CHAPTER SEVEN
Yonghwa duduk di meja di ruang kerjanya. Di tangannya sedang memegang surat
kabar pagi ini. Headline berita pagi ini menyangkut dirinya. Bukan karena
keberhasilannya tapi karena pernikahannya semalam. The Bachelor Meet His
Destiny
“ Pengacara kondang perceraian Jung Yonghwa, yang beberapa waktu lalu mengatakan bahwa dia tidak pernah tertarik untuk terikat komitmen pernikahan, semalam secara mengejutkan menikahi seorang wanita yang di ketahui adalah seorang dosen di salah satu universitas terkenal bernama Seo Johyun. Pernikahan mereka lucunya terjadi di acara amal sebuah rumah sakit yang bekerjasama dengan perusahaan otomotif, dimana keduanya terlibat dalam sebuah permainan Dating Game, yang dimana di akhir permainan pasangan yang terpilih harus melaksanakan sesi pernikahan bohongan. Sayangnya pernikahan semalam bukanlah sandiwara. Si pengacara flamboyan sekarang sudah terikat. Apakah kariernya sebagai seorang pengacara perceraian yang sangat handal akan berakhir dengan pernikahan tersebut ? Dan berapa banyak wanita di luar sana yang tiba-tiba harus patah hati karena pria idaman mereka telah terikat ? “.
Yonghwa membaca sekali lagi kalimat panjang pembuka berita tersebut lalu
melipatnya dan membantingnya ke mejanya. Terikat !. Mengapa kata itu seakan
bagai tambang yang di belitkan di lehernya dan siap menggantungnya ?
Apakah Seohyun juga membaca koran pagi ini ?
Apakah dia akhirnya tahu bahwa dia menikahi seorang pengacara yang di puja
banyak wanita ?
Sedikit rasa bangga mengaliri hatinya. Setidaknya wanita itu tahu bahwa
dirinya setidaknya menjadi salah satu bujangan yang di gila-gilai wanita.
Apakah Seohyun merasa bangga ? Ataukah dia merasa sangat marah ?
Dan mengapa dia memikirkan hal tersebut ?
Yonghwa memukul kepalanya sendiri. Dia tidak seharusnya merasa senang bila
Seohyun menyadari dirinya menikah dengan bujangan incaran para wanita. Masalah
mereka adalah mereka secepatnya harus membatalkan pernikahan mereka.
Sayangnya hal itu terlihat mustahil saat ini. Selain karena kata-kata ibu
Yonghwa semalam juga karena surat nikah mereka ada di tangan Ibu Yonghwa. Dan
rasanya masa pembatalan 30 hari benar-benar terdengar seperti seumur hidup. Kali ini Yonghwa membenarkan
kata-kata Seohyun.
Masalah mereka adalah kedua ibu mereka. Baik Ibunya maupun Ibu Seohyun
dua-duanya menginginkan hal yang sama yaitu anak-anak mereka menikah, dan
mereka seperti mendapat jackpot saat kedua anak mereka ternyata sekarang
terikat pernikahan. Dan Yonghwa yakin seyakin-yakinnya, kedua ibu mereka akan
berusaha keras mempertahankan pernikahan tak sengaja ini.
Yonghwa kembali membuka koran tersebut. Ada photo saat mereka melangsungkan
pernikahan mereka semalam. Anehnya, mengapa di photo tersebut mereka terlihat
sangat bahagia. Apakah mereka telah mengedit photo tersebut ? Karena seingat
Yonghwa dia bahkan terlihat sangat menderita ?
Takdir telah mempermainkan dirinya. Seohyun adalah wanita yang jauh dari
type idealnya untuk di jadikan teman kencan apalagi sebagai pendamping
hidupnya. Dan sekarang dia bahkan terikat pernikahan dengan wanita tersebut.
Yonghwa menarik napas panjang sambil mengusap-usap kepalanya. Dia tidak
berencana untuk menikah. Komitmen bahkan tidak ada dalam kamusnya. Pernikahan
baginya adalah sebuah penjara seumur hidup, bangun dan tidur hanya melihat
wajah yang sama sampai kakek-kakek bukanlah rencananya. Jadi apa yang salah
dengan rencananya tersebut ?
