#SupportYongseo2017

#SupportYongseo2017

YONGSEO ALWAYS FOREVER

YONGSEO ALWAYS FOREVER

DONT SAY NO



CHAPTER TWO

“ Ayolah biarkan aku membantumu di dapur, aku toh datang kesini bukan untuk membuatmu repot “, ucap Yonghwa sambil melangkah mendekati Seohyun yang nampak kebingungan sendiri dengan tumpukan bahan masakan di depannya sementara sebuah buku resep terbuka lebar di depannya.
Seohyun menatap tajam ke arah Yonghwa, tapi Yonghwa bahkan mengabaikan tatapan tajam tersebut dan lalu mengambil buku resep yang sedang di pelajari Seohyun.
Wajah Seohyun memberengut. Dia merasa tidak senang Yonghwa berada di dapurnya. Dapurnya jadi terasa sempit. Dan yang paling di bencinya bahwa Yonghwa akan mengejek ketidak becusannya di dapur. Adakah yang lebih menjengkelkan dari hal itu ?
Seohyun menarik buku resepnya dari tangan Yonghwa lalu berbalik dan berkacak pinggang sambil menatap Yonghwa. “ Dan kalau aku katakan bahwa aku lebih suka menangani semua ini sendiri, apakah kau akan pergi ? “.
Yonghwa tersenyum. Seperti inilah Seohyun yang dikenalnya, tidak pernah mau menyerah dan keras kepala. Tapi bukan Yonghwa namanya jika bisa menerima begitu saja.
“ Tidak “, jawab Yonghwa sambil menyentuh ayam beku yang ada di atas meja dengan ujung jari telunjuknya. “ Aku tidak mau tersedak oleh benda-benda aneh yang akan kau masukkan ke dalam masakanmu. Aku ke sini untuk menenangkan diri bukan untuk bunuh diri jadi aku harus mengawasimu“, kata Yonghwa bernada jenaka sambil mengangkat sebelas alisnya.
Seohyun menggigit bibir bawahnya keras-keras. Mengutuk betapa tampannya Yonghwa saat ini. Mencoba mengacuhkannya Seohyun mulai memilah-milah sayuran dan mengambil baskom kecil dan mengisinya dengan air lalu mulai mencuci sayuran yang di pilihnya. Membuka laci dan mengambil pisau dapur kecil dari dalamnya.
“ Apakah kau yakin bisa menggunakan alat itu ? “, Yonghwa kembali menggodanya.
Seohyun menarik napas mencoba meredakan kekesalannya. Di balikkannya badannya menghadap ke arah Yonghwa yang hari ini terlihat begitu jantan dengan kaos ketat yang memamerkan dadanya yang bidang sementara celana jeansnya yang melekat ke tubuhnya dengan sangat pas terlihat begitu menggoda. Yonghwa adalah gambaran setiap laki-laki impian para gadis. Rambutnya yang hitam, rahangnya yang kokoh, bibirnya yang seksi. Siapapun wanita tak akan menolak untuk bisa menghabiskan satu malam penuh hasrat bersamanya.
Seojuhyun, hentikan !!
“ Jika kau takut aku akan membunuhmu dengan masakanku, kau tak perlu khawatir, aku memutuskan makan siang kita hari ini adalah ramen. Puas ?! “, radang Seohyun sambil berjalan membuka lemari konter dan mengeluarkan beberapa bungkus ramen instan dari dalamnya, meletakkannya dengan kasar di depan Yonghwa. “ Jangan khawatir aku termasuk ahli dalam memasak ramen “.
Yonghwa terbahak. Tawanya memenuhi seantero dapur. Seohyun entah bagaimana selalu bisa membuat Yonghwa merasa begitu lepas. Seohyun selalu bereaksi seperti itu setiap saat dia menggodanya.
“ Bagaimana kalau aku mengajakmu makan siang di luar ? “, saran Yonghwa setelah tawanya mereda berganti dengan raut serius. Selama ini dia belum pernah sekalipun mengajak Seohyun makan di luar. Dan Yonghwa mengutuk hal tersebut. Seharusnya dia menyempatkan diri mengajak Seohyun makan di luar saat dia mengunjungi mereka.
Seohyun terpaku menatap Yonghwa terkejut tak percaya seakan kiamat datang tiba-tiba. Yonghwa mengajaknya makan siang di luar. Sungguh, sepertinya memang wanita sialan itu telah melukainya dengan teramat dalam sangat sampai-sampai Yonghwa kehilangan logikanya.
