyik mendengarkan musik dari headsetnya. Yonghwa
menggelengkan kepalanya dan kembali menatap lurus ke jalan raya yang kini mulai
basah oleh hujan yang sudah mulai jatuh.
Kurang lebih 30 menit mereka tiba di daerah Sangdo-dong. Yonghwa
melambatkan laju mobilnya sambil mulai celingukan melihat ke kiri kanan.
Seohyun sepertinya juga menyadarinya dan melakukan hal yang sama dengan Yonghwa
sambil sesekali memeriksa kertas kecil yang masih di pegangnya.
“ Sepertinya inilah rumahnya “, kata Yonghwa sambil menghentikan laju
mobilnya di depan sebuah rumah berwarna putih. Seohyun mencocokkan dengan yang
tertulis di kertas lalu mengangguk mengiyakan.
Yonghwa lalu memarkirkan mobilnya di depan rumah tersebut lalu meraih
payung yang ada di samping jok kursinya. Membuka pintu lalu mengembangkan
payungnya keluar sambil menutup pintu lalu berlari kecil memutari mobilnya
membuka pintu dan menunggu Seohyun keluar. Setidaknya Yonghwa masih bisa
bersikap gentlemen.
♥ ♥ ♥
Rumah putih berlantai dua dengan taman kecil di depannya sementara di
lantai atas ada teras kecil yang menghadap kejalan. Seorang wanita
berpenampilan menarik ternyata sudah menunggu mereka di sana dan menyambut
keduanya dengan sapaan yang hangat dan mempersilahkan mereka berdua masuk.
“ Perkenalkan , saya Chae Rim , saya adalah agen properti yang akan
menemani anda berdua untuk melihat-lihat rumah ini “, katanya sambil
memperkenalkan dirinya. Seohyun dan Yonghwa memberi salam kepadanya sambil
menyebut nama mereka.
Jadi, ternyata mereka di jebak untuk melihat rumah ini, bisik Seohyun dalam
hati sambil berjalan mengikuti si agen property yang sedang menerangkan setiap
sudut dari rumah tersebut. Seperti dirinya Yonghwa pun terlihat tidak terlalu
berminat dengan penjelasan wanita tersebut. Hanya tersenyum , mengangguk dan
tersenyum.
Tapi rumah tersebut sangat nyaman, wallpapernya berwarna kuning gading
dengan ruang tamu yang tidak terlalu besar yang langsung bersambung ke arah
dapur yang terlihat begitu bersih dan mengundang minat untuk memasak. Tak ada
kamar tidur di lantai bawah tapi di lantai atas ada dua kamar tidur dan satu
kamar mandi serta sebuah ruang kecil yang mengarah langsung ke arah teras
sementara sebuah ruangan terbuka kecil dengan pagar besi tertutup terletak di
samping kamar mandi yang sepertinya menjadi tempat untuk mengeringkan pakaian
dengan pemandangan kota Seoul.
Nona Chae Rim lalu membuka pintu dorong yang mengarah ke teras. Teras
tersebut tidak begitu luas, tapi pemandangan yang di hadirkan sangat indah
dengan pegunungan di kejauhan. Sayangnya hujan membuat pemandangan sedikit
berkabut.
Rumah ini sangat pantas untuk pasangan pengantin baru. Kecil mungil dan
nyaman. Pikiran tersebut melintas di benak Seohyun membuat Seohyun bergidik dan
ternyata terlihat oleh agen properti yang tepat berada di depannya.
“ Oh, maaf saya lupa menyalakan pemanas ruangan, apakah anda kedinginan ?
“, tanyanya. Seohyun menggeleng. “ Rumah ini sangat cocok bagi pasangan baru
seperti anda berdua “.
Perkataannya otomatis membuat Seohyun terbelalak, “ Pasangan baru ? “,
tanya Seohyun mencoba meyakinkan dirinya bahwa dia tidak salah dengar lalu
berpaling ke arah Yonghwa. Yonghwa yang merasa tidak tahu apa-apa hanya
mengedipkan bahunya.