Yonghwa mengusap matanya yang pagi ini terlihat merah, sementara bayangan
hitam menghiasi kantong matanya. Semalam dia tidak bisa terlelap, pikirannya
terlalu
sembrawur untuk di bawa tidur. Dan sepagi ini dia sudah meminum empat gels
kopi untuk mengusir kantuk yang tiba-tiba datang. Sementara hari ini ada 2 sidang perceraian
yang harus di hadirinya.
Pongselnya berdering. Yonghwa melihat panggilan masuk. Jungshin.
“ Hyung, chukkae !! aku dengar kau sudah menikah ya ? wah teganya kau tidak
menungguku kembali ke Seoul. Padahal aku bisa menjadi pendampingmu lho , apakah
hyungsunimnya cantik ? Jonghyun hyung bilang kalau d.................. “.
Yonghwa menutup teleponnya. Paginya sudah teramat kacau, dia tidak perlu
ocehan Jungshin untuk melengkapi kekacauan pikiran dan harinya. Sialan !
Sebuah ketukan di pintu menghentikan umpatan Yonghwa. Wajah Sunny,
sekretarisnya muncul dari balik pintu.
“ Ada apa ? “, tanya Yonghwa.
“ Apakah kau baik-baik saja bos ? “, tanya Sunny penuh selidik.
“ Memangnya ada apa ? “.
“ Ada ini bos “, kata Sunny sambil membuka pintu ruangan kantor Yonghwa
lebar-lebar hanya untuk memperlihatkan beberapa bingkisan bunga ucapan selamat
untuknya yang di letakkan di atas mejanya. “ Ada banyak kiriman bunga dan
ucapan untuk bos, apakah saya bisa membawanya ke ruangan bos ? “.
Yonghwa menatap nanar ke arah meja sekretarisnya. Surat kabar sialan !,
umpatnya dalam hati. Tidak butuh sehari untuk membuat semua koleganya mengetahui
pernikahannya. Buktinya sudah terlihat jelas, pagi ini saja sudah begitu banyak
bingkisan ucapan selamat yang datang ke firmanya. Dan Yonghwa bisa membayangkan
hari ini kantornya akan berubah menjadi taman bunga, dia tinggal membuka
jendela kantornya untuk membiarkan kupu-kupu masuk ke dalam ruangannya atau
bahkan segerombolan lebah yang berburu madu. Sempurna.
Apakah kekacauan semalam tidak cukup ?
♥ ♥ ♥
Seohyun menghempaskan tubuhnya ke kursi meja kerjanya. Kepalanya masih
terasa berat karena rasa pusing yang menderanya sejak semalam. Dan tidur yang
hanya dua jam sepertinya tidak membantu sama sekali. Pagi ini Seohyun bahkan
menyempatkan diri untuk sarapan dengan segelas kopi walaupun itu bukan
kebiasaannya.
Sejak ke datangannya ke kampus, dia merasa orang-orang sedang menatapnya
sambil tersenyum, bahkan ada sebagian yang tiba-tiba datang mendekat dan
menjabat tangannya sambil mengucapkan selamat. Hari ini bukan ulang tahunnya,
jadi mengapa mereka menyelamati dirinya.
Dan Seohyun baru saja kembali dari ruang profesor kepala fakultasnya.
Profesor Won memanggilnya untuk mengucapkan selamat kepadanya dan merasa
menyesal bahwa Seohyun tidak mengundang dirinya. Saat dirinya bertanya selamat
untuk apa, profesor Won lalu menyodorkan koran pagi ini dan Seohyun merasa
sebuah bangunan 100 tingkat sedang runtuh di atas kepalanya.
Karena terlalu memikirkan kejadian semalam, pagi ini Seohyun tidak sempat
melihat koran. Koran paginya hanya di bairkan tergeletak di meja sofa tanpa ada
minat untuk membacanya sekedar mengetahui berita hari ini. Sialnya dirinyalah
yang menjadi headline news. Bayangkan !
Seohyun meraih koran yang tadi dipinjamnya dari profesor Won. The Bachelor
Meet His Destiny. Itulah judul berita di mana photo dirinya dan Yonghwa
terpanpang nyata sedang melaksanakan pernikahan. Seohyun lalu menelusuri kata demi kata dan
mencernanya. Perutnya terasa bagai di tinju oleh Mike Tyson.