“ Ayolah, jangan menatapku seperti kau baru saja mendengarkanku mengatakan betapa lezatnya masakanmu “, ucap Yonghwa sambil mengoyang-goyangkan tangannya di depan wajah Seohyun.      “ Tak ada salahnya kan kita makan siang di luar, sekaligus menikmati musim panas ini “.
Kalau tawaran itu datang dari Yonghwa, maka itu adalah satu hal yang salah. Seohyun mengerjapkan matanya beberapa kali. Dan melihat Seohyun seperti itu membuat Yonghwa menjadi gemas dan mengacak-ngacak rambut Seohyun yang di ikat secara serampangan tanpa menggunakan sisir. Apakah Seohyun selalu seberantakan ini setiap harinya ?
Mengacuhkan Yonghwa dan ajakannya yang terdengar tak masuk akal. Seohyun meraih celemek yang biasa di pakai oleh pelayan mereka, menarik kacamata dari saku celananya dan memakainya lalu kembali menekuri buku resep di depannya.
Seohyun yakin penampilan saat ini bagaikan badut, tapi dia tak peduli. Walaupun dalam bisnis, Yonghwa terkenal cukup kejam, tapi anehnya dia selalu bersikap baik di dekatnya – saat berada di dekatnya. Tapi hanya sampai batas itu. Seohyun benar-benar menyadari hal tersebut. Terkadang Seohyun merasa Yonghwa menganggapnya lucu tapi pada saat yang sama Yonghwa bahkan tidak memperhatikan dirinya.
Kembali menarik napas dalam-dalam, sambil mencoba berusaha mengumpulkan keping-keping hatinya yang berserakan karena perasaan sakit yang di rasakannya, Seohyun berusaha terlihat tenang.
“ Sebenarnya saat ini aku merasa panik. Aku benci karena pelayan kami meminta libur di waktu yang tidak tepat hanya karena ternyata kau memutuskan akan menghabiskan akhir pekanmu bersama kami. Sejak kemarin aku selalu merasakan melakukan semuanya dengan serba sala. Mencoba membuat biskuit coklat yang kau suka tapi aku harus membuangnya ke tempat sampah karena rasanya bahkan lebih mendekati sekumpulan semen yang mengeras. Dan kemudian aku berusaha untuk memasak makan malam tapi akhirnya aku menyerah. Dan untuk makan siang inipun aku sudah merencnakannya sejak semalam, mempelajari resepnya, memilih masakan yang gampang dan mudah. Bukan berarti aku tidak bisa memasak – dalam hal ini mungkin itu memang benar – tapi semua ini sudah aku rencanakan, terjaga sepanjang malam, membaca panduan memasak, memasang___ “.
Menyadari Yonghwa menatapnya dengan binar menggoda, Seohyun menghentikan ucapannya, lalu melanjutkan dengan nada kesal, “ Aku telah merencanakansemua operasi ini, bahkan sampai ke sayuran bekunya “.
Semua rencana yang hanya meninggalkan kantung mata yang hitam di seputar matanya, tapi paling tidak itu dapat mengalihkan pikirannya dari kenyataan bahwa mereka sedang tidur di bawah atap yang sama.
“ Aku yakin kau bisa menghabiskan waktumu bersama ayahku dan itu akan lebih berguna. Aku yakin ayahku sudah mempunyai banyak pemikiran bisnis yang ingin di baginya denganmu, mungkin proyek-proyek baru yang ingin di diskusikannya denganmu. Ayahku pasti tidak akan sabar untuk     itu “.
“ Mungkin “, ucap Yonghwa. “ Tapi hal itu bisa menunggu “. Seohyun terlihat sangat serius, rambutnya yang menutupi wajahnya yang sederhana, kacamata bulatnya yang bertengker di ujung hidungnya menutupi mata indahnya. Yonghwa tahu, Seohyun sedang sedang memusatkan perhatiannya pada masalah yang sedang di hadapinya.
Bagus sekali, Seohyun !