“ Bukankah anda berdua baru saja menikah ? “, tanyanya sedikit bingung tapi
kemudian tertawa kecil. “ Jadi kapan anda berdua akan pindah ? “.
“ Pindah ? “, kali ini Yonghwa yang bertanya. “ Pindah ke rumah ini ? “.
Dan agen properti itupun mengangguk sambil tersenyum.
“ Tapi bukankah kami baru melihat-lihat dulu ? “, Seohyun ikut bertanya.
Sejenak agen properti tersebut terdiam. Lalu dia mengeluarkan selembar
kertas dari dalam tasnya, membaca ulang kertas tersebut lalu menatap Yonghwa
dan Seohyun bergantian sambil tersenyum sambil menyerahkan kertas yang di
pegangnya kepada Yonghwa.
Yonghwa membaca berkas tersebut lalu perlahan keningnya berkerut dan
berpaling ke arah Seohyun yang terlihat tidak mengerti.
“ Rumah ini sudah di beli atas nama kita berdua “, kata Yonghwa dan Seohyun
merasa mendengar suara kilat yang menderuh.
“ Kedua orang tua anda sangat menyayangi anda sehingga menghadiahkan rumah
ini untuk anda berdua. Baiklah, silakan kalian bicara saya akan menunggu di
bawah karena saya harus menelpon ke kantor “, kata agen tersebut lalu berjalan
turun meninggalkan mereka berdua.
Setelah wanita tersebut hilang dari pandangan mereka, Seohyun menghentakkan
kakinya kesal. Seohyun sangat marah kepada Ibunya. Benar-benar sangat marah.
Ibunya mengambil kesempatan membelikan mereka rumah saat Seohyun terusir dari
apartemennya. Apakah Ibunya berharap dia akan dengan senang hati mau tinggal di
rumah ini dengan pria menyebalkan angkuh sombong dan merasa paling ganteng
sedunia itu ? Ibunya terlalu banyak menonton drama sepertinya.
“ Apakah kau tahu tentang hal ini ? “ , tanya Yonghwa setelah beberapa saat
terdiam. Nada suaranya terdengar menuduh.
“ Percayalah, aku sama tidak tahunya dengan dirimu. Apakah kau pikir
setelah terlibat pernikahan yang tak pernah aku inginkan denganmu sekarang aku
ingin tinggal bersamamu ? Silakan bermimpi “, kata Seohyun merasa jengkel.
“ Well... “.
“ Yang pasti aku tidak mau tinggal serumah denganmu ! “.
“ Dan dari mana kau berpikir aku akan dengan senang hati pindah ke sini dan
tinggal bersamamu ? “.
Seohyun mengerang kesal dan kembali menghentakkan kakinya lalu mulai mondar
mandir di depan Yonghwa mencoba menenangkan dirinya dari perasaan ingin
membunuh pria yang ada di depannya.
Yonghwa melangkah mundur dan menyandarkan tubuhnya ke dinding dengan tangan
yang di dekapnya di depan dadanya. Kembali berfokus ke kertas yang di
pegangnya.
“ Sepertinya kedua ibu kita sudah bersekutu dan merencanakan ini semua “,
kata Yonghwa. “ Dan sepertinya mereka akan berusaha keras agar kita berdua
tidak membatalkan pernikahan kita. Sekarang aku mulai merasa bahwa kita berdua
akan berada dalam kesulitan yang sangat besar “.
Seohyun menghentikan langkahnya dan menatap kosong keluar jendela. Diluar
hujan sepertinya bertambah deras. Seohyun terduduk ke lantai. Berjalan mondar
mandir membuatnya lelah. Menatap langit yang gelap dengan pikiran yang putus
asa.
Orang yang tidak akan pernah dia kalahkan dalam hal apapun adalah Ibunya.
Dan kalau Ibunya sudah berkehendak maka tak akan ada yang bisa menghalanginya.
