CHAPTER TWO
“ Ayolah biarkan aku membantumu di dapur, aku toh datang kesini bukan untuk
membuatmu repot “, ucap Yonghwa sambil melangkah mendekati Seohyun yang nampak
kebingungan sendiri dengan tumpukan bahan masakan di depannya sementara sebuah
buku resep terbuka lebar di depannya.
Seohyun menatap tajam ke arah Yonghwa, tapi Yonghwa bahkan mengabaikan
tatapan tajam tersebut dan lalu mengambil buku resep yang sedang di pelajari
Seohyun.
Wajah Seohyun memberengut. Dia merasa tidak senang Yonghwa berada di
dapurnya. Dapurnya jadi terasa sempit. Dan yang paling di bencinya bahwa
Yonghwa akan mengejek ketidak becusannya di dapur. Adakah yang lebih
menjengkelkan dari hal itu ?
Seohyun menarik buku resepnya dari tangan Yonghwa lalu berbalik dan
berkacak pinggang sambil menatap Yonghwa. “ Dan kalau aku katakan bahwa aku
lebih suka menangani semua ini sendiri, apakah kau akan pergi ? “.
Yonghwa tersenyum. Seperti inilah Seohyun yang dikenalnya, tidak pernah mau
menyerah dan keras kepala. Tapi bukan Yonghwa namanya jika bisa menerima begitu
saja.
“ Tidak “, jawab Yonghwa sambil menyentuh ayam beku yang ada di atas meja
dengan ujung jari telunjuknya. “ Aku tidak mau tersedak oleh benda-benda aneh
yang akan kau masukkan ke dalam masakanmu. Aku ke sini untuk menenangkan diri
bukan untuk bunuh diri jadi aku harus mengawasimu“, kata Yonghwa bernada jenaka
sambil mengangkat sebelas alisnya.
Seohyun menggigit bibir bawahnya keras-keras. Mengutuk betapa tampannya
Yonghwa saat ini. Mencoba mengacuhkannya Seohyun mulai memilah-milah sayuran
dan mengambil baskom kecil dan mengisinya dengan air lalu mulai mencuci sayuran
yang di pilihnya. Membuka laci dan mengambil pisau dapur kecil dari dalamnya.
“ Apakah kau yakin bisa menggunakan alat itu ? “, Yonghwa kembali
menggodanya.
Seohyun menarik napas mencoba meredakan kekesalannya. Di balikkannya
badannya menghadap ke arah Yonghwa yang hari ini terlihat begitu jantan dengan
kaos ketat yang memamerkan dadanya yang bidang sementara celana jeansnya yang
melekat ke tubuhnya dengan sangat pas terlihat begitu menggoda. Yonghwa adalah
gambaran setiap laki-laki impian para gadis. Rambutnya yang hitam, rahangnya
yang kokoh, bibirnya yang seksi. Siapapun wanita tak akan menolak untuk bisa
menghabiskan satu malam penuh hasrat bersamanya.
Seojuhyun, hentikan !!
“ Jika kau takut aku akan membunuhmu dengan masakanku, kau tak perlu
khawatir, aku memutuskan makan siang kita hari ini adalah ramen. Puas ?! “,
radang Seohyun sambil berjalan membuka lemari konter dan mengeluarkan beberapa
bungkus ramen instan dari dalamnya, meletakkannya dengan kasar di depan
Yonghwa. “ Jangan khawatir aku termasuk ahli dalam memasak ramen “.
Yonghwa terbahak. Tawanya memenuhi seantero dapur. Seohyun entah bagaimana
selalu bisa membuat Yonghwa merasa begitu lepas. Seohyun selalu bereaksi
seperti itu setiap saat dia menggodanya.
“ Bagaimana kalau aku mengajakmu makan siang di luar ? “, saran Yonghwa
setelah tawanya mereda berganti dengan raut serius. Selama ini dia belum pernah
sekalipun mengajak Seohyun makan di luar. Dan Yonghwa mengutuk hal tersebut.
Seharusnya dia menyempatkan diri mengajak Seohyun makan di luar saat dia
mengunjungi mereka.
Seohyun terpaku menatap Yonghwa terkejut tak percaya seakan kiamat datang
tiba-tiba. Yonghwa mengajaknya makan siang di luar. Sungguh, sepertinya memang
wanita sialan itu telah melukainya dengan teramat dalam sangat sampai-sampai
Yonghwa kehilangan logikanya.
“ Ayolah, jangan menatapku seperti kau baru saja mendengarkanku mengatakan
betapa lezatnya masakanmu “, ucap Yonghwa sambil mengoyang-goyangkan tangannya
di depan wajah Seohyun. “ Tak ada salahnya kan kita makan siang di
luar, sekaligus menikmati musim panas ini “.