“...............................Si
pengacara flamboyan sekarang sudah terikat. Apakah kariernya sebagai seorang
pengacara perceraian yang sangat handal akan berakhir dengan pernikahan
tersebut ? Dan berapa banyak wanita di luar sana yang tiba-tiba harus patah
hati karena pria idaman mereka telah terikat ? “.
Seohyun membanting koran tersebut ke mejanya. Pengacara flamboyan ? pria
idaman ? Seohyun merasa mual dan ingin muntah. Bisa-bisanya mereka menyebut
Yonghwa sebagai pria idaman. Mereka tidak tahu bahwa pria idaman mereka tak
lebih dari seorang yang sombong, sok ganteng dan pria paling menyebalkan di
dunia.
Celakanya, pria tersebut sekarang adalah suaminya.
Seohyun mengerang sambil memegang pelipisnya dengan kedua tangannya.
Ternyata inilah alasan mengapa dia tiba-tiba menjadi pusat perhatian di kampus.
Alasan dari
ucapan selamat yang diterimanya. Tidakkah mereka tahu Seohyun bahkan tidak
merasa selamat dengan pernikahan tersebut ?
“ Seohyun, ada kiriman bunga untukmu “, Taeyeon salah satu rekan dosen
datang mendekatinya sambil membawa bingkisan bunga yang cukup besar dengan
ucapan selamat atas pernikahannya.
Tidakkah berita koran pagi ini cukup, mengapa harus
di tambah dengan bingkisan bunga dan ucapan selamat ?
“ Aku juga sekalian mengucapkan
selamat. Seohyun kau seharusnya mengundang kami semua di pernikahanmu, apalagi
ternyata kau menikahi si pengacara ganteng Jung Yong hwa, kau membuatku iri
saja “, kata Taeyeon sambil meletakkan bunga tersebut di atas mejanya lalu dia
sendiri menarik kursi dan duduk di hadapan Seohyun. “ Jadi bukankah seharusnya
sekrarang kalian berdua sedang bulan madu ? mengapa kau justru harus mengajar
hari ini ? “.
Seohyun selalu menyukai Taeyeon.
Rekan dosennya itu sangat baik dan manis kecuali rasa keinginan tahuannya yang
terlalu besar akan urusan pribadi orang lain. Terlalu kepo kalau istilah mahasiswanya.
Seohyun mencoba tersenyum. Bulan madu ?
“ Memangnya harus bulan madu ? “, tanya Seohyun enggan, tak ingin membuat
Taeyeon lebih penasaran dan mulai mengorek masalah pribadinya.
“ Aigoo Seohyun ssi. Bukankah pasangan pengantin baru selalu pergi berbulan
madu ? “. Taeyeon tertawa renyah menanggapi pertanyaan Seohyun.
“ Well tidak ada bulan madu. Kami berdua sibuk “, kata Seohyun tegas
berusaha menunjukkan bahwa dia tidak ingin di ganggu lebih lanjut. Peristiwa
semalam sudah membuatnya sakit kepala, jangan sampai rasa penasaran Taeyeon
membuat kepalanya meledak.
“ Hmmm, benar juga. Jung Yong Hwa ssi adalah pengacara yang terkenal pasti
dia sangat sibuk, sedangkan kau sendiri juga sibuk menyiapkan UTS “.
Setidaknya kau mengerti, bisik Seohyun dalam hati. Dia lalu menyingkirkan
koran dari atas mejanya lalu mulai membuka laptopnya dan berusaha terlihat
sedang sibuk.
“ Bisakah kau meningalkan aku ? Ada beberapa soal yang harus aku selesaikan
sebelum kuliah di mulai “, kata Seohyun sedikit bernada mengusir.
Taeyeon berdiri dan tersenyum. Sambil menganggukkan kepalanya dia berkata,
“ Kapan-kapan buatlah pesta kecil untuk memperkenalkan suamimu pada kami semua.
Kami tentu akan sangat senang bisa mengenalnya dan mengucapkan selamat atas
pernikahan kalian “.
Seohyun tersenyum manis mendengar perkataan Taeyeon. In your dream,
umpatnya dalam hati. Tak akan ada pesta ataupun hal-hal seperti itu.