Dan sialnya lagi, Seohyun merasa bahwa Ibu Yonghwa pun demikian adanya. Setali
tiga uang dengan Ibunya.
“ Aku pikir, kita harus bersatu melawan Ibu kita “, kata Yonghwa yang juga
sudah terduduk di lantai sama seperti Seohyun.
“ Maksudmu ? “, tanya Seohyun sambil menatap Yonghwa.
Yonghwa terdiam sesaat mencoba berpikir. “ Tanpa surat nikah kita tidak
bisa mengajukan pembatalan pernikahan dan rasanya mustahil memintanya kepada
Ibuku. Lagipula aku rasa, surat nikah kita sudah tersimpan aman di brangkas
pribadi miliknya “.
“ Tidak adakah cara lain membatalkan pernikahan ini ? “, tanya Seohyun
gamang lebih bernada putus asa. Yonghwa menggeleng dan Seohyun mendesah.
“ Satu-satunya cara adalah menunggu akte pernikahan terbit dan kemudian
kita bisa mengajukan perceraian dengan akte pernikahan tersebut “.
“ Dan kapankah itu ? “.
“ Sepengetahuan aku, seminggu setelah di daftarkan akte pernikahan akan
terbit. Tapi.... “.
“ Tetapi apa ? “, tanya Seohyun tak mengerti.
“ Tapi tetap saja akte tersebut akan terbit bila ada surat pernikahan yang
kita berdua tandatangani “.
“ Jung Yonghwa ssi, bisakah kau memakai bahasa yang aku mengerti ? Kau
membuatnya terkesan terputar-putar, aku tidak mengerti “, ucap Seohyun tak
sabar dengan penjelasan Yonghwa.
“ Dengan kata lain, kita berdua tidak bisa berbuat apa-apa “, sahut Yonghwa
putus asa.
Suara langkah yang menaiki tangga dengan tergesa-gesa membuat pandangan
keduanya beralih kearah tangga. Keduanya langsung berdiri saat melihat agen
properti tersebut sudah berada di ujung
tangga atas.
“ Maafkan saya, ada sedikit masalah di kantor dan saya harus segera kembali
ke kantor. Saya akan menunggu telepon kalian untuk memberitahu saya kapan anda
akan pindah sehingga kami dapat merapikan rumah ini sebelum anda masuk “,
katanya saat berada di depan Yonghwa dan Seohyun. “ Oh iya, bila anda berdua
bermaksud mendekorasi ulang, maka kami akan melakukannya untuk anda sebelum
anda berdua pindah kemari “.
Kemudian wanita tersebut mengeluarkan kartu namanya dan menyerahkannya
kepada Yonghwa lalu setelah itu dia memberi salam dan Seohyun dan Yonghwa
mengikutinya turun ke bawah, mengucapkan salam perpisahan dan wanita tersebut
menutup pintu dan berlalu.
♥ ♥ ♥
Hujan nampaknya bertambah deras, kilat mulai terlihat menakutkan sama
menakutkannya dengan gemuruh yang menyertainya.
Sesekali Seohyun menutup kedua telinganya sesaat setelah terdengar
guntur yang menggelegar.
“ Apakah akan ada badai ? “, tanya Seohyun sambil menatap keluar jendela.
Langit nampak makin gelap sedangkan jam tangannya menunjukkan sekarang baru
pukul 11 siang tapi terlihat seperti jam 12 malam.
“ Sepertinya begitu “, jawab Yonghwa sambil mengambil ponselnya dan mulai
mengecek prakiraan cuaca untuk hari ini. “ Yap, menurut prakiraan cuaca akan
ada badai hari ini dan sepertinya tanda-tandanya sudah terlihat “.
Sempurna.
Dirinya dan Seohyun akan kembali terjebak untuk kedua kalinya, setelah
tentu saja terjebak oleh muslihat kedua ibu mereka, sekarang mereka terjebak
oleh badai yang sebentar lagi akan melanda. Sepertinya bahkan alampun berpihak
kepada kedua ibu mereka.