Kalau tawaran itu datang dari Yonghwa, maka itu adalah satu hal yang salah.
Seohyun mengerjapkan matanya beberapa kali. Dan melihat Seohyun seperti itu
membuat Yonghwa menjadi gemas dan mengacak-ngacak rambut Seohyun yang di ikat
secara serampangan tanpa menggunakan sisir. Apakah Seohyun selalu seberantakan
ini setiap harinya ?
Mengacuhkan Yonghwa dan ajakannya yang terdengar tak masuk akal. Seohyun
meraih celemek yang biasa di pakai oleh pelayan mereka, menarik kacamata dari
saku celananya dan memakainya lalu kembali menekuri buku resep di depannya.
Seohyun yakin penampilan saat ini bagaikan badut, tapi dia tak peduli.
Walaupun dalam bisnis, Yonghwa terkenal cukup kejam, tapi anehnya dia selalu
bersikap baik di dekatnya – saat berada di dekatnya. Tapi hanya sampai batas
itu. Seohyun benar-benar menyadari hal tersebut. Terkadang Seohyun merasa
Yonghwa menganggapnya lucu tapi pada saat yang sama Yonghwa bahkan tidak
memperhatikan dirinya.
Kembali menarik napas dalam-dalam, sambil mencoba berusaha mengumpulkan
keping-keping hatinya yang berserakan karena perasaan sakit yang di rasakannya,
Seohyun berusaha terlihat tenang.
“ Sebenarnya saat ini aku merasa panik. Aku benci karena pelayan kami
meminta libur di waktu yang tidak tepat hanya karena ternyata kau memutuskan
akan menghabiskan akhir pekanmu bersama kami. Sejak kemarin aku selalu
merasakan melakukan semuanya dengan serba sala. Mencoba membuat biskuit coklat
yang kau suka tapi aku harus membuangnya ke tempat sampah karena rasanya bahkan
lebih mendekati sekumpulan semen yang mengeras. Dan kemudian aku berusaha untuk
memasak makan malam tapi akhirnya aku menyerah. Dan untuk makan siang inipun
aku sudah merencnakannya sejak semalam, mempelajari resepnya, memilih masakan
yang gampang dan mudah. Bukan berarti aku tidak bisa memasak – dalam hal ini
mungkin itu memang benar – tapi semua ini sudah aku rencanakan, terjaga
sepanjang malam, membaca panduan memasak, memasang___ “.
Menyadari Yonghwa menatapnya dengan binar menggoda, Seohyun menghentikan
ucapannya, lalu melanjutkan dengan nada kesal, “ Aku telah merencanakansemua
operasi ini, bahkan sampai ke sayuran bekunya “.
Semua rencana yang hanya meninggalkan kantung mata yang hitam di seputar
matanya, tapi paling tidak itu dapat mengalihkan pikirannya dari kenyataan
bahwa mereka sedang tidur di bawah atap yang sama.
“ Aku yakin kau bisa menghabiskan waktumu bersama ayahku dan itu akan lebih
berguna. Aku yakin ayahku sudah mempunyai banyak pemikiran bisnis yang ingin di
baginya denganmu, mungkin proyek-proyek baru yang ingin di diskusikannya
denganmu. Ayahku pasti tidak akan sabar untuk
itu “.
“ Mungkin “, ucap Yonghwa. “ Tapi hal itu bisa menunggu “. Seohyun terlihat
sangat serius, rambutnya yang menutupi wajahnya yang sederhana, kacamata
bulatnya yang bertengker di ujung hidungnya menutupi mata indahnya. Yonghwa
tahu, Seohyun sedang sedang memusatkan perhatiannya pada masalah yang sedang di
hadapinya.
Bagus sekali, Seohyun !
“ Kalau begitu aku akan tetap membantumu. Jika ada hal penting yang kau
ingin aku lakukan bilang saja. Aku bisa mengupas kentang atau membuatkan kopi
atau menghapus guratan kebingungan di keningmu. Aku berjanji akan berlaku baik
dan aku pasti akan menikmatinya. Sungguh Seohyun, aku senang menemanimu “.
Dan itulah yang sebenarnya. Yonghwa selalu merasa nyaman berada di dekat
Seohyun dan dia tidak tahu mengapa. Dan melihat bagaimana Seohyun menghadapi
masalahnya dengan segala kepraktisan yang di anutnya, melihat kedua alisnya
yang menyatu karena konsentrasinya yang terfokus, dan ujung lidahnya yang
terkadang menyembul di balik bibirnya, selalu membuat Yonghwa terhibur, membuat
pikirannya terbebas dari hal-hal lain.