“ Kalau begitu aku akan tetap membantumu. Jika ada hal penting yang kau ingin aku lakukan bilang saja. Aku bisa mengupas kentang atau membuatkan kopi atau menghapus guratan kebingungan di keningmu. Aku berjanji akan berlaku baik dan aku pasti akan menikmatinya. Sungguh Seohyun, aku senang menemanimu “.
Dan itulah yang sebenarnya. Yonghwa selalu merasa nyaman berada di dekat Seohyun dan dia tidak tahu mengapa. Dan melihat bagaimana Seohyun menghadapi masalahnya dengan segala kepraktisan yang di anutnya, melihat kedua alisnya yang menyatu karena konsentrasinya yang terfokus, dan ujung lidahnya yang terkadang menyembul di balik bibirnya, selalu membuat Yonghwa terhibur, membuat pikirannya terbebas dari hal-hal lain.
“ Jika memang itu yang kau inginkan, silakan saja “, ucap Seohyun sambil pura-pura memeriksa daftar panjang yang sudah di susunnya semalam. Seohyun tidak akan membiarkan dirinya percaya bahwa Yonghwa benar-benar suka berada di dekatnya. Saat ini dia tidak ingin berkhayal tingkat tinggi seperti malam-malam yang di laluinya saat memikirkan pria yang ada di sampingnya saat ini. Lagipula saat suasana hati Yonghwa sedang di liputi rasa hangat dan penuh perhatian, Seohyun merasa hal itu sangatlah berbahaya.
Dan Seohyun harus bersabar karena masih ada esok hari yang akan di laluinya sebelum akhirnya Yonghwa kembali ke Seoul dan rutinitasnya dengan segala urusan bisnis dan proyek-proyek barunya. Dan pagi ini saat dia sedang menyiapkan sarapan untuk mereka bertiga, saat Yonghwa sedang menghabiskan waktunya dengan melakukan jogging kecil di seputar rumah mereka, ayahnya berkata, “ Seohyun sayang, kau benar-benar telah melakukan hal yang hebat dengan semua yang telah kau lakukan semalam, tapi sayangku Yonghwa datang kemari bukan untuk melihatmu menyajikan lebih banyak lagi bencana. Jadi kembalilah menjadi Seohyun yang praktis “.
Bahkan ayah tercintanya menganggap apa yang berusaha di lakukannya adalah sebuah bencana,     hah !!
Seohyun lalu berjalan membuka lemari konter mengeluarkan gulungan celemek dan menyerahkannya ke Yonghwa. “ Jika kau ingin membantuku, pastikan kau memakainya karena siapa yang tahu apa yang akan kau hadapi “.
Yonghwa tertawa kecil lalu mengambil celemek tersebut lalu memasangnya, sayang sekali bahwa celemek tersebut tidak mempunya pengikat tali di belakang hanya kancing kecil yang bisa dengan mudah di kancingkannya. Tentunya akan menyenangkan jika Seohyun mengikatkan talinya, bukan ?
“ Maukah ku buatkan kopi sebelum kita mulai ? “.
“ Tidak untukku “, tolak Yonghwa sambil menatap Seohyun dengan tatapan yang tiba-tiba berubah serius. “ Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan kepadamu. Dan sebelum kau menjawabnya, aku ingin kau memikirkannya dan mempertimbangkannya baik-baik, pakailah kecerdasanmu yang penuh dengan ketenangan itu “.
Yonghwa berhenti sesaat, membuat sedikit jarak diantara mereka, tersenyum kecil melihat beberapa kerutan yang mulai hadir di wajah Seohyun. Ide ini betul-betul muncul tiba-tiba di kepalanya dan itu adalah ide yang sangat bagus. Yonghwa sudah memikirkannya sejak semalam bahkan sejak saat dia dan ayah Seohyun sedang mendiskusi proyek-proyek baru mereka. Semalaman memikirkan ide gila tersebut tapi baginya terdengar sangat masuk akal.
Ide itu mengandung pemikiran yang sehat dan praktis. Dan karena Yonghwa mengenal Seohyun-nya. Yonghwa yakin setelah dia dapat membuat Seohyun menerima ide tersebut. Seohyun akan setuju.
“ Seohyun “, kata Yonghwa datar. “ Maukah kau menikah denganku ? “.