Seohyun harus segera bertemu Yonghwa untuk membahas pembatalan pernikahan
mereka. Pernikahan mereka bahkan belum berlangsung sehari dan dia sudah cukup
mendapat masalah dengan rasa ingin tahu semua orang di sekitarnya.
Seohyun memuja kehidupannya, memuja idealismenya sebagai seorang penganut
feminisme. Seohyun tidak butuh pria angkuh menjengkelkan dan menyebalkan untuk
mendampinginya. Hidupnya begitu aman tenteram damai dan sejahtera. Dan Seohyun
akan mempertahankan kehidupannya.
Pernikahan mereka harus segera di batalkan !!
♥ ♥ ♥
Hari yang panjang dan melelahkan. Seohyun membuka apartemennya, meletakkan
kunci mobilnya di meja kecil dekat pintu dan menutup pintunya. Seohyun sangat
ingin berendam air hangat dan tidur. Tubuhnya letih dan pikirannya pun sangat
letih.
Seohyun berjalan perlahan memasuki kamar tidurnya, meletakkan tasnya ke
meja kerjanya lalu beranjak ke kamar mandi. 30 menit kemudian Seohyun sudah
bersiap untuk tidur ketika ponselnya berdering. Sedikit malas Seohyun berjalan
ke arah meja kerjanya dan mengecek siapa yang menelpon. Ibunya.
“ Ada apa ibu ? “.
“ Sayang apakah kau sudah melihat hadiah yang ibu berikan ? “. Dahi Seohyun
mengeryit. Hadiah ?
“ Hadiah ? hadiah apa ? “.
“ Aduh kamu ini kebiasaan, coba kamu lihat di meja dapur. Pasti kamu belum
ke dapur kan, apakah kau sudah makan ? “.
“ Belum “, jawab Seohyun singkat lalu berjalan keluar ke kamar menuju dapur
dan di sana sebuah kotak mungil berwarna pink dengan pita biru lucu terletak
pasrah di meja dapurnya. Seohyun meraih kotak tersebut sambil mencoba
menerka-nerka apa isinya.
“ Sudah lihat hadiahnya ? Tadi Ibu ke apartemen kamu tapi tidak bisa
berlama-lama untuk menunggumu pulang jadi hadiahnya ibu simpan di meja dapur.
Apakah kau suka ? “.
Seohyun menjepit ponselnya dengan bahunya lalu perlahan melepaskan ikatan
pita lucu tersebut dan perlahan membuka kotak kecil tersebut. Sebuah cincin
perak sederhana tapi sangat cantik dan terlihat sedikit kuno.
“ Cincin ? “, ucap Seohyun.
“ Bukan sembarang cincin, cincin itu adalah cincin antik yang berumur hampir
50 tahun lho “.
“ 50 tahun ? “.
“ Iya, cincin itu ibu beli waktu ibu jalan-jalan ke Eropa, katanya di dunia
ini cincin itu hanya ada sepasang saja. Cincin itu tadinya milik pangeran dari
sebuah kerajaan kecil di Eropa tapi Ibu lupa namanya, pokoknya cincin itu punya
kisah yang unik. Nantilah ibu ceritakan. Sudah kau coba ? “.
“ Tapi kan ibu ke Eropa sudah lima tahun yang lalu, mengapa baru sekarang
cincinnya ibu kasih ke aku ? “, tanya Seohyun penuh selidik. Tangannya menarik
cincin tersebut dari kotaknya dan mulai mengamatinya. Cincin tersebut jelas
sudah berumur di lihat dari beberapa gurat halus yang ada di permukaannya yang
hanya terlihat bila cincin tersebut diamati dengan seksama. Ada ukiran kecil
menjalar melingkari cincin tersebut dan sebuah berlian kecil di pasang tepat di
tengahnya. Di dalam lingkaran cincin tersebut ada sebuah kalimat yang setelah
Seohyun lihat tepat di bawah lampu tertulis “ Love is the key “. Seringai kecil tersungging di bibir Seohyun.
“ Itu karena Ibu baru menemukannya setelah terselip di lemari “, jawab Ibu
Seohyun. “ Waktu melihat cincin itu Ibu teringat dirimu, makanya Ibu beli.