“ Jika memang itu yang kau inginkan, silakan saja “, ucap Seohyun sambil
pura-pura memeriksa daftar panjang yang sudah di susunnya semalam. Seohyun
tidak akan membiarkan dirinya percaya bahwa Yonghwa benar-benar suka berada di
dekatnya. Saat ini dia tidak ingin berkhayal tingkat tinggi seperti malam-malam
yang di laluinya saat memikirkan pria yang ada di sampingnya saat ini. Lagipula
saat suasana hati Yonghwa sedang di liputi rasa hangat dan penuh perhatian,
Seohyun merasa hal itu sangatlah berbahaya.
Dan Seohyun harus bersabar karena masih ada esok hari yang akan di laluinya
sebelum akhirnya Yonghwa kembali ke Seoul dan rutinitasnya dengan segala urusan
bisnis dan proyek-proyek barunya. Dan pagi ini saat dia sedang menyiapkan
sarapan untuk mereka bertiga, saat Yonghwa sedang menghabiskan waktunya dengan
melakukan jogging kecil di seputar rumah mereka, ayahnya berkata, “ Seohyun
sayang, kau benar-benar telah melakukan hal yang hebat dengan semua yang telah
kau lakukan semalam, tapi sayangku Yonghwa datang kemari bukan untuk melihatmu
menyajikan lebih banyak lagi bencana. Jadi kembalilah menjadi Seohyun yang
praktis “.
Bahkan ayah tercintanya menganggap apa yang berusaha di lakukannya adalah
sebuah bencana, hah !!
Seohyun lalu berjalan membuka lemari konter mengeluarkan gulungan celemek
dan menyerahkannya ke Yonghwa. “ Jika kau ingin membantuku, pastikan kau
memakainya karena siapa yang tahu apa yang akan kau hadapi “.
Yonghwa tertawa kecil lalu mengambil celemek tersebut lalu memasangnya,
sayang sekali bahwa celemek tersebut tidak mempunya pengikat tali di belakang
hanya kancing kecil yang bisa dengan mudah di kancingkannya. Tentunya akan
menyenangkan jika Seohyun mengikatkan talinya, bukan ?
“ Maukah ku buatkan kopi sebelum kita mulai ? “.
“ Tidak untukku “, tolak Yonghwa sambil menatap Seohyun dengan tatapan yang
tiba-tiba berubah serius. “ Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan kepadamu. Dan
sebelum kau menjawabnya, aku ingin kau memikirkannya dan mempertimbangkannya
baik-baik, pakailah kecerdasanmu yang penuh dengan ketenangan itu “.
Yonghwa berhenti sesaat, membuat sedikit jarak diantara mereka, tersenyum
kecil melihat beberapa kerutan yang mulai hadir di wajah Seohyun. Ide ini
betul-betul muncul tiba-tiba di kepalanya dan itu adalah ide yang sangat bagus.
Yonghwa sudah memikirkannya sejak semalam bahkan sejak saat dia dan ayah
Seohyun sedang mendiskusi proyek-proyek baru mereka. Semalaman memikirkan ide
gila tersebut tapi baginya terdengar sangat masuk akal.
Ide itu mengandung pemikiran yang sehat dan praktis. Dan karena Yonghwa
mengenal Seohyun-nya. Yonghwa yakin setelah dia dapat membuat Seohyun menerima
ide tersebut. Seohyun akan setuju.
“ Seohyun “, kata Yonghwa datar. “ Maukah kau menikah denganku ? “.
♥ ♥ ♥
Sesuatu yang mengerikan sedang terjadi , pikir Seohyun panik. Rasanya
aliran darahnya tiba-tiba mengalir dengan kencang ke kepalanya dan membuat
otaknya mendidih, melemaskan setiap urat syarat di tubuhnya, seolah dia baru
saja mendengar sesuatu yang tidak pernah terucapkan.
Yonghwa baru saja melamarnya ? Melamar dirinya ?
“ Seohyun ?? “.
Seohyun berusaha menekan rasa takut pada penderitaan hebat yang akan di
alaminya. Seohyun sadar untuk menangkap nada ejekan di setiap perkataan
Yonghwa. Jadi memang demikian, semua hanya lelucon yang sama sekali tidak lucu.
Beraninya Yonghwa ! Dia akan mendapatkan hukuman yang sangat pantas untuk
perbuatannya tersebut jika saja Seohyun menganggap ucapannya tersebut adalah
serius. Segala bayanagan tentang gaun putin panjang berenda dengan ekor yang
panjang, serta bayi-bayi mungil yang akan mereka miliki bersama terasa sangat
menyakitkan untuk Seohyun.