“ Padahal hari ini aku harus mengajar “, suara Seohyun pelan seakan
berbicara pada dirinya sendiri.
“ Aku yakin tidak ada perkuliahan hari ini, badainya cukup besar “.
“ Yah “, kata Seohyun pelan sambil berjalan menjauhi jendela. Kilat
membuatnya sedikit merinding tapi terjebak badai berdua di rumah ini dengan
Yonghwa lebih membuatnya merinding. Seohyun merasa perlu menjauhkan diri dari
pria tersebut. Seohyun berjalan ke arah dapur dan bersandar di meja konter.
Matanya tertutup.
“ Sedang berdoa ? “.
Suara Yonghwa yang terdengar begitu dekat membuat Seohyun membuka matanya.
Sejak kapan Yonghwa sudah berada di sampingnya ?
“ Apakah ada gunanya ? “, Seohyun balik bertanya.
“ Setidaknya berdoa agar badai cepat berhenti dan kita bisa pulang dan
tidak terjebak di sini sampai malam “, jawab Yonghwa.
“ Entahlah “, Seohyun mengusap kedua matanya dengan tangannya dan kilauan
kecil berlian dari cincinnya membuat Yonghwa menyipitkan matanya.
“ Kelihatannya kau memakai cincin yang sama denganku “, kata Yonghwa sambil
menunjuk cincin yang di kenakan Seohyun lalu mengangkat tangan kanannya
memperlihatkan cincin yang sama. Seohyun untuk sesaat terbelalak.
“ Jangan bilang kau juga tidak bisa melepaskannya ? “.
“ Percayalah, satu-satunya cara yang belum aku coba adalah memotong jariku
mengeluarkan cincinnya dan menyambungnya kembali “.
Seohyun tertawa kecil mendengar perkataan Yonghwa. Untuk sepersekian detik
Yonghwa terpukau.
“ Tapi setidaknya cincin tersebut tidak menimbulkan kesulitan yang besar
seperti yang aku alami “, ucap Seohyun masih tertawa.
“ Oh ya ? “. Seohyun menganggukkan kepalanya.
“ Gara-gara cincin ini, aku di usir dari apartemenku “.
Yonghwa menatap Seohyun dengan tatapan tidak percaya. Bagaimana mungkin
sebuah cincin bisa membuatnya kehilangan apartemennnya ? Yonghwa mulai merasa
was-was sendiri, apakah cincin yang di kenakannya akan membuatnya dalam
kesulitan yang sama ?
“ Kok bisa ? “.
“ Sudahlah tak usah di bahas “, jawab Seohyun sambil mengayunkan tangannya.
“ Jadi saat ini kau tinggal dengan orang tuamu ? “. Seohyun mengangguk.
“ Well, kalau begitu sebaiknya kita menerima rumah ini “.
Seohyun menatap Yonghwa tak percaya. “ Maksudmu kau ingin kita tinggal bersama
di rumah ini ? Eishh no way ! “.
Yonghwa menggelengkan kepalanya sambil menggoyang-goyangkan telunjuknya di
depan wajah Seohyun.
“ Kau kan sudah kehilangan apartemenmu, jadi rumah ini akan cocok untukmu.
Aku akan mencari cara agar tidak meninggalkan apartemenku walaupun harus
bertengkar dengan Ibuku. Dan Seohyun ssi, aku tidak pernah berniat untuk
tinggal di rumah ini denganmu “.
Seohyun mencoba mencerna kata-kata Yonghwa sementara badai sudah semakin
besar. Seohyun walaupun enggan tetap mengakui kalau rumah ini sangat nyaman.
Rumah impiannya kalau dia boleh jujur pada dirinya sendiri. Rumah seperti di
buku-buku dongeng yang dulu sering di khayalkannya sewaktu dia kecil. Rumah bertingkat
dua dengan dinding bercat putih bersih, teras balkon di lantai atas dengan
kebun bunga yang indah di depan rumah. Perfect.