♥ ♥ ♥

Sesuatu yang mengerikan sedang terjadi , pikir Seohyun panik. Rasanya aliran darahnya tiba-tiba mengalir dengan kencang ke kepalanya dan membuat otaknya mendidih, melemaskan setiap urat syarat di tubuhnya, seolah dia baru saja mendengar sesuatu yang tidak pernah terucapkan.
Yonghwa baru saja melamarnya ? Melamar dirinya ?
“ Seohyun ?? “.
Seohyun berusaha menekan rasa takut pada penderitaan hebat yang akan di alaminya. Seohyun sadar untuk menangkap nada ejekan di setiap perkataan Yonghwa. Jadi memang demikian, semua hanya lelucon yang sama sekali tidak lucu.
Beraninya Yonghwa ! Dia akan mendapatkan hukuman yang sangat pantas untuk perbuatannya tersebut jika saja Seohyun menganggap ucapannya tersebut adalah serius. Segala bayanagan tentang gaun putin panjang berenda dengan ekor yang panjang, serta bayi-bayi mungil yang akan mereka miliki bersama terasa sangat menyakitkan untuk Seohyun.
Seohyun harus berpikiran sehat. Mungkin sebaiknya dia menganggap saja perkataan Yonghwa itu serius. Mungkin rasa terluka dalam hatinya tidaklah sedalam rasa sakit yang di alami Yonghwa atas perlakukan mantan kekasihnya. Tapi bukan berarti Yonghwa bisa seenaknya menaburkan garam di lukanya bukan ?
Seohyun menggerakkan kakinya perlahan dan berjalan dengan susah payah ke arah tempat cuci piring, meraih cerek dan mengisinya dengan air dengan tangan yang gemetar. Seohyun butuh kopi, tidak peduli Yonghwa tidak membutuhkannya. Paling tidak itu memberinya waktu untuk berpikir lebih jernih.
“ hati-hati Yonghwa “, kata Seohyun dengan nada sedikit bergetar. “ lelucon seperti itu akan berbalik padamu, bisa saja aku menganggapnya serius “.
“ Tapi aku memang serius, Seohyun “, kata Yonghwa yang kini berdiri tepat di belakangnya.
Seohyun membeku di tempatnya. Dirinya bagaikan menjelma menjadi patung batu. Semua ini pasti tidak mungkin, bagaimana bisa Yonghwa serius dengan ucapannya tadi ?
Yonghwa mengangkat tangannya memegang pundak Seohyun dan memutar tubuh Seohyun hingga berhadapan dengannya.
Seohyun berusaha membebaskan pundaknya dari cengkraman Yonghwa. Pria itu belum pernah menyentuhnya, bahkan secara tidak sengaja sekalipun, dan walaupun terkadang Seohyun berharap akan ada kejadian seperti itu, Seohyun tidak sanggup mengatasinya saat ini, tidak sebelum Yonghwa benar-benar mengetahui apa sebenarnya yang ada di benak Yonghwa.
“ Apakah ini semua ada hubungannya dengan kau di campakkan oleh Jessie ? “, tanya Seohyun saat otaknya sudah kembali bisa berpikiran jernih. “ Dia memutuskan hubungan denganmu, jadi kau ingin segera bertunangan dengan orang lain hanya untuk menunjukkan kepadanya bahwa dia bukanlah satu-satunya butiran pasir di pantai ? “.
Tapi apakah Yonghwa sekejam itu ? Apakah Yonghwa tega memperalat dirinya hanya untuk membalas sakit hatinya pada wanita yang di cintainya itu ? membelikan cincin berlian berkilau untuk dirinya, memastikan seluruh dunia tahu lalu dengan diam-diam akan membatalkan semuanya saat sisa-sisa publitas yang di lakukan Jessie kepadanya telah lenyap ?
“ Bagaimana ? “, desak Seohyun. “ Tidak adakah jawaban kilat untuk pertanyaan itu ? atau apakah kau tiba-tiba jatuh cinta setengah mati padaku ? Sayangnya, entah mengapa hal itu begitu sulit untuk aku terima “, kata Seohyun lagi dengan nada menyindir saat melihat Yonghwa terdiam.
Yonghwa melirik jam Rolexnya. Sebentar lagi jam makan siang dan sepertinya masalah ini akan memerlukan waktu lebih lama daripada yang di perkirakannya semula. Yonghwa tahu tidak akan mudah membuat Seohyun menerima rencananya.