Seohyun harus berpikiran sehat. Mungkin sebaiknya dia menganggap saja
perkataan Yonghwa itu serius. Mungkin rasa terluka dalam hatinya tidaklah
sedalam rasa sakit yang di alami Yonghwa atas perlakukan mantan kekasihnya.
Tapi bukan berarti Yonghwa bisa seenaknya menaburkan garam di lukanya bukan ?
Seohyun menggerakkan kakinya perlahan dan berjalan dengan susah payah ke
arah tempat cuci piring, meraih cerek dan mengisinya dengan air dengan tangan
yang gemetar. Seohyun butuh kopi, tidak peduli Yonghwa tidak membutuhkannya. Paling
tidak itu memberinya waktu untuk berpikir lebih jernih.
“ hati-hati Yonghwa “, kata Seohyun dengan nada sedikit bergetar. “ lelucon
seperti itu akan berbalik padamu, bisa saja aku menganggapnya serius “.
“ Tapi aku memang serius, Seohyun “, kata Yonghwa yang kini berdiri tepat
di belakangnya.
Seohyun membeku di tempatnya. Dirinya bagaikan menjelma menjadi patung
batu. Semua ini pasti tidak mungkin, bagaimana bisa Yonghwa serius dengan
ucapannya tadi ?
Yonghwa mengangkat tangannya memegang pundak Seohyun dan memutar tubuh
Seohyun hingga berhadapan dengannya.
Seohyun berusaha membebaskan pundaknya dari cengkraman Yonghwa. Pria itu
belum pernah menyentuhnya, bahkan secara tidak sengaja sekalipun, dan walaupun
terkadang Seohyun berharap akan ada kejadian seperti itu, Seohyun tidak sanggup
mengatasinya saat ini, tidak sebelum Yonghwa benar-benar mengetahui apa
sebenarnya yang ada di benak Yonghwa.
“ Apakah ini semua ada hubungannya dengan kau di campakkan oleh Jessie ? “,
tanya Seohyun saat otaknya sudah kembali bisa berpikiran jernih. “ Dia
memutuskan hubungan denganmu, jadi kau ingin segera bertunangan dengan orang
lain hanya untuk menunjukkan kepadanya bahwa dia bukanlah satu-satunya butiran
pasir di pantai ? “.
Tapi apakah Yonghwa sekejam itu ? Apakah Yonghwa tega memperalat dirinya
hanya untuk membalas sakit hatinya pada wanita yang di cintainya itu ?
membelikan cincin berlian berkilau untuk dirinya, memastikan seluruh dunia tahu
lalu dengan diam-diam akan membatalkan semuanya saat sisa-sisa publitas yang di
lakukan Jessie kepadanya telah lenyap ?
“ Bagaimana ? “, desak Seohyun. “ Tidak adakah jawaban kilat untuk
pertanyaan itu ? atau apakah kau tiba-tiba jatuh cinta setengah mati padaku ?
Sayangnya, entah mengapa hal itu begitu sulit untuk aku terima “, kata Seohyun
lagi dengan nada menyindir saat melihat Yonghwa terdiam.
Yonghwa melirik jam Rolexnya. Sebentar lagi jam makan siang dan sepertinya
masalah ini akan memerlukan waktu lebih lama daripada yang di perkirakannya
semula. Yonghwa tahu tidak akan mudah membuat Seohyun menerima rencananya.
“ Kau terlalu meremehkan dirimu sendiri, Seohyun. Kau benar-benar perlu
menghilangkan perasaan rendah dirimu itu “, kata-kata Yonghwa terdengar sedikit
tidak sabaran. “ Dan tidak ! Aku tidak akan memiliki perasaan jatuh cinta
setengah mati pada dirimu lebih daripada yang kau rasakan kepadaku. Malah aku
sendiri tidak yakin kondisi seperti apa yang sedang kita bicarakan di sini “.
“ Yang aku minta hanyalah kau mau meluangkan waktumu untuk mendengarkan apa
yang harus ku katakan. Untuk memulainya kita__ “.
Perkataan Yonghwa terhenti oleh kemunculan ayah Seohyun di dapur tempat di
mana mereka sedang berada. Sial ! umpat Yonghwa kesal dengan kehadiran
tersebut. rahang Yonghwa sedikit menegang, dia menatap wajah ayah Seohyun
dengan mata menyipit. Sementara ayah Seohyun sepertinya sedang berniat untuk
mendapatkan segelas kopi sebelum makan siang.
“ Apakah aku sedang mengganggu
kalian ? “, tanyanya merasakan atmosfir di dalam dapur yang terasa tegang. “
dan apakah Seohyun sedang menyiapkan makan siang. Seohyun jangan masak untukku,
aku sudah kenyang “.