Sudah kamu pakai belum ? cocok ? “.
Perlahan Seohyun memasukkan cincin tersebut ke jari manisnya, sebuah
setruman kecil membuatnya tersentak dan hampir saja melepaskan jepitan bahunya
pada ponselnya. Cincin itu sangat pas di jarinya. Seperti memang di buat sesuai
dengan ukuran jarinya. Seohyun menjauhkan tangannya untuk melihat bagaimana
penampakan cincin tersebut di jarinya.
“ Cincinnya cocok dan sangat cantik. Terima kasih Ibu “.
“ Ya sudah kalau kau suka. Ibu senang mendengarnya. Ibu tutup dulu ya
jangan lupa makan. I love you “, sahut Ibu Seohyun terdengar bahagia.
“ I love you too, Mom “, sahut Seohyun lalu menutup teleponnya.
Diletakkannya ponselnya di dekat kotak tempat cincin tersebut sekali lagi
memandang cincin yang menghiasi jari manisnya. Sambil mengedipkan bahunya
Seohyun berjalan ke arah kulkas untuk mengambil air minum dan berniat untuk
kembali tidur.
♥ ♥ ♥
“ Bos ada titipan untukmu “.
Yonghwa yang baru saja melangkah memasuki kantornya menatap Sunny
sekretarisnya dengan kening bertaut. Di liriknya jam tangannya dan waktu sudah
menunjukkan pukul 8 malam.
“ Kamu belum pulang ? “, tanya Yonghwa sambil berjalan ke arah meja
sekretarisnya.
“ Baru akan mau pulang. Saya baru saja menyelesaikan beberapa pekerjaan “,
jawab Sunny sambil meraih tasnya dan berdiri. Tangannya meraih sesuatu di dalam
laci mejanya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru dengan pita
berwarna pink lucu lalu menyerahkannya kepada Yonghwa. “ Bingkisan dari Ibu bos “, ucap Sunny saat
melihat wajah Yonghwa yang penuh tanda tanya. “ Dan bos, semua bingkisan bunga
dan ucapan untuk bos sudah saya masukkan ke ruangan bos dan ada pesan dari Pak
Leeteuk untuk menemuinya di kafe yang biasa setelah bos pulang kerja malam ini “.
Yonghwa mengerang kecil. Hari ini sangat melelahkan. Ponselnya tak berhenti
berdering dan semua relasinya bahkan hakim di persidangan juga mengucapkan
selamat atas pernikahannya. Yonghwa yakin ruang kantornya pasti sudah penuh
dengan bingkisan ucapan selamat.
“ Dan bos “, kata Sunny lagi sambil tersenyum “ Selamat atas pernikahannya
“. Dan Sunny berjalan keluar pintu setelah mengucapkan kata-kata tersebut
sambil tersenyum.
Kantor sudah mulai sepi. Firma hukum yang di dirikannya beberapa tahun yang
lalu memang tidak memiliki banyak karyawan. Pengacara yang dia pekerjakan pun
tidak terlalu banyak tapi semuanya berkompoten dan profesionalisme mereka tak
di ragukan. Dalam beberapa tahun saja mereka sudah banyak menyelesaikan
perkara-perkara di bidang perceraian. Sebagian besar ada yang sudah berkeluarga
dan hidup bahagia sementara beberapa yang lainnya sama seperti dirinya
menikmati hidup bebas tanpa komitmen. Yonghwa yakin para kolega dan rekannya
sedang menunggunya di kafe tersebut untuk merayakan pernikahannya.
Berjalan menuju ruangannya Yonghwa mengamati bingkisan mungil yang di
berikan oleh ibunya. Hari ini bukan ulang tahunnya jadi ini bukan hadiah ulang
tahun. Pasti hadiah ini ada hubungannya dengan pernikahan semalam.
Yonghwa meletakkan tasnya ke meja lalu duduk. Tangannya mulai membuka pita
kecil mungil berwarna pink yang mengikat kotak biru tersebut. Sebuah cincin.
Yonghwa menarik cincin tersebut lalu meletakkannya ke telapak tangannya. Cincin
yang terbuat dari perak, sebuah berlian kecil berkilau di tengah cincin
tersebut. Ukiran yang terlihat di ukir dengan indah melingkari cincin tersebut.