“ Kau terlalu meremehkan dirimu sendiri, Seohyun. Kau benar-benar perlu menghilangkan perasaan rendah dirimu itu “, kata-kata Yonghwa terdengar sedikit tidak sabaran. “ Dan tidak ! Aku tidak akan memiliki perasaan jatuh cinta setengah mati pada dirimu lebih daripada yang kau rasakan kepadaku. Malah aku sendiri tidak yakin kondisi seperti apa yang sedang kita bicarakan di sini “.
“ Yang aku minta hanyalah kau mau meluangkan waktumu untuk mendengarkan apa yang harus ku katakan. Untuk memulainya kita__ “.
Perkataan Yonghwa terhenti oleh kemunculan ayah Seohyun di dapur tempat di mana mereka sedang berada. Sial ! umpat Yonghwa kesal dengan kehadiran tersebut. rahang Yonghwa sedikit menegang, dia menatap wajah ayah Seohyun dengan mata menyipit. Sementara ayah Seohyun sepertinya sedang berniat untuk mendapatkan segelas kopi sebelum makan siang.
 “ Apakah aku sedang mengganggu kalian ? “, tanyanya merasakan atmosfir di dalam dapur yang terasa tegang. “ dan apakah Seohyun sedang menyiapkan makan siang. Seohyun jangan masak untukku, aku sudah kenyang “.
“ Sebenarnya “, kata Yonghwa perlahan. “ aku bermaksud mengajak Seohyun makan siang di luar, sebagai ucapan terima kasih atas semua usaha keranya “, dan tatapan mata Yonghwa yang menyipit menatap Seohyun dengan tajam di sertai perintah tegas yang tak terucap yang anehnya bisa Seohyun baca dengan jelas. “ Ambillah jaketmu “.
Seohyun sama sekali tidak suka dengan nada memerintah di perkataan Yonghwa. Dia pikir dia siapa ? Setidaknya Yonghwa bisa meminta dengan baik-baik kan ? Tapi Seohyun berusaha mengendalikan emosinya, demi Yonghwa, sejak bertahun-tahun yang lalu, lebih daripada yang bisa diingatnya. Jadi lebih baik dia diam dan mengikuti permainan yang sedang di mainkan Yonghwa.
“ Ayolah Seohyun, waktu kita tidak banyak “, desak Yonghwa.
Ada getaran aneh yang di kirimkan Yonghwa dalam nada bicaranya, getaran yang membuat Seohyun gemetar. Seohyun tahu bahwa Yonghwa bukanlah tipe pria yang bisa menerima penolakan dan tidak mudah di hadapi. Tapi selama dia mengenal Yonghwa belum pernah Seohyun merasa takut padanya atau merasakan bahwa Yonghwa sedang berusaha mengendalikan hidupnya.
Maka, Seohyun memutuskan menurutinya, dengan langkah berat hampir tersandung sandalnya sendiri, Seohyun berjalan keluar dapur. Tentu saja aku tidak takut pada Yonghwa, kata Seohyun dalam hati, lalu dengan pelan-pelan di bukanya celemek dan menyampirkannya ke sandaran kursi meja makan , lalu berjalan naik ke kamarnya dan mengambil jaketnya tanpa sempat memperhatikan penampilannya di cermin.
Saat ini Seohyun merasa otaknya sedang di masukkan ke dalam blender dan di haluskan dengan kecepatan kilat. Bingung !
Dan saat dia melangkah turun, di lihatnya Yonghwa sudah menunggunya di depan pintu dan dengan tidak sabar menanyakan apakah Seohyun sudah siap.
Mengapa Yonghwa harus tidak sabaran seperti itu ? Sayangnya ketidak sabarannya bukanlah menunjukkan ketidak sabaran seorang pria yang sedang jatuh cinta. Dan demi Tuhan, dari mana datangnya pemikiran Yonghwa jatuh cinta padanya ? tentu saja Yonghwa tidak sedang jatuh cinta padanya, bukankah dia sudah mengatakannya dengan jelas tadi saat mereka sedang di dapur ?
“ Ya, aku sudah siap, dan rasanya tidak sabar untuk segera mengetahui ada apa sebenarnya “, jawab Seohyun mantap walaupun dalam hati dia tidak dapat menghentikan perasaan gelisah yang melingkupinya.
“ Kalau begitu ayo kita pergi “.