“ Sebenarnya “, kata Yonghwa perlahan. “ aku bermaksud mengajak Seohyun
makan siang di luar, sebagai ucapan terima kasih atas semua usaha keranya “,
dan tatapan mata Yonghwa yang menyipit menatap Seohyun dengan tajam di sertai
perintah tegas yang tak terucap yang anehnya bisa Seohyun baca dengan jelas. “ Ambillah
jaketmu “.
Seohyun sama sekali tidak suka dengan nada memerintah di perkataan Yonghwa.
Dia pikir dia siapa ? Setidaknya Yonghwa bisa meminta dengan baik-baik kan ? Tapi
Seohyun berusaha mengendalikan emosinya, demi Yonghwa, sejak bertahun-tahun
yang lalu, lebih daripada yang bisa diingatnya. Jadi lebih baik dia diam dan
mengikuti permainan yang sedang di mainkan Yonghwa.
“ Ayolah Seohyun, waktu kita tidak banyak “, desak Yonghwa.
Ada getaran aneh yang di kirimkan Yonghwa dalam nada bicaranya, getaran
yang membuat Seohyun gemetar. Seohyun tahu bahwa Yonghwa bukanlah tipe pria
yang bisa menerima penolakan dan tidak mudah di hadapi. Tapi selama dia
mengenal Yonghwa belum pernah Seohyun merasa takut padanya atau merasakan bahwa
Yonghwa sedang berusaha mengendalikan hidupnya.
Maka, Seohyun memutuskan menurutinya, dengan langkah berat hampir
tersandung sandalnya sendiri, Seohyun berjalan keluar dapur. Tentu saja aku
tidak takut pada Yonghwa, kata Seohyun dalam hati, lalu dengan pelan-pelan di
bukanya celemek dan menyampirkannya ke sandaran kursi meja makan , lalu
berjalan naik ke kamarnya dan mengambil jaketnya tanpa sempat memperhatikan
penampilannya di cermin.
Saat ini Seohyun merasa otaknya sedang di masukkan ke dalam blender dan di
haluskan dengan kecepatan kilat. Bingung !
Dan saat dia melangkah turun, di lihatnya Yonghwa sudah menunggunya di
depan pintu dan dengan tidak sabar menanyakan apakah Seohyun sudah siap.
Mengapa Yonghwa harus tidak sabaran seperti itu ? Sayangnya ketidak
sabarannya bukanlah menunjukkan ketidak sabaran seorang pria yang sedang jatuh
cinta. Dan demi Tuhan, dari mana datangnya pemikiran Yonghwa jatuh cinta
padanya ? tentu saja Yonghwa tidak sedang jatuh cinta padanya, bukankah dia
sudah mengatakannya dengan jelas tadi saat mereka sedang di dapur ?
“ Ya, aku sudah siap, dan rasanya tidak sabar untuk segera mengetahui ada
apa sebenarnya “, jawab Seohyun mantap walaupun dalam hati dia tidak dapat
menghentikan perasaan gelisah yang melingkupinya.
“ Kalau begitu ayo kita pergi “.
♥ ♥ ♥
Setelah menempuh perjalanan sekitar sepuluh menit, Yonghwa memarkirkan
mobilnya di depan sebuah restoran kecil yang terletak tepat di pinggiran danau
yang nampak begitu biru dengan kilauan cahaya matahari yang menyilaukan.
Restoran sedikit penuh karena bertepatan dengan makan siang. Yonghwa
menuntun Seohyun ke arah sebuah meja kosong yang sedikit berada di pojokan
dekat jendela yang mengarah langsung ke arah danau.
Seohyun duduk dan masih memakai jaketnya sehingga Yonghwa memaksa menarik
jaket tersebut dan meyampirkannya ke sandaran kursi Seohyun. Pakaian yang di
pakai Seohyun benar-benar begitu jauh dari beberapa wanita yang berada di dalam
restoran tersebut. celana jeans longgar kusam, sweater panjang yang sangat
tidak tepat di cuaca panas seperti ini, belum lagi wajahnya yang tak berbedak,
bibirnya yang hanya di sapu lipgloss yang mulai memudar , rambut yang di gelung
acak-acakan denga kacamata bundarnya. Seohyun benar-benar begitu ajaib. Apakah
wanita ini tidak pernah membuka halaman majalah dan melihat bagaimana
berpakaian yang tepat ? Yonghwa menggelengkan kepalanya sambil menarik kursi
yang berada tepat di depan Seohyun dan duduk.