Sementara di dalam lingkaran cincin tertulis kalimat “ Love is the key “.
Cinta sama sekali bukanlah kunci menurut kamus Yonghwa.
Yonghwa lalu meletakkan cincin tersebut kembali ke kotaknya dan meraih
ponsel dari balik saku jasnya.
“ Ibu ? “, ucap Yonghwa saat mendengar sapaan dari seberang.
“ Yonghwa aahh “, terdengar sapaan khas ibunya “ Apakah kau sudah menerima hadiah dari ibu ? “
tanyanya.
“ Sudah, terima kasih “.
“ Itu bukan sembarang cincin, itu adalah cincin yang sudah di buat sekitar
50 tahun yang lalu, milik seorang pangeran muda dari sebuah kerajaan kecil di
Eropa. Ibu membelinya saat lelang barang-barang antik saat Ibu berjalan-jalan
ke Eropa “.
“ Jalan-jalan ke Eropa ? “, tanya Yonghwa sambil mencoba mengingat-ingat
kapan Ibunya ke Eropa. “ Memangnya kapan Ibu pernah ke Eropa ? “.
“ Anak nakal ! “, sahut Ibunya dari seberang dengan nada memarahi. “ Kau
pikir Ibu harus selalu melapor ke kamu kalau ibu mau kemana saja ? “.
“ Tidak ibu, Cuma heran saja, bisa-bisanya aku tidak ingat Ibu pernah ke
Eropa “.
“ Sudahlah “, kata Ibu Yonghwa “ Sudah kau coba cincinnya ? “.
“ Belum “.
“ Cobalah, waktu Ibu melihat cincin itu terlihat sangat pas untukmu “.
Yonghwa kembali meraih cincin tersebut lalu menyelipkannya ke jari
manisnya. Ada perasaan tersentrum saat cincin tersebut melekat ke jarinya.
Aneh, pikir Yonghwa. Cincinnya sangat pas untuknya.
“ Oh iya Ibu lupa, cincin itu mempunyai kutukan, cincin itu hanya akan keluar
dari jarimu oleh seseorang yang merupakan belahan jiwamu, cinta sejatimu “.
Yonghwa tertawa kecil. Ibunya benar-benar terlalu romantis atau terlalu
berlebihan, mana ada cincin yang di kutuk seperti itu. Yonghwa lalu mencoba
mengeluarkan cincin tersebut dari jarinya tapi anehnya cincin tersebut tidak
bergerak sedikitpun seakan menyatu dengan kulitnya. Yonghwa meletakkan
ponselnya setelah sebelumnya menekan tombol speaker lalu mulai menarik-narik
cincin tersebut dengan segenap tenaganya tapi cincin tersebut tak juga bisa dia
gerakkan.
“ Jangan tertawa, di cincin itu ada tulisan love is the key kan ?? itulah
petunjuk melepaskan cincin tersebut. Tapi Ibu juga tidak terlalu mempercayai
legenda cincin tersebut saat mereka bercerita . Kata mereka cincin itu akhirnya
terlepas dari tangan si pangeran saat dia bertemu dengan cinta sejatinya.
Bukankah romantis ? “, terdengar Ibu Yonghwa tertawa dari seberang. Entah
mengapa terdengar seperti nenek sihir yang mengutuk cincin tersebut.
“ Ibu “, kata Yonghwa lirih sambil menatap cincin yang ada di jari manisnya
“ Cincinnya tak bisa aku keluarkan “ dan terdengar jeritan kecil dari Ibunya.
♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥
Chapter Six Chapter Eight
5 komentar
Write komentarGemes bngt ma pasangan ini,,kpn mereka seatap bareng eonni,,,wahhh gak sabar,,hihihi
ReplyAigoo aigoo.. simpankan cincin yang sama dengan itu ya Tuhan ku.. wkwkwk
Replytunggu saja hahahahahaha
Replysini sini PO dulu cincinnya hahahaha
ReplyWkwkwkwwk.. kak zee kok blum update.. hiksss kebawa mimpi nih..
ReplyPlis, masukan dan saran kami harapkan dari anda. Silakan komentar EmoticonEmoticon