♥ ♥ ♥


Setelah menempuh perjalanan sekitar sepuluh menit, Yonghwa memarkirkan mobilnya di depan sebuah restoran kecil yang terletak tepat di pinggiran danau yang nampak begitu biru dengan kilauan cahaya matahari yang menyilaukan.
Restoran sedikit penuh karena bertepatan dengan makan siang. Yonghwa menuntun Seohyun ke arah sebuah meja kosong yang sedikit berada di pojokan dekat jendela yang mengarah langsung ke arah danau.
Seohyun duduk dan masih memakai jaketnya sehingga Yonghwa memaksa menarik jaket tersebut dan meyampirkannya ke sandaran kursi Seohyun. Pakaian yang di pakai Seohyun benar-benar begitu jauh dari beberapa wanita yang berada di dalam restoran tersebut. celana jeans longgar kusam, sweater panjang yang sangat tidak tepat di cuaca panas seperti ini, belum lagi wajahnya yang tak berbedak, bibirnya yang hanya di sapu lipgloss yang mulai memudar , rambut yang di gelung acak-acakan denga kacamata bundarnya. Seohyun benar-benar begitu ajaib. Apakah wanita ini tidak pernah membuka halaman majalah dan melihat bagaimana berpakaian yang tepat ? Yonghwa menggelengkan kepalanya sambil menarik kursi yang berada tepat di depan Seohyun dan duduk.
Seorang pelayan datang menbawakan menu ke meja mereka. Seohyun memegangnya tapi kemudian meletakkan menu tersebut ke meja. “ Aku tidak lapar. Aku lebih tertarik mendengar apa yang ada di balik lamaranmu yang sangat tidak romantis itu “.
Nada tajam di suara Seohyun menyadarkan Yonghwa bahwa Seohyun mulai menumpahkan kemarahannya. Jadi memang benar usulnya agar mereka menikah telah membuat Seohyun kebingungan tapi dia berusaha menghadapinya dengan ketenangannya dan itulah yang menjadi salah satu hal yang di kagumi Yonghwa darinya. Seohyun selalu bisa melihat keadaan dari segala sudut, berusaha memecahkannya.
“ Setelah kita makan siang, Seohyun “, jawab Yonghwa datar. “ Kita akan membicarakannya setelah setidaknya kita mengisi perut kita. Pilihlah sesuatu yang ringan bila memang kau tidak terlalu lapar “.
Dan akhirnya Seohyun memilih memesan sandwich dan segelas air putih sementara Yonghwa memesan spagetti.
Saat pesanan mereka datang, keduanya makan dalam diam. Seohyun lebih banyak menunduk menatap sandwich yang dengan enggan di suapkan ke dalam mulutnya. Dan setelah beberapa saat akhirnya kesabaran Seohyun sudah mencapai batasnya.
Seohyun meletakkan garpunya. “ Ku peringatkan padamu tuan Jung Yong Hwa, jika seperti perkiraanku bahwa kau menginginkan pertunangan yang secepat kilat hanya untuk membalas apa yang di lakukan Jessie maka kau harus melupakan hal tersebut, jika menyangkut diriku. Carilah wanita lain untuk menjalani permainanmu itu “.
“ Benar “. Yonghwa meletakkan garpunya duatas piringnya yang sudah hampir kosong dan bersandar ke sandaran kursi sambil menatap Seohyun dengan tatapan yang seakan ingin memaku Seohyun di tempatnya. “ Seingatku aku tidak pernah menyebutkan pertunangan. Apa gunanya bertunangan jika kita bisa menikah dalam waktu dua minggu mendatang ? Dan jangan pernah mengikut sertakan Jessie dalam hal ini “.
“ Kita tidak bisa melakukan hal ini “, ucap Seohyun. Yonghwa mungkin memang benar adalah satu-satunya pria yang di impikan Seohyun, tapi itu bukan berarti Yonghwa bisa memperalat dirinya. Seohyun tidak ingin terjerumus ke dalam keduakaan yang akan terus menyelimuti hidupnya. Hidup bersama Yonghwa, sebagai istrinya, dengan pemikiran bahwa setiap kali mereka akan bercinta maka Seohyun akan memikirkan bahwa Yonghwa sedang membayangkan mantan kekasihnya tersebut.
“ kau mengatakan jatuh cinta merupakan suatu kondisi dan kau bilang itu tidak pernah ada “, sedikit parau Seohyun memperingatkan. “ Sepanjang ingatanku kau telah berkencan dengan banyak wanita cantik, tapi hanya Jessie lah yang bisa membuatmu ingin hidup tenang dan ingin menikahinya. Kau pasti mencintainya “.
“ Aku dapat mengerti betapa sakitnya hatimu di campakkan olehnya, tapi tergesa-gesa menikah dengan orang lain bukanlah jalan keluar. Itu tidak akan mengatasi sakit hatimu, apalagi   mengobatinya “.