Seorang pelayan datang menbawakan menu ke meja mereka. Seohyun memegangnya
tapi kemudian meletakkan menu tersebut ke meja. “ Aku tidak lapar. Aku lebih
tertarik mendengar apa yang ada di balik lamaranmu yang sangat tidak romantis itu
“.
Nada tajam di suara Seohyun menyadarkan Yonghwa bahwa Seohyun mulai
menumpahkan kemarahannya. Jadi memang benar usulnya agar mereka menikah telah
membuat Seohyun kebingungan tapi dia berusaha menghadapinya dengan
ketenangannya dan itulah yang menjadi salah satu hal yang di kagumi Yonghwa
darinya. Seohyun selalu bisa melihat keadaan dari segala sudut, berusaha
memecahkannya.
“ Setelah kita makan siang, Seohyun “, jawab Yonghwa datar. “ Kita akan
membicarakannya setelah setidaknya kita mengisi perut kita. Pilihlah sesuatu
yang ringan bila memang kau tidak terlalu lapar “.
Dan akhirnya Seohyun memilih memesan sandwich dan segelas air putih
sementara Yonghwa memesan spagetti.
Saat pesanan mereka datang, keduanya makan dalam diam. Seohyun lebih banyak
menunduk menatap sandwich yang dengan enggan di suapkan ke dalam mulutnya. Dan
setelah beberapa saat akhirnya kesabaran Seohyun sudah mencapai batasnya.
Seohyun meletakkan garpunya. “ Ku peringatkan padamu tuan Jung Yong Hwa,
jika seperti perkiraanku bahwa kau menginginkan pertunangan yang secepat kilat
hanya untuk membalas apa yang di lakukan Jessie maka kau harus melupakan hal
tersebut, jika menyangkut diriku. Carilah wanita lain untuk menjalani
permainanmu itu “.
“ Benar “. Yonghwa meletakkan garpunya duatas piringnya yang sudah hampir
kosong dan bersandar ke sandaran kursi sambil menatap Seohyun dengan tatapan
yang seakan ingin memaku Seohyun di tempatnya. “ Seingatku aku tidak pernah
menyebutkan pertunangan. Apa gunanya bertunangan jika kita bisa menikah dalam
waktu dua minggu mendatang ? Dan jangan pernah mengikut sertakan Jessie dalam
hal ini “.
“ Kita tidak bisa melakukan hal ini “, ucap Seohyun. Yonghwa mungkin memang
benar adalah satu-satunya pria yang di impikan Seohyun, tapi itu bukan berarti
Yonghwa bisa memperalat dirinya. Seohyun tidak ingin terjerumus ke dalam
keduakaan yang akan terus menyelimuti hidupnya. Hidup bersama Yonghwa, sebagai
istrinya, dengan pemikiran bahwa setiap kali mereka akan bercinta maka Seohyun
akan memikirkan bahwa Yonghwa sedang membayangkan mantan kekasihnya tersebut.
“ kau mengatakan jatuh cinta merupakan suatu kondisi dan kau bilang itu
tidak pernah ada “, sedikit parau Seohyun memperingatkan. “ Sepanjang ingatanku
kau telah berkencan dengan banyak wanita cantik, tapi hanya Jessie lah yang
bisa membuatmu ingin hidup tenang dan ingin menikahinya. Kau pasti mencintainya
“.
“ Aku dapat mengerti betapa sakitnya hatimu di campakkan olehnya, tapi
tergesa-gesa menikah dengan orang lain bukanlah jalan keluar. Itu tidak akan
mengatasi sakit hatimu, apalagi mengobatinya
“.
“ Dan jika pada akhirnya kau sudah bisa mengatasi masalahmu dengan Jessie,
kau akan terbebani dengan istri yang tidak dapat kau cintai. Dan aku tidak
ingin menjalani hidupku dengan kesadaran penuh bahwa aku hanyalah pilihan kedua
“.
“ kau tidak pantas merendahkan dirimu seperti itu, kau tidak tahu apa yang
sedang kau bicarakan “, kata Yonghwa dengan nada jengkel yang berusaha di
tekannya. Sejauh ini yang Seohyun pikirkan hanyalah pernikahan normal, tapi apa
yang di apikirkan dalam idenya sama sekali tidak seperti itu. Dan seandainya
Seohyun bisa lima menit saja mau menghentikan ocehannya tentang Jessie, maka
Yonghwa akan dapat menerangkan maksudnya pada Seohyun.