Dan bukankah rumah ini sudah menjadi miliknya dan Yonghwa ?
Sebentar saja Seohyun sudah bisa membayangkan bagaimana dia akan mengatur
isi rumah ini, di benaknya sudah tersusun rapi desain interior yang tepat untuk
rumah ini. Dia akan membeli perabotan minimalis untuk ruang tamunya, meja makan
mungil untuk dapurnya sementara di lantai atas kamarnya akan di beri wallpaper
yang bagus, sementara kamar yang satu lagi akan di jadikan ruang kerja dan
perpustakaan mini. Dan dia juga akan meletakkan sebuah sofa berwarna kuning
tepat di depan balkom dan satu set TV dan stereo dimana dia bisa menghabiskan
waktunya dengan mendengarkan lagu favoritnya atau menonton acara di TV. Pasti
akan terasa sangat menyenangkan.
Tanpa sadar Seohyun tersenyum membayangkan hal tersebut dan semua itu tak
luput dari pengamatan Yonghwa.
“ Bagaimana ? Apakah kau setuju ? “, tanya Yonghwa menyadarkan Seohyun dari
khayalan indahnya. “ kalau melihat kau tersenyum, aku rasa kau sudah memikirkan
bagaimana mendekor rumah ini menjadi nyaman iya kan ? “.
Seohyun menatap Yonghwa waspada. Bagaimana mungkin Yonghwa bisa mengetahui
apa yang dia pikirkan. Dia bukan seorang pembaca pikiran kan ?
“ Tenang saja, aku bukan orang dengan kelebihan bisa membaca pikiran orang.
Semuanya terlihat jelas di wajahmu “, kata Yonghwa sambil menunjuk wajah
Seohyun.
“ Siapa yang tahu “, kata Seohyun mencoba acuh.
“ Jadi bagaimana, kau maut tinggal di sini ? “.
“ Entahlah “, jawab Seohyun sambil menghela napas. “ Rumah ini letaknya
cukup jauh dari tempatku mengajar dan itu akan sedikit menyulitkan bagiku “.
“ Menyulitkan ? Tapi kau kan punya mobil “, kata Yonghwa tiba-tiba teringat
sesuatu. “ Oh iya ngomong-ngomong soal mobil, apakah kau yakin kau mendapatkan
SIM secara legal ? “.
Seohyun menegakkan tubuhnya dan berkacak pinggang, “ Maksudmu ? “.
“ Melihat dari caramu memarkir mobilmu waktu itu, rasanya sulit membayangkan
kau lulus dalam ujian mengemudi “.
“ Seingatku kaulah yang memarkir mobilmu melebihi garis batas “, Seohyun
mengingatkan atas kejadian di saat pertama mereka bertemu.
“ Tapi kan itu bukan alasan untuk kau menabrak mobilku dari belakang “.
Seohyun menghentakkan kakinya dengan kesal. Yonghwa benar-benar membuatnya
jengkel. “ Saat ini aku benar-benar berharap bisa menyihirmu menjadi mahluk
paling menjijikkan di dunia ! “.
Yonghwa menaikkan kedua alisnya tak acuh.
“ Ngomong-ngomong caramu menghentakkan kakimu seperti itu mengingatkan aku
pada seseorang “, sahut Yonghwa sambil menyeringai membuat Seohyun ingin
meninju wajahnya dan merontokkan giginya.
“ Caramu marah seperti ponakanku yang berumur 3 tahun, dia selalu
menghentakkan kakinya setiap kali aku menolak memberinya coklat, dan setelah
itu dia akan menjerit dan menangis sambil mengguling-gulingkan badannya di
lantai. Apakah kau juga melakukan hal yang sama seperti itu ? Oh aku lupa, umurmu sudah 28 tahun “.
Dan kemarahan Seohyun berkobar sama seperti
kilat yang menggelegar di luar ..........
♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥
Plis, masukan dan saran kami harapkan dari anda. Silakan komentar EmoticonEmoticon