“ Dan jika pada akhirnya kau sudah bisa mengatasi masalahmu dengan Jessie, kau akan terbebani dengan istri yang tidak dapat kau cintai. Dan aku tidak ingin menjalani hidupku dengan kesadaran penuh bahwa aku hanyalah pilihan kedua “.
“ kau tidak pantas merendahkan dirimu seperti itu, kau tidak tahu apa yang sedang kau bicarakan “, kata Yonghwa dengan nada jengkel yang berusaha di tekannya. Sejauh ini yang Seohyun pikirkan hanyalah pernikahan normal, tapi apa yang di apikirkan dalam idenya sama sekali tidak seperti itu. Dan seandainya Seohyun bisa lima menit saja mau menghentikan ocehannya tentang Jessie, maka Yonghwa akan dapat menerangkan maksudnya pada Seohyun.
“ Mengingat gaya hidupku, aku memutuskan untuk memiliki istri. Jessie benar-benar cocok untuk itu, dia cantik, sedang di pandang mata, dia akan bisa menjadi nyonya rumah yang baik di setiap perjamuan yang akan aku adakan untuk para kolega bisnisku dan tentu saja hangat dan menggairahkan di tempat tidur “, Yonghwa berhenti sejenak mencoba membaca raut wajah Seohyun yang datar. “ Dan karena kau hidup dilingkungan yang hampir sama denganku, dimana mungkin dulu orang tuamu suka mengadakan pesta untuk rekan bisnisnya dan Ibumu tampil sebagai nyonya rumah yang menyenangkan maka aku rasa kau tahu apa yang sedang aku bicarakan. Jadi pernikahan adalah jawaban untuk itu semua tapi ternyata tidak berhasil, jadi pengalaman itu memang membuatku jera dan aku tidak ingin lagi memikirkan hubungan antara pria dan wanita “.
“ itulah mengapa, Seohyun. Yang ku usulkan adalah pernikahan yang saling menguntungkan dengan tentu saja persyaratan yang fleksibel. Pernikahan ini hanya status “.
Seohyun tahu senyuman di wajah Yonghwa mungkin bermaksud untuk menenangkan dirinya tapi rasa sakit dalam hatinya terasa semakin hebat dan percikan harapan sekecil biji jagungpun sudah terbang terbakar kesedihannya. Mungkin karena besarnya rasa cintanya kepada Yonghwa dan sudah tertanam dan berakar dalam hatinya, Seohyun telah menggantungkan harapannya tapi apa yang di tawarkan Yonghwa sangat jauh dari apa yang di harapkannya.
Jika, andai saja Seohyun menerima tawaran tersebut dan setuju menikah dengan Yonghwa, maka seiring dengan waktu mungkin Yonghwa akan mencintainya. Tanpa menghiraukan kemungkinan besar hancurnya dirinya sendiri. Tapi itu pastilah hal terbodoh yang akan di lakukannya dalam  dua puluh tahun hidupnya.
Sambil menarik napas panjang dan mengumpulkan kembali akal sehatnya yang sedikit gagal fokus. Seohyun menatap Yonghwa dan tersenyum dingin.
“ Kau bisa menyewa seseorang seperti perusahaan katering yang andal untuk mengatur perjamuan-perjamuan makan malam dengan semua rekan bisnismu dan aku yakin kau selalau akan bisa menemukan wanita cantik yang akan dengan senang hati menjadi nyonya rumah untukmu. Kau tidak memerlukan istri “.
“ Seorang wanita bisa menjadi sebagai alat penangkis, Seohyun “, kata Yonghwa sambil tersenyum kecil. “ Mengusir kerumunan lebah yang berusaha merebut toples madunya. Aku sama sekali tidak tertarik dengan hal demikian lagi “.
Yonghwa memang benar-benar terluka, pikir Seohyun. Yonghwa masih mencintai Jessie dan di campakkan oleh wanita yang di cintainya telah benar-benar menampar harga dirinya.
“ Aku memahami apa yang kau rasakan. Tapi percayalah, itu takkan berlangsung lama. Para wanita akan kembali mengerumunimu dan akhirnya kau akan tergoda. Kau pria seksi Jung Yong Hwa “.
Yonghwa menatap Seohyun dengan mengerjap-ngerjapkan matanya dan menelan ludah dengan susah payah. Berusaha dengan sekuat tenaga untuk tidak tersenyum. Seohyun terdengar seperti mengerti dengan apa yang di ucapkannya. Memangnya apa yang di ketahui Seohyun dengan nafsu dan birahi ? Nol besar !.
“ Seohyun, jika kita menikah, aku berjanji padamu takkan bermain-main seperti itu. Kau bisa memegang kata-kataku “.
Janji. Yonghwa tidak pernah ingkar dengan janji yang di buatnya, Seohyun tahu itu dengan pasti. Jadi setidaknya jika mereka menikah dia tidak akan bertanya-tanya dimana dan dengan siapa Yonghwa berada, jika satu malam pria tersebut tidak pulang ke rumah. Demi Tuhan, Seohyun merasa tergoda menerima usul tersebut.
Tapi apapun itu semua ini tidaklah masuk akal.