“ Mengingat gaya hidupku, aku memutuskan untuk memiliki istri. Jessie
benar-benar cocok untuk itu, dia cantik, sedang di pandang mata, dia akan bisa
menjadi nyonya rumah yang baik di setiap perjamuan yang akan aku adakan untuk
para kolega bisnisku dan tentu saja hangat dan menggairahkan di tempat tidur “,
Yonghwa berhenti sejenak mencoba membaca raut wajah Seohyun yang datar. “ Dan
karena kau hidup dilingkungan yang hampir sama denganku, dimana mungkin dulu
orang tuamu suka mengadakan pesta untuk rekan bisnisnya dan Ibumu tampil
sebagai nyonya rumah yang menyenangkan maka aku rasa kau tahu apa yang sedang
aku bicarakan. Jadi pernikahan adalah jawaban untuk itu semua tapi ternyata
tidak berhasil, jadi pengalaman itu memang membuatku jera dan aku tidak ingin
lagi memikirkan hubungan antara pria dan wanita “.
“ itulah mengapa, Seohyun. Yang ku usulkan adalah pernikahan yang saling
menguntungkan dengan tentu saja persyaratan yang fleksibel. Pernikahan ini
hanya status “.
Seohyun tahu senyuman di wajah Yonghwa mungkin bermaksud untuk menenangkan
dirinya tapi rasa sakit dalam hatinya terasa semakin hebat dan percikan harapan
sekecil biji jagungpun sudah terbang terbakar kesedihannya. Mungkin karena
besarnya rasa cintanya kepada Yonghwa dan sudah tertanam dan berakar dalam
hatinya, Seohyun telah menggantungkan harapannya tapi apa yang di tawarkan
Yonghwa sangat jauh dari apa yang di harapkannya.
Jika, andai saja Seohyun menerima tawaran tersebut dan setuju menikah
dengan Yonghwa, maka seiring dengan waktu mungkin Yonghwa akan mencintainya.
Tanpa menghiraukan kemungkinan besar hancurnya dirinya sendiri. Tapi itu
pastilah hal terbodoh yang akan di lakukannya dalam dua puluh tahun hidupnya.
Sambil menarik napas panjang dan mengumpulkan kembali akal sehatnya yang
sedikit gagal fokus. Seohyun menatap Yonghwa dan tersenyum dingin.
“ Kau bisa menyewa seseorang seperti perusahaan katering yang andal untuk
mengatur perjamuan-perjamuan makan malam dengan semua rekan bisnismu dan aku yakin
kau selalau akan bisa menemukan wanita cantik yang akan dengan senang hati
menjadi nyonya rumah untukmu. Kau tidak memerlukan istri “.
“ Seorang wanita bisa menjadi sebagai alat penangkis, Seohyun “, kata
Yonghwa sambil tersenyum kecil. “ Mengusir kerumunan lebah yang berusaha
merebut toples madunya. Aku sama sekali tidak tertarik dengan hal demikian lagi
“.
Yonghwa memang benar-benar terluka, pikir Seohyun. Yonghwa masih mencintai
Jessie dan di campakkan oleh wanita yang di cintainya telah benar-benar
menampar harga dirinya.
“ Aku memahami apa yang kau rasakan. Tapi percayalah, itu takkan
berlangsung lama. Para wanita akan kembali mengerumunimu dan akhirnya kau akan
tergoda. Kau pria seksi Jung Yong Hwa “.
Yonghwa menatap Seohyun dengan mengerjap-ngerjapkan matanya dan menelan
ludah dengan susah payah. Berusaha dengan sekuat tenaga untuk tidak tersenyum.
Seohyun terdengar seperti mengerti dengan apa yang di ucapkannya. Memangnya apa
yang di ketahui Seohyun dengan nafsu dan birahi ? Nol besar !.
“ Seohyun, jika kita menikah, aku berjanji padamu takkan bermain-main
seperti itu. Kau bisa memegang kata-kataku “.
Janji. Yonghwa tidak pernah ingkar dengan janji yang di buatnya, Seohyun
tahu itu dengan pasti. Jadi setidaknya jika mereka menikah dia tidak akan
bertanya-tanya dimana dan dengan siapa Yonghwa berada, jika satu malam pria
tersebut tidak pulang ke rumah. Demi Tuhan, Seohyun merasa tergoda menerima
usul tersebut.
Tapi apapun itu semua ini tidaklah masuk akal.
“ Kau belum memikirkan semua ini masak-masak. Bagaimana kalau tiba-tiba kau
menginginkan seorang anak ? “.
“ Sejak kecil aku selalu merasa menjadi pengganggu untuk kedua orang tuaku.
Jadi aku mengambil pelajaran dari hal tersebut. Dalam pernikahan ini aku tidak
ingin ada anak yang terlibat. Aku tidak menginginkan anak dan tidak akan
mengambil resiko untuk itu “.
“ Ohh “, hanya itu yang bisa di ucapkan Seohyun. “ Aku minta maaf untuk
masa kecilmu yang tidak bahagia tapi bagiku kalian selalu terlihat akur dan
rukun “.
“ Aku lebih menyebutnya kesopanan “. Suara Yonghwa datar. “ Aku tidak ingin
mengingat masa kecilku, aku hanya ingin menjelaskan mengapa aku tidak ingin
memiliki anak “.
“ Dan apakah Jessie senang akan hal itu ? “. Yonghwa pasti tidak suka
Seohyun membicarakan mantan tunangannya itu. “ Aku menduga dia pasti tidak
ingin merusak keindahan tubuhnya yang menakjubkan itu atau membiarkan bayi
meneteskan air liur ke gaunnya yang spektakuler “.
Seohyun berusaha menahan airmatanya yang mulai merebak. Apakah Seohyun akan
bahagia dengan hubungan seperti itu ? Yonghwa bahkan sama sekali tidak bertanya
apakah Seohyun menginginkan anak ? Yonghwa tidak mempertimbangkan perasaannya
ataukah Yonghwa menganggap Seohyun tidak memiliki perasaan sama sekali ?
“ Seohyun aku janji, saat kita menikah kau akan mendapatkan semua yang
menjadi hakmu, mendapatkan namaku, perlindunganku, jaminanku bahkan aku akan
memenuhi semua kebutuhanmu , kau akan mendapatkan rumah yang indah di Seoul “.
“ Mungkin ayahmu belum mengatakan hal ini kepadamu, tapi Ayahmu bermaksud
menjual semua asetnya dan pindah ke Seoul dan menghabiskan masa tuanya di sana
tanpa memikirkan segala urusan bisnis yang akan membuatnya kelelahan. Dia ingin
pensiun. Satu-satunya yang di pikirkannya hanyalah dirimu. Jika kita menikah
maka beban ayahmu akan hilang dan dia bisa menjalankan masa pensiunnya dengan
bahagia “.
Seohyun menatap Yonghwa, kedua matanya terbelalak dan terbuka lebar.
Seohyun merasa seolah-olah tanah runtuh dan menariknya dan satu-satunya
penyelamatnya hanyalah dengan menikah dengan Yonghwa. Tapi sayangnya Seohyun
sudah berlatih banyak hal dalam hidupnya. Satu-satunya yang tak dapat di
atasinya adalah perasaan di khianati oleh ayahnya sendiri. Seohyun sangat mempercayai
ayahnya, mencintainya dan merasa ayahnya membutuhkannya untuk menjaganya. Tapi
ternyata, ayahnya bahkan tidak merasa perlu mendiskusikan dengannya tentang
rencana pensiun dan rencananya menjual semua aset dan juga rumah mereka yang
seumur hidup sudah menjadi bagian dalam diri Seohyun.
Hal itu terasa sangat menyakitkan.
Sejak lahir Seohyun selalu tahu bahwa dirinya sama sekalai tidak bisa di
banggakan. Wajahnya yanag biasa saja, rambutnya yang bergelombang awut-awutan,
tubuhnya yang kurus, tak satupun yang bisa di lakukan ibunya untuk mebuatnya
tampil cantik bahkan Ibunya cukup sering mengucapkan betapa dia merasa sedih
memiliki anak seperti dirinya.
Mungkin itulah sebabnya dia tidak terlalu banyak belajar dari ibunya. Di
mata orang mungkin ibunya adalah sosok ibu yang sempurna seperti di setiap
iklam yang dia saksikan di TV, sayangnya pada kenyataannya Ibunyalah yang
membuatnya kurang percaya diri pada apa yang di milikinya.
Dan walaupun begitu Seohyun masih bisa membuat bangga ayahnya dengan nilai-nilai
cemerlang ang di dapatkannya di sekolah. Menjadi yang terbaik dan lulus dengan
nilai tertinggi. Seohyun belajar untuk selalu patuh, selalu belajar dengan
giat, membuat yanag terbaik menjadi lebih baik lagi.
Dan ternyata bahkan ayahnya tidak sebangga itu padanya. Menganggapnya tidak
cukup berharga untuk di mintai pendapat. Jika memang dia begitu berarti,
ayahnya tentu akan membicarakan hal penting seperti ini kepadanya, iya kan ??
Seohyun bangkit berdiri. Mengeraskan tekad yang dia tahu mungkin akan di
sesalinya seumur hidupnya.
“ Yonghwa, aku akan menikah denganmu. Beritahu aku di mana tempatnya dan
kapan akan di laksanakan, maka aku akan datang “.
♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥
Plis, masukan dan saran kami harapkan dari anda. Silakan komentar EmoticonEmoticon