“ Kau belum memikirkan semua ini masak-masak. Bagaimana kalau tiba-tiba kau menginginkan seorang anak ? “.
“ Sejak kecil aku selalu merasa menjadi pengganggu untuk kedua orang tuaku. Jadi aku mengambil pelajaran dari hal tersebut. Dalam pernikahan ini aku tidak ingin ada anak yang terlibat. Aku tidak menginginkan anak dan tidak akan mengambil resiko untuk itu “.
“ Ohh “, hanya itu yang bisa di ucapkan Seohyun. “ Aku minta maaf untuk masa kecilmu yang tidak bahagia tapi bagiku kalian selalu terlihat akur dan rukun “.
“ Aku lebih menyebutnya kesopanan “. Suara Yonghwa datar. “ Aku tidak ingin mengingat masa kecilku, aku hanya ingin menjelaskan mengapa aku tidak ingin memiliki anak “.
“ Dan apakah Jessie senang akan hal itu ? “. Yonghwa pasti tidak suka Seohyun membicarakan mantan tunangannya itu. “ Aku menduga dia pasti tidak ingin merusak keindahan tubuhnya yang menakjubkan itu atau membiarkan bayi meneteskan air liur ke gaunnya yang spektakuler “.
Seohyun berusaha menahan airmatanya yang mulai merebak. Apakah Seohyun akan bahagia dengan hubungan seperti itu ? Yonghwa bahkan sama sekali tidak bertanya apakah Seohyun menginginkan anak ? Yonghwa tidak mempertimbangkan perasaannya ataukah Yonghwa menganggap Seohyun tidak memiliki perasaan sama sekali ?
“ Seohyun aku janji, saat kita menikah kau akan mendapatkan semua yang menjadi hakmu, mendapatkan namaku, perlindunganku, jaminanku bahkan aku akan memenuhi semua kebutuhanmu , kau akan mendapatkan rumah yang indah di Seoul “.
“ Mungkin ayahmu belum mengatakan hal ini kepadamu, tapi Ayahmu bermaksud menjual semua asetnya dan pindah ke Seoul dan menghabiskan masa tuanya di sana tanpa memikirkan segala urusan bisnis yang akan membuatnya kelelahan. Dia ingin pensiun. Satu-satunya yang di pikirkannya hanyalah dirimu. Jika kita menikah maka beban ayahmu akan hilang dan dia bisa menjalankan masa pensiunnya dengan bahagia “.
Seohyun menatap Yonghwa, kedua matanya terbelalak dan terbuka lebar. Seohyun merasa seolah-olah tanah runtuh dan menariknya dan satu-satunya penyelamatnya hanyalah dengan menikah dengan Yonghwa. Tapi sayangnya Seohyun sudah berlatih banyak hal dalam hidupnya. Satu-satunya yang tak dapat di atasinya adalah perasaan di khianati oleh ayahnya sendiri. Seohyun sangat mempercayai ayahnya, mencintainya dan merasa ayahnya membutuhkannya untuk menjaganya. Tapi ternyata, ayahnya bahkan tidak merasa perlu mendiskusikan dengannya tentang rencana pensiun dan rencananya menjual semua aset dan juga rumah mereka yang seumur hidup sudah menjadi bagian dalam diri Seohyun.
Hal itu terasa sangat menyakitkan.
Sejak lahir Seohyun selalu tahu bahwa dirinya sama sekalai tidak bisa di banggakan. Wajahnya yanag biasa saja, rambutnya yang bergelombang awut-awutan, tubuhnya yang kurus, tak satupun yang bisa di lakukan ibunya untuk mebuatnya tampil cantik bahkan Ibunya cukup sering mengucapkan betapa dia merasa sedih memiliki anak seperti dirinya.
Mungkin itulah sebabnya dia tidak terlalu banyak belajar dari ibunya. Di mata orang mungkin ibunya adalah sosok ibu yang sempurna seperti di setiap iklam yang dia saksikan di TV, sayangnya pada kenyataannya Ibunyalah yang membuatnya kurang percaya diri pada apa yang di milikinya.
Dan walaupun begitu Seohyun masih bisa membuat bangga ayahnya dengan nilai-nilai cemerlang ang di dapatkannya di sekolah. Menjadi yang terbaik dan lulus dengan nilai tertinggi. Seohyun belajar untuk selalu patuh, selalu belajar dengan giat, membuat yanag terbaik menjadi lebih baik lagi.
Dan ternyata bahkan ayahnya tidak sebangga itu padanya. Menganggapnya tidak cukup berharga untuk di mintai pendapat. Jika memang dia begitu berarti, ayahnya tentu akan membicarakan hal penting seperti ini kepadanya, iya kan ??
Seohyun bangkit berdiri. Mengeraskan tekad yang dia tahu mungkin akan di sesalinya seumur hidupnya.
Yonghwa, aku akan menikah denganmu. Beritahu aku di mana tempatnya dan kapan akan di laksanakan, maka aku akan datang “.

♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥

Previous
Next Post »

Plis, masukan dan saran kami harapkan dari anda. Silakan komentar EmoticonEmoticon

Nothing But Yongseo ♥

Nothing But Yongseo ♥